Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Porsea
Bentrok ibarat sarapan bagi warga Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara, sejak kasus pabrik pulp PT Inti Indorayon Utama (IIU) tidak jelas statusnya. Rabu pagi pekan lalu bentrok terjadi lagi antara warga masyarakat pendukung beroperasinya IIU dan masyarakat yang menolak kehadiran pabrik itu.
Insiden kali ini bermula ketika sebuah truk tangki pembawa bahan baku diperiksa warga saat mau masuk kompleks pabrik. Truk itu dilempari batu hingga kacanya pecah. Lalu pemilik truk mengadukan persoalan ini ke polisi. Rabu dini hari gabungan petugas dari Polsek Porsea, Polres Tapanuli Utara, dan Brimob mencokok 13 warga Siraituruk yang sedang ronda malam.
Kasus itu segera menyebar lewat ''radio dengkul". Warga yang hari itu sedang berkumpulkarena kebetulan ''hari pasar"membuat macet jalan. Toko-toko pun segera tutup dan aktivitas jual-beli terhenti. Lalu ratusan orang menyerbu kantor polisi. Mereka menuntut pembebasan 13 warga yang digaruk saat ronda itu. Kepala Polsek Porsea, Letnan Dua Charles Go, yang menemui massa, mengatakan bahwa warga ditahan di Polres Tapanuli Utara.
Massa tak percaya, mereka melempari kantor Polsek itu dengan batu. Aparat keamanan marah, pistol menyalak, seorang warga, Herman Sitorus, 19 tahun, siswa STM Parulian, jadi korban. Peluru menembus dahinya hingga tewas. Warga bertambah marah. Rumah-rumah warga lain pendukung beroperasinya kembali pabrik pencemar udara itu ditimpuki massa. Ban-ban bekas dibakar di jalan raya. Arus lalu lintas macet total.
Melihat suasana tak nyaman, siangnya beberapa tokoh masyarakat Porsea mendatangi kantor DPRD Toba Samosir dan Bupati Samosir. Lalu anggota wakil rakyat dan Bupati Toba Samosir, Sahala Tampubolon, pergi ke Tarutung, bertemu dengan Kepala Polres Tapanuli Utara, Letnan Kolonel Isha K. Robinson Sampe. Tiga belas warga yang ditahan akhirnya dibebaskan.
Namun, ketegangan di Porsea hingga akhir pekan lalu masih tampak. Warga yang tidak setuju beroperasinya IIU membakari rumah warga yang setuju beroperasinya IIU. Menurut seorang tokoh masyarakat Porsea, Musa Gurning, cara-cara kuno menakut-nakuti warga sudah bukan zamannya lagi. ''Kami tetap menolak kehadiran Indorayon yang sudah merugikan masyarakat," katanya menyesali bentrok yang menyebabkan seorang warga tewas tertembak.
Bekasi
Kamis pekan lalu, 37 narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Bulakkapal, Bekasi, sampai di tiga LP di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Mereka ini penyulut kerusuhan yang menyebabkan kebakaran besar di LP Bekasi, Ahad dua pekan lalu.
Pemicu kerusuhan bermula dari pemerasan yang dilakukan beberapa orang narapidana (napi) terhadap keluarga napi yang membesuk. Napi yang keluarganya diperas marah, lalu ribut. Sipir penjara berusaha mencegah, tapi caranya yang kasar malah berbalik: 500 lebih napi melawan belasan sipir penjara. Kasur-kasur dibakar, tempat praktek kerja napi dan kantor administrasi LP dirusak. Senjata api menyalak, belasan napi tersungkur. Pasukan Brimob dan tentara pun didatangkan untuk mengamankan LP.
Keadaan bisa dikuasai, keamanan LP berangsur pulih. Namun, sebagian bangunan LP itu musnah terbakar. Menurut Kepala LP Bekasi, Isnawan Sedianto, keadaan LP Bekasi memang sudah sumpek. Penjara yang seharusnya dihuni 300 tahanan dijejali 500 orang lebih. Untuk mencegah kerusuhan terjadi lagi, sementara waktu LP Bekasi tak menerima tahanan baru.
Blitar
Bentrok antara polisi dan petani terjadi lagi di Jawa Timur. Kali ini kejadiannya di perkebunan cengkeh Branggah Banaran, Desa Sidorejo, Blitar. Ahad dua pekan lalu sekitar 25 warga Sidorejo mendatangi kantor perkebunan PT Perkebunan Tjengkeh Malang di Branggah. Maksudnya untuk menanyakan nasib sekitar 30 warga yang ditahan karena konflik dengan pengelola perkebunan ini.
Namun, belum sempat maksud itu disampaikan, aparat dari Brimob yang menjaga keamanan perkebunan itu memuntahkan peluru ke arah warga yang datang. Delapan orang terkapar tertembus timah panas, dua di antaranya tewas di tempat. Kejadian ini buntut dari perseteruan warga dengan pengelola perkebunan seluas 500 hektare itu. April lalu warga mengklaim 350 hektare tanah yang ditanami cengkeh itu milik nenek moyang mereka, yang dirampas oleh kepala desa pada 1965 dan dijual ke PT PTM. Warga yang mengaku pemilik tanah itu langsung saja memasang papan nama di tanah perkebunan itu. Bunyinya, ''Ini Tanah Rakyat".
Kontan pengelola perkebunan marah. Bersama aparat keamanan, papan-papan nama yang ditancapkan penduduk itu dicabuti. Warga berusaha menemui pengelola perkebunan, tapi tak ditanggapi. Awal Juni lalu warga yang marah menebangi sekitar 100 hektare pohon cengkeh dan merusak bangunan di sekitar perkebunan. Akibatnya, aparat gabungan dari Polres Blitar dan Polwil Kediri mencomot penduduk yang diduga penggerak aksi itu.
Tiga belas warga ditahan dan dianiaya petugas saat diperiksa. Karena itulah warga mendatangi kantor perkebunan untuk menanyakan nasib 13 orang itu. Namun, yang diterima malah timah panas. Para korban kini dirawat di Rumah Sakit Mardi Waluyo, Blitar. ''Para korban, seperti Pak Winarno, diduga akan cacat seumur hidup karena lutut kanannya hancur diterjang peluru," ujar Dedy Prihambudi, Direktur LBH Surabaya yang mendampingi para petani itu. Tapi Kepala Polres Blitar, Letnan Kolonel Anang Iskandar, malah menuduh warga yang pertama kali membuat onar. ''Kami menembak karena terpaksa. Para petani menyerang petugas dengan senjata tajam," katanya membela anak buahnya.
Sampai akhir pekan lalu suasana desa di sekitar perkebunan ini masih mencekam. Warga tampak berjaga-jaga, khawatir cara-cara licik aparat keamanan menculik warga seperti yang terjadi awal Juni lalu terulang. Sedangkan kawasan perkebunan juga dijaga ketat aparat keamanan dari Polres Blitar, Brimob, dan pasukan Batalyon I/Kodim 0808 Blitar.
Palangkaraya
Api kalau kecil sangat berguna, tapi kalau besar malah menjadi bahaya. Gara-gara api bakaran ikan terlalu besar di sebuah warung makan di Gang Taufik, Palangkaraya, ribuan rumah di atas tanah seluas 38 hektare terbakar Rabu pekan lalu. Dua orang tewas, lebih dari 4.000 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal, dan sekitar 15 ribu jiwa kini hidup di penampungan.
Gubernur Kalimantan Tengah, Asmawi Agani, yang mengunjungi sejumlah tempat penampungan korban kebakaran sehari setelah kejadian, hanya bisa memberi penghiburan agar warga sabar dan tabah. Pada saat itu Gubernur Asmawi juga menyerahkan bantuan 15 ton beras, uang Rp 10 juta untuk lauk-pauk, dan ribuan sarung.
Makassar
Kalau tak mampu terbang, lebih baik di darat saja. Nasihat itu patut dicamkan TNI Angkatan Udara. Kamis pekan lalu pesawat tempur jenis A-4 Sky Hawk milik Skuadron Udara 11 Lapangan Udara Hasanuddin, Makassar, jatuh di perairan Tanjungbutung, Kabupaten Barru, sekitar 70 kilometer dari ibu kota Sulawesi Selatan. Pesawat yang dipiloti Letnan Satu Albert Mare itu hilang setelah melakukan atraksi box formation dan fly pass dalam suatu latihan rutin. Sampai akhir pekan lalu tim pencari gabungan masih melacak keberadaan pesawat dan pilotnya.
Kendari
Kekurangan air, orang berteriak, kelebihan air orang jadi ketakutan. Itulah yang terjadi di Kabupaten dan Kota Madya Kendari. Sejak Senin pekan lalu hujan mengguyur sepanjang hari. Akibatnya, air menggenangi 6.500 hektare sawah dan ribuan rumah, sehingga memaksa sekitar 18 ribu penduduk mengungsi.
Data di posko bencana Dinas Sosial Sulawesi Tenggara di Kendari, Kamis pekan lalu, menyebut bencana banjir itu merupakan banjir terbesar selama 20 tahun terakhir. Air merendam 8 kecamatan, 65 desa di Kabupaten Kendari, dan satu kelurahan di Kodya Kendari. Keadaan kini bertambah parah karena ratusan pengungsi terkena penyakit diare dan gatal-gatal. Banjir ini juga menyebabkan terhentinya penerbangan karena landasan digenangi air dan kabut yang tebal. Banjir meluas ke Pulau Buton. Dua jembatan putus mengakibatkan sejumlah kecamatan di pulau penghasil aspal itu terisolasi.
Ahmad Taufik, Bambang Soed (Medan), dan Zed Abidin (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo