Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Evaluasi Setelah Masa Karantina Direduksi

Pemerintah mereduksi masa karantina Covid-19 bagi pendatang dari luar negeri menjadi lima hari. Perlu pemeriksaan detail di awal dan akhir masa isolasi.

15 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Calon penumpang pesawat berjalan di area Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, 21 September 2021. ANTARA/Fauzan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah mengurangi masa karantina Covid-19 bagi pendatang dari luar negeri.

  • Awalnya, setiap orang dari luar negeri wajib menjalani isolasi mandiri selama tujuh hari, tapi sekarang cukup lima hari.

  • Riset menunjukkan bahwa, semakin pendek masa karantina, semakin tinggi peluang kebobolan kasus yang tak terdeteksi.

JAKARTA – Epidemiolog memperingatkan pemerintah soal ancaman penambahan masalah pandemi Covid-19 setelah keputusan pengurangan masa karantina pendatang dari luar negeri. Pakar wabah dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menyatakan bahwa petugas di lapangan harus semakin detail dalam memeriksa setiap orang yang sedang menjalani masa isolasi setelah melakukan perjalanan lintas negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dicky menyitir hasil riset yang mendapati tingkat kebobolan karantina di Cina, asal virus corona, mencapai 36 persen. "Mereka merupakan eks penghuni karantina yang lolos uji seka, padahal positif Covid-19," kata dia kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara itu, Selandia Baru merupakan negara dengan tingkat penularan relatif rendah, sebanyak 25 persen. Otoritas Negeri Kiwi menguji coba berbagai rentang waktu karantina pendatang, mulai 10, 7, dan 5 hari. Angka tertinggi, 25 persen, didapat pada masa isolasi lima hari. Artinya, makin pendek waktu karantina, makin tinggi kemungkinan angka kebobolan.

Dicky tidak mendukung maupun menolak soal pemotongan durasi karantina ini. "Semua keputusan ada risiko masing-masing," ujarnya. Namun Dicky mewanti-wanti pemerintah untuk menggelar evaluasi menyeluruh pada pekan kedua sampai keempat setelah penerapan pemotongan waktu karantina pendatang tersebut.

Hal penting lain, Dicky melanjutkan, adalah tidak menggunakan positivity rate sebagai parameter tunggal dalam menyalakan lampu hijau bagi suatu negara asal. Pemerintah juga perlu parameter lain, yaitu level penyebaran transmisi yang dilansir Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara mingguan. Dia menilai indikator tersebut lebih dinamis dan memudahkan petugas melakukan tracking atau penelusuran.

Wisatawan asing yang baru tiba antre untuk tes usap PCR di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Kuta, Bali, 1 Juli 2021. Johannes P. Christo untuk TEMPO

Pemerintah secara resmi memperbarui kebijakan aturan karantina Covid-19 bagi pendatang dari luar negeri, kemarin. Wiku Adisasmito, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, menyatakan masa isolasi adalah 5 x 24 jam sejak tiba di Indonesia. Setiap pendatang wajib menjalani uji seka PCR dan diulang pada hari keempat.

Keputusan ini dilansir pemerintah seiring dengan semakin terkendalinya laju penyebaran Covid-19 dan mulai dibuka kembalinya gerbang negara bagi wisatawan asing—yang tertutup sejak tahun lalu. “Berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan HAM terbaru, saat ini pemberian visa diizinkan untuk tujuan wisata, pembuatan film, tujuan komersial, dan tujuan mengikuti pendidikan,” kata guru besar Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) itu.

Siti Nadia Tarmizi, juru bicara pemerintah untuk vaksinasi Covid-19, menyatakan berbagai indikator menunjukkan penanganan pandemi di Indonesia membaik. Di antaranya positivity rate di bawah 1 persen, penelusuran atau tracking yang mencapai 10-14 per pasien, dan cakupan vaksinasi yang terus meluas.

Dia optimistis pemotongan masa karantina tidak mengganggu penanganan wabah tersebut, sepanjang petugas mengawasi kesehatan setiap pendatang dengan detail. “Kita bisa lihat dari banyak negara yang sudah melakukan hal serupa. Bahkan Amerika Serikat sudah tidak lagi menerapkan karantina,” ujar Siti Nadia.

Epidemiolog Pandu Riono mendukung kebijakan pengurangan masa karantina tersebut. Dia berpijak pada temuan Kementerian Kesehatan yang menyebut minimnya peluang terjadi transmisi virus corona pada batasan karantina lima hari. “Asalkan dilakukan tes entry dan exit dengan PCR secara ketat,” kata peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI itu.

MIRZA BHAGASKARA (MAGANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus