Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Di lantai, setelah inpres

Sejak pembangunan sd inpres digiatkan, keadaan sd negeri dilupakan. kekurangan guru & mineler & sejak pom bubar & diganti bp3 keadaan menjadi parah. murid bawa bangku sendiri atau bersila dilantai.(dh)

1 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK program membangun SD (sekolah dasar) dengan biaya Inpres, nasib SD Negeri yang ada rupanya hampir terlupakan. Kabupaten Asahan (Sumatera Utara) misalnya, dengan memiliki 238 SD Negeri, 215 SD Inpres dan 127 SD Swasta, sesungguhnya tak ada masalah lagi. Sekurang-kurangnya klrena dengan demikian hampir seluruh anak usia sekolah sudah dapat ditampung, walau di beberapa tempat harus berdesakan. Tapi toh, kekurangan guru masih tetap merupakan masalah utama untuk daerah ini. Menurut Kepala Seksi Pendidikan Dasar Kantor Departemen P & K Asahan, D. Pinem, daerah ini masih kekurangan 923 guru SD. Perinciannya, 548 untuk SD Negeri dan 375 untuk SD Inpres. Setiap tahun memang pemerintah mengangkat guru baru, tapi hanya untuk SD Inpres. "Sedang untuk SD Negeri, sejak 1971 tidak lagi," kata Pinem. Itu baru soal guru. Tapi tak kalah parahnya adalah perkara perabotan sekolah yang menimpa SD-SD Negeri di daerah ini. Seperti diketahui sebelum 1972 pengadaan peralatan (mibeler) ditanggung seluruhnya oleh POM (Persatuan Orangtua Murid) dari hasil kutipan pada para murid yang waktu itu masih diperkenankan. Tapi sejak POM bubar dan diganti BP3 dengan ketentuan SPP satu-satunya bentuk kutipan, keadaan menjadi parah. Ditambah dengan ketakutan dilaporkan kepada Opstib, seiak itu praktis kebutuhan peralatan sematamata tergantung pada pemerintah daerah. Dan dengan keadaan keuangan daerah yang serba terbatas, tak sulit ditebak, kebutuhan peralatan itu semakin sulit dipenuhi. Sebagai contoh tahun lalu Pemda Asahan hanya memperoleh 12 unit mibeler--satu unit terdiri dari 20 meja dan 40 kursi. Dan tahun ini direncanakan 9 unit. Akan Kami Cek Dari sekian ratus SD Negeri di Asahan yang kekurangan mibeler 32 sekolah di antaranya paling parah. "Sudah- benar-benar SOS," ujar Nuh Hasibuan Kepala Kantor Departemen PDK Asahan. Beberapa di antaranya terpaksa membiarkan murid-murid belajar dengan duduk di lantai. SD Negeri nomor 010070 di Desa Banjar (Kecamatan Air Joman--Asahan) misalnya. Dari 5 lokal yang dimilikinya hanya 2 lokal yang punya bangku atau meja. Selebihnya kosong. Maka murid di 3 kelas itu harus rela duduk bersila di lantai. "Terkadang saya sangka mereka sedang menulis, ternyata sudah tidur," kata Nyonya Saida boru Pasaribu guru kelas satu dan dua di sekolah itu. SD Negeri Nomor 1 di Kisaran (ibukota Kabupaten Asahan) yang terkenal sebagai sekolah favorit juga mengalami nasib kekurangan mibeler. Dari 6 lokal yang ada (dengan 380 murid), hanya 3 lokal yang lengkap. Untung pimpinan sekolah itu mengambil kebijaksanaan dengan mengharuskan murid-murid yang mampu membawa bangku dari rumah. Itupun hanya 15 orang murid. "Habis tak pernah ada laporan tertulis," jawab Alfred Lumbangaol, anggota DPRD Asahan ketika ditanyakan mengenai hal itu, "tapi kalau begitu keadaannya akan kami cek nanti." Itu saja. Dan murid-murid boleh menunggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus