HATI-hati menebang pohon sindor. Begitu empulur batangnya
terluka, minyak akan mengucur keluar. Dan minyak itu mudah
terbakar. Pohon sindor? Pohon yang berbatang tinggi besar itulah
yang dijadikan obyek penelitian Lourentius M., siswa kelas III
IPS SMA Santo Paulus di Nyarumkop, Singkawang, Kalimantan Barat.
Dan karya tulis anak muda ini ternyata memenangkan hadiah III
dalam Lomba Karya Ilmu Pengetahuan bagi Remaja 1983.
Di tengah zaman yang sibuk mencari sumber energi baru, yang
ditampilkan Lourentius memang menarik. "Saya terdorong
meneliti sindor karena pohon itu sudah langka," kata anak petani
ini. "Padahal sindor bisa dijadikan sumber energi baru yang tak
kalah dengan minyak bumi." Di Kecamatan Singkawang, menurut
siswa yang baru pertama kali ikut dalam lomba ini, ia hanya
menemukan 18 pohon sindor. Padahal menurut cerita-cerita para
orang tua di Singkawang, di zaman Jepang tumbuhan semacam pohon
petai itu menjadi ganti minyak tanah yang kala itu sulit
didapat. Anehnya kini di Singkawang pun tak banyak lagi yang
mengenal sindor, kata Lourentius pula. Bahkan Museum Biologi
Bogor yang dikiriminya surat, hanya memberikan informasi ala
kadarnya -- dan itu pun datangnya terlambat.
Agaknya hambatan itulah yang menyebabkan penelitiannya tak
mendalam benar. Selain memang, ia siswa Ilmu Pengetahuan Sosial
yang pengetahuan biologi dan kimianya terbatas. Sebaliknya dari
Lourentius adalah Banon Gede Umbaran, siswa kelas II IPA SMAN
IV, Semarang. Anak dosen Universitas Sriwijaya, Palembang, ini,
yang bercita-cita menjadi insinyur justru tertarik mencari tahu
ikhwal gelandangan. Sementara citra remaja kota kini adalah
kehidupan yang santai dan penuh hura-hura, minat Banon memang
terasa istimewa. Minat itu tumbuh karena ia berkenalan dengan
seorang gelandangan yang tiap hari mangkal di gedung bioskop di
belakang Pasar Johar, Semarang. "Kok dia selalu di situ, dan
kerjanya cuma bengong, kadang-kadang mengumpulkan puntung rokok
atau kardus bekas," tutur anak sulung dari tujuh bersaudara ini.
Maka ketika si gelandangan yang mengaku bernama Bambang Irawan
bersedia membantunya, bulatlah tekad Banon mengusut kaum kelas
bawah ini. Selama 3 bulan ia menyebar angket dan mewawancara 102
gelandangan Semarang. Kesimpulan yang diperolehnya, "mereka
memang malas bekerja."
Toh, Banon merasa perlu memperhatikan sebagian dari bangsanya
itu. "Hidup di bawah satu atap," kata anak muda itu, "kok
keadaannya berbeda, dan ini seolah-olah dianggap wajar." Maka
muncul usulnya di bab akhir laporan penelitiannya, agar
orang-orang kaya menyisihkan uangnya untuk mendirikan satu
perusahaan yang bisa menampung gelandangan.
Gagasan anak yang gemar membaca dan berkaca mata minus 1,5 ini
barangkali naif. Tapi kesungguhannya mengumpulkan data, dan
ketekunannya mengkaji sembilan buku tentang kemiskinan dipandang
dari sosiologi membuahkan laporan yang menurut Dewan Juri pantas
mendapat hadiah kedua. Padahal sehabis diwawancara Dewan Juri,
Banon seperti sudah putus asa. "Wah, saya kapok lain kali mau
bikin penelitian eksakta saja," katanya kepada TEMPO. "Ternyata
masalah sosial itu luas sekali."
Cerita penelitian lain datang dari siswa SMA Bogor. Suatu hari
ketika masih di bangku SD siswa itu membeli minuman dalam kotak
karton. Begitu ia sedot minuman itu lantas dimuntahkannya
kembali. Rasa asam dan bau yang tak sedap tercium olehnya.
Ketika kotak itu dibuka, ternyata minumam itu sudah keruh mirip
air comberan. Dan anak itu mengaku sering menemukan yang
seperti itu. Lama kelamaan anak seorang dosen IPB itu berniat
meneliti apa sebenarnya yang terjadi. Itu dikerjakannya setelah
ia duduk di SMA Rcgina Pacis, Bogor.
Hesti Widayani, anak itu, kemudian menemukan bahwa kotak karton
minuman yang berisi susu ultra maupun sari buah sangat mudah
dibuka. Ini menggampangkan pemalsuan: kotak yang habis dipakai
dikumpulkan lagi dan iisi dengan minuman yang tidak memenuhi
syarat. Tes laboratorium yang dikerjakannya memang membuktikan
ada minuman yang palsu dan tidak higienis. Selain itu tanggal
batas pada kotak karton ternyata mudah dihapus dengan larutan
etanol, eter, dan aseton. Bila tanggal itu hilang, tak lagi
ketahuan kapan minuman itu tak lagi sehat diminum.
Ia memang pantas mendapat nilai tinggi untuk pilihan obyek
penelitiannya, penemuannya, dan kemanfaatan penelitiannya. Wajar
bila anak kedua dari tiga bersaudara itu tahun ini dipilih
menjadi pemenang pertama yang akan mewakili remaja Indonesia ke
Kontes Ilmuwan Remaja di Eropa tahun depan.
Lalu apa yang diusulkannya dari penelitiannya selama sebulan
ini? "Sebaiknya tanggal pada kotak tidak dicetak dengan tinta,
tapi dicetak timbul ke dalam atau ke luar, hingga sulit
dihapus," jawabnya meyakinkan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini