DENGAN sigap Margodi mengerahkan anak buahnya. Pagi itu, Sabtu
15 Desember lalu, Direktur Lembaga Pemasyarakatan Kota Curup itu
baru saja masuk kantor, ketika getaran gempa pertama terjadi.
Semua petugas diperintahkannya mengunci pintu-pintu penjara
sementara para petugas lain berjaga-jaga dengan senjata siap di
tangan. Dan para penghuni LP pun diperintahkan berlindung di
kolong tempat tidur masing-masing.
Getaran pertama itu merobohkan 70 meter dinding tembok penjara,
sementara 11 kamar rusak. "Pendeknya 75% bangunan LP rusak
berat," kata Margodi yang bertitel sarjana muda Ilmu
Pemasyarakatan itu. Tapi syukur tak seorang penghuni LP (67
tahanan 42 narapidana) yang cidera. "Juga tidak ada yang lari,"
tambah Margodi.
Getaran pertama gempa di Kabupaten Rejang-Lebong (Bengkulu) itu
terjadi jam 07.2.37 WIB. Menurut Kepala Stasion Meteorologi dan
Geofisika Kecamatan Kepahyang, M. Fachri Dahlan, berkekuatan 6
pada Skala Richter dengan kedalaman 25 km dari permukaan bumi,
jauhnya 17 km dari Kepahyang.
Gubernur Bengkulu Soeprapto memperkirakan, sumber gempa tersebut
berasal dari Gunun Kaba dan Gunun Bukit Daun. Hingga bisa
dimaklum bila 3 kecamatan yang paling dekat dengan kedua gunung
tersebut -- Kecamatan Lebong Selatan, Lebong Utara dan Padang
Ulak Tanding -- paling parah menderita. Juga 3 desa di
Kecamatan Kepahyang dan Curup, yaitu Desa Sawah, Bermanis dan
Daspetah.
Dalam waktu 10 hari setelah gempa pertama, getaran-getaran masih
berlangsung. Rata-rata setiap hari terjadi 3 kali getaran.
Karena itu tak sedikit penduduk yang enggan tinggal dalam rumah.
Yang repot, "hubungan antara satu desa dengan desa lain masih
sulit," kata Soeprapto. Apalagi alat penghubung SSB (side single
band) di Kecamatan Kepahyang rupanya tidak berfungsi hingga tak
diterima laporan dari stasion geofisika Kepahyang. Oleh sebab
itu gubernur juga tidak tahu persis desa-desa mana lagi yang
menderlta.
Hasil seluruh gempa bumi di Bengkulu adalah tak kurang dari
2.500 rumah roboh, 5 orang tewas, 125 luka berat dan 150 lagi
luka ringan. angunan umum lainnya juga rusak seperti masjid,
sekolah dan pasar. Kerugian sementara ditaksir sekitar Rp 4,6
milyar tidak termasuk kerugian harta benda penduduk.
Sementara itu kebutuhan bahan bakar di Kota Bengkulu juga jadi
sulit. Selama 2 hari sejak gempa premium habis. Kalau pun ada,
harganya Rp 500/liter. Puluhan mobil dan motor terpaksa antre di
pompa-pompa bensin sejak malam hari. Harga minyak tanah juga
naik, dari Rp 45 menjadi Rp 100/liter. Sayur-mayur tak
ketinggalan, yang semula Rp 50/kg menjadi dua kali lipat atau
lebih. Lebih-lebih karena sayur-mayur memang didatangkan dari
daerah-daerah yang dilanda gempa.
Dua hari kemudian, gempa juga muncul di Bali, dengan kekuatan
yang hampir sama 6,1 Skala Richter. Getaran pertama terjadi
Senin dini hari jam 02.58, secara susul-menyusul selama 3 menit.
Padahal sehari sebelumnya Minggu sore 16 Desember, umat Hindu di
sana sedang melangsungkan upacara yadnya atau pengorbanan, mohon
Hyang Widhi agar terhindar dari malapetaka.
Tak seorang pun melewatkan upacara itu, sebab hari itu merupakan
"kajeng keliwon uwudan" alias hari keramat. Malang, rupanya
malapetaka datang juga. Begitu mendadak hingga penduduk tak
sempat memukul kentongan. Guncangan-guncangan keras kembali
muncul seperti pernah terjadi 3 tahun lewat.
Sejumlah desa di Kabupaten Karangasem, Bali Timur, juga
terguncang. Semula diduga, sumber gempa adalah Gunung Agung yang
juga terletak di Karangasem. Tapi menurut kalangan meteorologi
setempat, gempa berpusat di Selat Lombok dengan kedalaman
normal.
Di Karangasem saja tak kurang dari 8.000 rumah roboh, korban
jiwa 27 orang. Bangunan umum seperti sekolah, pura, masjid dan
balai pengobatan hancur. Paling parah Kecamatan Abang dan Kubu,
yang beberapa hari lalu kelaparan. Desa Culik di Kecamatan Abang
yang berpenduduk 10.300 jiwa, 90% rumah rusak berat.
Sejak pagi buta RSIJ Karangasem yang berkapasitas 36 tempat
tidur penuh penderita yang luka-luka. Karena rumah sakit ini
juga rusak, perawatan dilakukan di luar, sementara pasien lama
dipindah ke Lembaga Pemasyarakatan, 1,5 km dari rumah sakit.
Tapi ada 5 orang pasien yang melarikan diri, konon karena
khawatir statusnya disa makan dengan tahanan.
Sementara itu bantuan mulai mengalir. Semua fraksi di DPRD Bali
bahkan sepakat mengalihkan anggaran yang mestinya untuk proyek
tak mendesak, untuk biaya menolong para korban. Bagi perbekel
Desa Culik, Ida Made Jelantik, yang paling dibutuhkan ialah
barak atau tenda. Sebab para korban buat sementara tidur di
kandang babi atau kandang ayam.
Mengenai parahnya Desa Culik, beredar cerita macam-macam. Ada
yang bilang, beberapa jam sebelumnya di desa itu tak ada angin
berhembus. Dan itu pertanda buruk. Dua jam sebelum getaran
pertama muncul konon ada seorang dukun, Oeman Pegeg (50 tahun)
melihat seorang tua berpakaian putih-putih memukul kentongan di
Balai Kulkul Pura Puseh. Tapi katanya hanya dukun itu sendiri
yang mendengar suara kentongan.
Sebulan sebelumnya penduduk Culik melangsungkan yadnya
besar-besaran setelah Pura Desa Puseh dipugar. Ketika itu
seluruh pemangku dadia (pemuka agama) kesurupan dan berbicara
macam-macam. Tapi tak seorang menyebut soal gempa. Ternyata pura
itu pun hancur, seperti 1963 lalu setelah dipugar, juga hancur.
"Mungkin pura itu memang tak boleh diperbaiki," ujar seorang
kakek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini