Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Akrobat di Tengah Vakansi

Menteri Luhut Pandjaitan mendorong penggunaan tes antigen yang dianggap lebih murah dan cepat ketimbang PCR. Biaya tes antigen jauh lebih tinggi daripada harga alatnya.

2 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemberlakuan tes antigen membuat sejumlah penumpang kelabakan.

  • Menteri Kesehatan saat itu, Terawan Agus Putranto, tak setuju dengan rencana tes antigen massal.

  • Pemerintah mempertimbangkan memperluas tes antigen massal.

RENCANA Sasmita kembali ke Ibu Kota pada Rabu malam, 30 Desember 2020, akhirnya berantakan. Mengambil penerbangan pukul 20.15 waktu Indonesia tengah, Sasmita dan anaknya kehabisan kuota tes cepat antigen di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar. Ia terpaksa mengurus perubahan jadwal pesawat. “Seharusnya pulang malam ini karena anak saya harus mengurus pekerjaannya besok,” katanya saat ditemui Tempo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nasib sama dialami Tam, 30 tahun. Pria asal Denpasar itu juga kehabisan kuota tes cepat antigen di Gedung Wisti Sabha, Bandara Ngurah Rai. Rencana dia terbang ke Pulau Kalimantan pun tertunda. Tam enggan mengikuti tes di luar bandara karena harganya lebih mahal. Di Ngurah Rai, tes cepat dipatok Rp 170 ribu. Sedangkan di luar harganya bisa hingga Rp 250 ribu. Apalagi dia terbang tak sendiri, tapi bersama istri dan anaknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Stakeholder Relation Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Taufan Yudhistira, mengatakan penumpang yang tak bisa terbang karena belum memiliki hasil tes usap antigen bisa mengajukan perubahan jadwal kepada maskapai penerbangan. “Tapi dengan ketentuan yang berlaku di maskapai,” ujarnya.

Menurut Taufan, tes usap antigen di bandara itu dibatasi hanya 1.100 pengujian untuk menghindari terjadinya kerumunan. Jumlah tersebut jauh di bawah rata-rata penumpang yang terbang dari Pulau Dewata. Pada Selasa, 22 Desember 2020, jumlah penumpang yang berangkat dari Bali sebanyak 5.640 orang. Lima hari kemudian, angkanya melonjak menjadi 8.461 penumpang.

Tes cepat antigen berlaku bagi mereka yang bepergian selama libur Natal dan tahun baru mulai Ahad, 20 Desember 2020, hingga Jumat, 8 Januari 2021. Ketentuan itu tercantum dalam surat edaran Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo pada 19 Desember 2020. Untuk penumpang kereta serta transportasi udara dari dan ke Pulau Jawa, surat negatif corona berdasarkan tes cepat antigen berlaku tiga hari. Aturan itu diadopsi oleh berbagai daerah, termasuk di Kalimantan. Sedangkan semua penumpang pesawat menuju Bali wajib menyertakan hasil tes polymerase chain reaction (PCR) yang berlaku 7 hari.

Warga antre di lokasi tes cepat Covid-19 di Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, 23 Desember 2020. ANTARA/Fikri Yusuf

Setelah aturan tes antigen dan PCR itu diberlakukan, kasus pemalsuan hasil tes terjadi di berbagai daerah. Di Surabaya, misalnya, polisi menangkap tiga orang yang membuat surat hasil tes antigen bodong. Ketiganya adalah petugas pusat kesehatan masyarakat, pemilik agen travel, dan seorang calo. Mereka menyasar calon penumpang kapal laut antarpulau yang harus memiliki surat keterangan hasil rapid test nonreaktif. Untuk satu surat, para calon penumpang harus membayar Rp 100 ribu.

Pada Rabu, 30 Desember 2020, relawan peduli pencegahan Covid-19, Tirta Mandira Hudi atau lebih akrab disapa Dokter Tirta, mengunggah tangkapan layar akun Instagram yang menawarkan jasa pembuatan hasil tes usap PCR palsu. Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan pemalsuan itu merupakan kejahatan besar karena mengancam keselamatan manusia. Bisa saja orang yang membawa hasil tes palsu ternyata mengidap virus corona. “Itu kejahatan yang berat sekali karena bisa menimbulkan kematian apabila terkena orang dengan komorbid,” katanya. 

•••

LIMA hari sebelum aturan itu diteken, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menggelar rapat virtual untuk mengantisipasi lonjakan jumlah kasus Covid-19 akibat libur Natal dan tahun baru. Berkaca pada libur panjang selama lima hari pada akhir Oktober 2020 untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad, terjadi lonjakan jumlah kasus positif. Di Jakarta, misalnya, tercatat 410 kluster keluarga dengan total 4.052 kasus positif.

Dalam rapat itu, Luhut—yang juga Wakil Ketua Komite Kebijakan Penanganan Covid-19—menyatakan antisipasi lonjakan jumlah kasus perlu dilakukan dengan mewajibkan tes antigen. Hasil pengujian antigen memiliki tingkat akurasi cukup tinggi. “Rapid test antigen memiliki sensitivitas yang lebih baik bila dibandingkan dengan rapid test antibodi,” ujar Luhut. Meski demikian, akurasi pengujian antigen lebih rendah ketimbang tes PCR. Adapun sebelumnya tes antibodi digunakan untuk penumpang kereta api.

Rapat tersebut dihadiri Doni Monardo; Menteri Kesehatan saat itu, Terawan Agus Putranto; Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi; serta sejumlah kepala daerah, seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Gubernur Bali I Wayan Koster. Seorang peserta rapat mengatakan, dalam pertemuan itu, Terawan mengungkapkan kekhawatirannya soal kewajiban tes antigen karena berpotensi meningkatkan angka positif. Ujungnya bakal terjadi lonjakan jumlah pasien di rumah sakit.

Dimintai tanggapan, Terawan tak merespons pesan WhatsApp dan panggilan Tempo. Tapi salah satu peserta rapat yang hadir, yakni juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, tak membantah ketika ditanyai soal kabar tersebut. Wiku mengatakan Terawan khawatir rumah sakit tak mampu menampung pasien yang membeludak. “Kalau positif kan harus dirawat. Rumah sakit jadi penuh dan pemerintah kan mesti tangani itu, sehingga enggak setujunya di situ,” ucap Wiku.

Meski terjadi perbedaan pendapat, Luhut meminta Kementerian Kesehatan mengatur harga tes antigen. Kementerian lalu menggodok ketentuan harga itu bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasilnya, harga tertinggi tes antigen untuk Pulau Jawa Rp 250 ribu dan luar Jawa Rp 275 ribu. “Prosesnya waktu itu diminta cepat sehingga kami menyiapkan analisis masing-masing dan disepakati harga tersebut,” ujar Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan BPKP Iwan Taufiq Purwanto kepada Tempo, Selasa, 29 Desember 2020.

Harga yang diusulkan Kementerian Kesehatan adalah Rp 275 ribu untuk Pulau Jawa dan Rp 300 ribu untuk luar Jawa. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir membenarkan hasil penghitungan lembaganya. “Ya, memang tadinya kami ketemu angka Rp 275 ribu. Beda sedikitlah,” tutur Abdul Kadir kepada Tempo, Kamis, 31 Desember 2020. Adapun harga yang diajukan oleh BPKP lebih rendah ketimbang Kementerian Kesehatan.

Harga dasar rata-rata alat tes usap antigen sebetulnya tak sampai Rp 200 ribu. Berdasarkan dokumen berlogo Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang diperoleh Tempo, harga alat rapid test antigen merek SD Biosensor asal Korea hanya berkisar Rp 80-90 ribu. Sedangkan merek Indec Rp 98 ribu dan merek Abbot asal Amerika Rp 120-160 ribu.

Menurut Iwan Taufiq, harga dasar tersebut belum memasukkan komponen lain. Dia mencontohkan, penyedia pelayanan tes antigen harus memperhitungkan harga alat pelindung diri, jasa dokter yang mengambil spesimen dan mengeluarkan surat keterangan hasil tes, biaya pengelolaan limbah, hingga margin untuk pemasok barang. “Dengan memasukkan semua komponen biaya itu, kami menyepakati harga Rp 250 ribu,” katanya. Adapun Abdul Kadir mengatakan angka itu sudah termasuk margin pengusaha sebesar 15 persen. “Jadi kami sepakati Rp 250 ribu karena kami tak ingin tes ini menjadi beban bagi masyarakat,” ujarnya.

Nyatanya, biaya tes antigen di sejumlah tempat yang dikelola badan usaha milik negara bisa jauh lebih rendah ketimbang harga batas atas. PT Kereta Api Indonesia, misalnya, menyediakan pelayanan rapid test antigen dengan biaya Rp 105 ribu untuk calon penumpang. Sedangkan PT Angkasa Pura I (Persero) menyediakan pelayanan tes antigen di beberapa bandara, seperti Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali; Bandara Ahmad Yani, Semarang; Bandara Internasional Yogyakarta; dan Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Biaya tes antigen di semua bandara itu dibanderol Rp 170 ribu. Pelayanan dibuka sejak 18 Desember, sehari sebelum Satgas Penanganan Covid-19 mengeluarkan surat edaran mengenai kewajiban antigen.

•••

KEBIJAKAN penggunaan tes antigen muncul sepekan setelah Doni Monardo, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, meminta daerah menghemat anggaran penanganan Covid-19. Salah satu yang disebut Doni adalah pengujian PCR. Doni meminta pengujian disesuaikan dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 1 orang per 1.000 penduduk tiap pekan. Ia mencontohkan DKI Jakarta yang telah mencapai 90 ribu orang per pekan, jauh di atas standar WHO.

Di Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil menyiapkan tes antigen massal. Pemerintah Jawa Barat telah menerima sumbangan rapid test kit dari sejumlah kelompok dan lembaga, seperti Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung dan PT PLN unit induk distribusi Jawa Barat. Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Jawa Barat Daud Achmad mengatakan Jawa Barat memberlakukan tes acak antigen di delapan titik rest area di jalan tol Cipularang dan Cipali. Pada 14-15 Desember 2020, telah dilakukan pengetesan terhadap 133 pelaku perjalanan. Dua di antaranya ada yang positif Covid-19.

Calon penumpang melakukan tes cepat antigen di Stasiun Yogyakarta, Gedong Tengen, DI Yogyakarta, 22 Desember 2020. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah

Adapun di Bali, Kepala Dinas Kesehatan Ketut Suarjaya mengatakan telah menerima pasokan alat tes antigen sekitar 150 ribu unit dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, lembaga yang dipimpin Doni Monardo. Jumlah itu, kata Ketut, cukup untuk menggelar tes selama libur tahun baru hingga 8 Januari 2021. Sebagian alat tes itu ditempatkan di Pelabuhan Gilimanuk. Bali mewajibkan pendatang jalur darat dan laut membawa hasil tes usap antigen yang berlaku tiga hari. Pemerintah Bali menggratiskan tes usap untuk sopir truk logistik—rata-rata berjumlah 300-400 kendaraan tiap hari—yang tak membawa surat hasil tes antigen.

Menurut Ketut, kebijakan tes antigen itu perlu diambil untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di Bali. Awal Desember 2020, Bali masuk 10 besar provinsi dengan jumlah kenaikan kasus Covid-19 tertinggi. Kasus positif di Pulau Dewata pada Jumat, 11 Desember 2020, bertambah 110 orang menjadi 15.292 pasien.

Ketut belum bisa memastikan keberlanjutan tes antigen setelah masa libur tahun usai. “Akan dilihat dulu trennya setelah dua pekan,” ujarnya. Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan pemerintah akan mengevaluasi hasil dari kebijakan ini. Tak tertutup kemungkinan kebijakan itu dilanjutkan. “Kalau kebijakan ini mampu menekan penyebaran virus, mungkin saja bisa dilanjutkan. Tapi kami lihat dulu evaluasinya.”

DEVY ERNIS (JAKARTA), AHMAD FIKRI, ANWAR SISWADI (JAWA BARAT), MADE ARGAWA (BALI)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus