Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kini pribumi lawan tradisional

Setelah pukat harimau dibatasi, muncul trawl mini untuk menolong nelayan tradisional. ternyata mereka memakai jaring trawl dan beroperasi di semua wilayah. pemda ja-tim & ja-teng melarang trawl mini.(dh)

29 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENTROKAN antara nelayan tradisional dengan kapal pukat harimau (trawl) masih sering terjadi. Untuk menanggulanginya, juga melindungi nelayan tradisional, pemerintah membatasi jumlah si harimau. Hasilnya: hampir semua di antara sekitar 3.000 pukat yang menjaring hasil laut di perairan Indonesia sudah mendapat izin. Kepada mereka memang pernah dihimbau agar memberi kesempatan kepada nelayan yang lemah. Misalnya 2 bulan lalu ketika mereka dikumpulkan oleh Gubernur Jawa Timur Soenandar Prijosoedarmo. Dalam pertemuan itu Soenandar berkata agak keras: "Janganlah saudara seolah-olah menari di tengah keprihatinan nelayan kecil yang melarat. " Repotnya, "kebijaksanaan nasional" yang mengatur pembagian rezeki di laut itu belum mantap. Hal ini diakui oleh Dirjen Perikanan Imam Sudjono pertengahan bulan ini dalam rapat kerja dngan Komisi IV DPR. Menurut Dirjen, langkah-langkah mendasar "saat ini harus digodok secara intensif diharapkan dalam waktu yang relatif dekat telah dapat diselesaikan." Mungkinkah nelayan tradisional memiliki trawl? Sulit. Sebab selain mahal, sekitar Rp 15 - 20 juta, pemerintah juga sudah memutuskan. tidak menambah jumlah trawl yang ada. Kalau pun kesempatan itu ada, barangkali lewat KUD. Seperti awal tahun ini lebih kurang 150 trawl yang tertangkap (dan diadili karena melanggar ketentuan oprasi) diserahkan kepada Ditjen Koperasi. Bahaya Baru Usaha meningkatkan kemampuan nelayan untuk menangkap ikan bukan tak ada. Sebelum memanfaatkan trawl hasil sitaan liwat KUD, yang pertama ditempuh pemerintah ialah memberi kredit pada nelayan pribumi untuk membeli sejenis trawl ukuran lebih kecil seharga Rp 4 - 5 juta pukat harimau kecil itu konon dibikin oleh para ahli perkapalan asal Bagansiapi-api. Usaha seperti itu bahkan sudah dimulai setelah meletusnya "peristiwa Muncar" 5 tahun lalu (TEMPO, 1 September). Di Muncar, Banyuwangi, ketika itu sudah diluncurkan 54 unit kapal kecil selerek. Setiap unit dimiliki 13 nelayan. Dalam perkembangannya kemudian, ada beberapa selerek yang bisa disebut sebagai trawl mini. Hal itu karena mereka kemudian menangkap ikan dengan jaring trawl. Tentu saja secara diam-diam. Dalam izin Dinas Perikanan setempat, selerek hanya diperkenankan menggunakan jaring gillnet atau purse seine. Jaring semacam itu hanya bisa menangkap ikan pelagis seperti cakalang dan tuna di permukaan laut. Tapi trawl, mampu menggaruk ikan tenggiri di lapisan tengah, bahkan udang di dasar laut. Sekitar Agustus lalu, trawl mini pertama kali muncul di perairan Cilacap, kemudian dengan cepat menyebar ke segenap perairan Jawa Tengah. Bahkan juga di Jepara, Pati dan Rembang yang tak begitu banyak ikan. Hal ini sempat memprihatinkan Gubernur Jawa Tengah Soepardjo Roestam. Di pelabuhan nelayan Juana, Kabupaten Pati, 2 bulan lalu, Gubernur Soepardjo dan Dirjen Perikanan Imam Sardjono sepakat menanggulangi "bahaya baru" itu. "Masalah trawl sudah agak bisa diatasi. Tapi kalau trawl mini tidak di bendung, akibatnya akan sama saja, "kata gubernur. Di Cilacap September lalu 3 trawl mini ditangkap. Biarpun pemiliknya pribumi, segera akan diadili. "Mereka memang pribumi. Tap, saya tahu siapa di belakang mereka, meskipun itu tidak harus berarti non pribumi," kata gubernur. Untuk membedakan trawl besar dengan trawl mini tak sulit. Yang besar berukuran 15 x 3 meter, dengan mesin 100 - 150 PK, awak kapal 10 orang, kapasitas angkut 20 ton, harga Rp 15-20 juta. Yang mini ukuran 12 x 2 meter, mesin 24-35 PK, kapasitas angkut 3 ton, awak kapal 3-5 orang, harga Rp 5-7 juta. Meski lebih murah ketimbang trawl biasa, pukat harimau kecil toh hanya bisa dijangkau nelayan pribumi yang kuat. Trawl mini KM "Samudera" yang 2 bulan lalu ditenggelamkan nelayan tradisional di Cilacap misalnya, ternyata milik Syahbandar Cilacap, Sriyanto. Belum tuntas menghadapi trawl yang umumnya dimiliki pengusaha non-pribumi, kini nelayan tradisional menghadapi trawl mini yang pribumi. Mampu Merajalela "Trawl mini itu liar karena tidak punya izin. Jadi bisa dimengerti kalau ada pemda yang melarang," kata drs. Alwinur dari Ditjen Perikanan kepada TEMPO akhir pekan lalu. Sejak bulan lalu Pemda Ja-Teng dan Ja-Tim melarang trawl mini beroperasi di wilayahnya. Bahkan menurut Suhartono, Ka-Humas Pemda Ja-Tim, "bukan hanya pengusaha luar, pengusaha Ja-Tim sendirl termasuk KUDnya dilarang mengoperasikan trawl mini." Para pemilik trawl mini tentu merasa dirugikan. "Sejak pelarangan itu, sekitar 130 awak kapal kami nganggur," kata Atas Munandar (44 tahun) nelayan pribumi dari Cilacap mewakili 6 pemilik trawl lainnya. Sebab rekan-rekan Munandar menganggap pemilikan trawl mini itu sebagai konsekuensi anjuran pemerintah untuk memajukan nelayan tradisional. "Saya sudah minta kredit Rp 2 juta dan kredit KUD Rp 1,5 juta untuk memesan trawl mini. Tapi baru 3 bulan berjalan sudah dilarang," kata Munandar lagi. Dia enggan mengganti jaring trawl yang dipakainya dengan jaring gillnet. "Kalau pakai gillnet lagi, lalu kapan kita bisa maju?" tambahnya. Menurutnya, kalau trawl mini diizinkan beroperasi, trawl biasa akan bangkrut. Para pembuat trawl mini tampaknya cukup berpengalaman. Dan lihay. Kapal jenis ini dibuat sedemikian rupa hingga mampu merajalela di semua jalur. Baik di wilayah yang hanya dijatahkan buat nelayan tradisional (3 mil dari pantai), maupun di tengah laut (7 mil dari pantai), wilayah khusus bagi trawl biasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus