Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suatu siang, menjelang Idul Adha bulan lalu, setelah menjalani umrah, ia menyusuri pasar Kaqiyah, Mekah. Anggito Abimanyu, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, melancarkan investigasi kecil-kecilan atas "keanehan" di pasar domba dan unta itu.
Mencurigakan karena hewan yang dibeli jemaah Indonesia di lokasi ini relatif murah—apalagi mereka tidak menyaksikan pemotongan dan pendistribusian daging hewan. Padahal haji tamattu, model yang biasa ditempuh 90 persen jemaah kita, mewajibkan pembayaran dam atau denda. Lagi pula, menurut laporan berdasarkan survei Bank Pembangunan Islam (IDB), 50 persen dari pelaksanaan dam di pasar Kaqiyah tidak sesuai dengan ketentuan syariah.
"Saya ketemu calo asal Indonesia, ngakunya teman jemaah," tutur Anggito, Kamis pekan lalu. Si calo menawarkan kambing seharga 300-an riyal (sekitar Rp 1 juta), jauh di bawah harga di Indonesia (sekitar Rp 1,5 juta) atau yang ditawarkan pemerintah Arab Saudi dan IDB di Rumah Pemotongan Hewan Modern Moissem, yang mencapai 490 riyal (sekitar Rp 1,5 juta). Di samping harganya lebih murah 20-40 persen, proses pemotongan dan pendistribusian di Kaqiyah juga tak terpantau.
Hamidah, 45 tahun, anggota jemaah rombongan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia Riyadh, Arab Saudi, misalnya, mempercayakan pembayaran dam kepada pemimpin rombongan. Bersama 54 anggota rombongannya, ia tidak datang ke tempat pembelian dan pemotongan hewan dam. "Percaya saja ke panitia. Yang ke sana panitia sama orang yang dipercaya," ujar istri anggota staf konsulat di Timur Tengah ini.
Guru SMAN 9 Tangerang Selatan ini mengatakan ada tiga jalur pembayaran yang ditawarkan kepada rombongannya: membayar ke bank sebesar 490 riyal, membayar ke pemimpin rombongan 450 riyal, dan membayar langsung ke calo 375 riyal. "Saya memilih yang 450 riyal karena pemimpin rombongan sudah bertahun-tahun mengurus haji," katanya.
Mendengar daging di pemotongan hewan bertumpuk-tumpuk, tebersit keinginan Hamidah melakukan pemotongan dam di Indonesia. Namun, karena tak tahu hukumnya, keinginan itu disimpannya saja. Ia cukup gembira mendengar rencana pengiriman daging dam jemaah Indonesia ke Tanah Air bekerja sama dengan IDB. "Setuju banget dengan ide pengiriman ke Indonesia. Kita di Tanah Air sangat membutuhkan," ujarnya.
Sebenarnya, menurut Anggito, sudah lama IDB mengajukan kerja sama ke Kementerian Agama, tapi baru ditindaklanjuti saat ia menjabat Dirjen Haji. IDB akan membuat skema dam yang sehat, mudah, dan sesuai dengan prinsip syariah. "Dalam pertemuan Menteri Agama dan Presiden IDB, Presiden IDB secara serius mengatakan ingin program kerja sama berjalan karena merupakan kewajiban pemerintah Saudi dan didukung finansial IDB," ucap Anggito. Pemerintah Indonesia juga diundang ke tempat pemotongan dan pendistribusian hewan dam yang dikelola IDB di Mekkah: Rumah Pemotongan Hewan Modern Moissem.
Anggito sempat mengunjungi RPH Modern Moissem untuk membayar dam saat hari tasyrik. Dibanding Kaqiyah, kata dia, tempat ini lebih bersih. Kondisi kambing, proses pemotongan, dan pendistribusiannya juga baik. "Saya memilih kambing, melihat pemotongan, melafalkan doa, dan bisa mengambil bagian hewan dam," ujarnya.
Menteri Agama Suryadharma Ali juga menyampaikan keinginan Indonesia agar mulai tahun depan pengelolaan dam jemaah haji Indonesia dipegang Bank Pembangunan Islam. Selain karena banyaknya penyelewengan dana pembayaran dam jemaah haji Indonesia, IDB telah bekerja sama dengan negara Islam lain dalam mengembalikan hasil pembayaran dam berupa daging hewan ke negara asal.
Dengan jumlah anggota jemaah haji Indonesia yang besar, potensi penyaluran daging dam ke Tanah Air juga sangat besar. Menurut Anggito, dengan perkiraan 80 persen jemaah membayar dam dari 210 ribu orang dengan tarif 490 riyal dan kurs 1 riyal sekitar Rp 3.000, diperkirakan uang dam yang bisa dikumpulkan melalui skema kerja sama dengan IDB sebesar Rp 240 miliar lebih.
Hewan dam jemaah Indonesia nantinya dapat dikembalikan ke Indonesia dalam bentuk beku atau olahan. Setelah diolah di London, produk ini dikirim ke Indonesia. Dulu Kementerian Kesehatan kurang sepakat dengan pengiriman ke Indonesia karena ada masalah kesehatan.
 Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengakui pernah ada kasus larangan hewan potong masuk ke Indonesia karena kedaluwarsa. "Pengiriman terlambat sehingga sapi tidak bagus dan tidak memenuhi persyaratan," ucapnya.
Ia mengakui kebutuhan daging di Indonesia cukup tinggi. "Saya kira hal (pengembalian) ini bagus asalkan memenuhi persyaratan," ujarnya. Untuk mengawasi masuknya hewan potong, dia menambahkan, Kementerian Kesehatan akan melibatkan pemeriksaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Dalam skema kerja sama itu, Indonesia juga berpeluang memasok hewan yang akan dipotong. Menurut Anggito, potensi pengiriman ini besar karena Arab Saudi tidak mengenal sistem penggemukan hewan lantaran harga pakan yang mahal. "Saya sudah tanya ke beberapa pihak, termasuk Gubernur Nusa Tenggara Barat. Mereka siap memasok asalkan sesuai dengan harganya," katanya.
Kementerian saat ini sedang menggodok cara pembayaran dam sesuai dengan prinsip syariah dan sehat. "Saya minta administrasinya fatwa dari Majelis Ulama Indonesia, misalnya Kementerian Agama bisa menarik uangnya dulu, baru kalau tidak melanggar, uang dam dikembalikan," ujar Anggito.
Namun, menurut Ma'ruf Amin, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, ada beberapa pendapat yang perlu disinkronkan. Pertama, pendapat "belum pelanggaran sudah didenda, masak mobil di garasi sudah ditilang". Kedua, tidak semua yang beribadah haji melakukan tamattu sehingga tidak kena dam.
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu mengatakan sejauh ini belum ada kesepakatan organisasi kemasyarakatan Islam mengenai deposit tersebut. Padahal kesamaan pendapat diperlukan agar dam bisa dikumpulkan IDB. Selanjutnya hewan dam jemaah Indonesia yang dipotong di Mekah bisa diolah dan dikirimkan ke Tanah Air.
Muhammadiyah pun belum bersikap soal rencana deposit dam itu. "Belum bisa menjawab sekarang," ucap Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Sambil menunggu sistem deposit berjalan, Indonesia telah mengusulkan agar pembayaran dam dipermudah—dapat dilakukan di sektor atau maktab. Kupon-kupon akan disediakan di sana. Pada saat proses penyembelihan, pembayar denda juga diundang. Indonesia pun meminta MUI diikutsertakan dalam proses pembayaran dam agar memenuhi syarat syariah, kesehatan, dan harga hewan dam.
Erwin Zachri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo