Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Distribusi kematian

Ada perbedaan yang mencolok pada tingkat kematian anak dari keluarga miskin dan kaya. diusulkan agar tingkat ekonomi mereka ditingkatkan. mereka kurang kalori, gizi tapi tak tersentuh program.

1 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PONIYEM lahir pada hari baik. Dia lahir pada hari Senin Legi yang, menurut primbon, akan mempunyai budi pekerti yang terpuji. Lagi pula wuku-nya "kulawu", jadi Poniyem kan berwatak jujur, pemurah dan punya rejeki yang melimpah. Namun pada umur 10 bulan dia sakit panas, lalu mati. Sebelum mati namanya diganti menjadi Urip (sembuh), tapi tidak menolong. Adiknya bernama Poniran, lahir sesudah dia mati. Poniyem tidak sempat melihat Poniran. Poniran juga lahir pada hari yang baik, Senin Pon. Tapi riwayatnya malah lebih pendek lagi dari kakaknya Poniyem. Pada umur lima bulan dia mencret. Ibunya, Mbok Kromo, segera memanggil dukun, yang memberinya obat lalu serta merta merobah Poniran jadi Slamet. Ia komat kamit cukup lama mengucapkan-mantera yang panjang. Caranya meyakinkan sekali. Tapi Slamet tidak bisa diselamatkan. Maut merenggutnya seputar tengah malam, setelah empat hari sakit perut. Dua dari empat.anak Pak Kromo dan Mbok Kromo sudah mati. Kecut hati mereka. Namun mereka insyaf juga bahwa nasib mereka masih lumayan dibanding Pak JOYO dan Mbok Joyo. Inah anak Pak JOYO sudah mencapai 4 tahun. Dia sakit panas dan batuk beberapa kali ke klinik dan pernah ke dokter tapi akhirnya kembali ke dukun, lalu mati. Untuk menutupi ongkos penyakit sebesar Rp 5.500 kalung Mbok Joyo dijual dengan harga miring. Adiknya Topo mati setahun kemudian pada umur dua tahun. Juga sakit panas, tapi dicurigai ada rokh jahat turut campur tangan. Habislah anak Pak Joyo dan Mbok Joyo. Dalam keadaan habis akal, mereka pergi ke dukun terkemuka Mbah Karyo untuk meminta nasehat. Mbah Karyo mengecek semuanya dengan seksama--weton, wuku, tanda-tanda badan, sampai pada letak rumah sebelum kawin. Dia terpaksa menyimpulkan: Pak JOYO dan Mbok JOYO betul-betul tidak jodoh. Lalu mereka cerai. Tidak jodoh, apa boleh buat. Apa boleh buat, anak-anak dilahirkan untuk mengisi kuburan. Rawan Terhadap Maut Tidak perduli tanggal dan bulan kelahiran, tidak perduli apakah bernama Urip, Slamet, Rahayu atau Rakhmat, golongan Pak Kromo dan Pak Joyo amat rawan terhadap maut. Mereka, golongan miskin, punya angka k.ematian yang tinggi. Keadaan gizi yang buruk, sanitasi yang buruk, membikin mereka Jadi konsumen kain kafan yang besar. Hidup mereka rapuh. Berbeda dengan orang yang punya, Walau anak mereka diberi nama Joni, Jeki Ike atau Inge, anak-anak itu toh ' urip", "rahayu" dan "siamet". Tidak usah banyak slametan, mereka toh selamat, terhindar dari mati muda. *** Seminar ini amat serius. Amat terasa punya tujuan yang berguna untuk menunjang pembangunan. Bukan sekedar untuk menghabiskan uang menjelang penutupan tahun anggaran, untuk berbagi uang harian, plus uang transpor plus konsumsi. Bukan sekedar menambah aktivitas untuk melicinkan kenaikan pangkat. Pada pembukaan disebut-sebut Tahun Internasional Anakanak. Dikemukakan bahwa perlu sekali diperhatikan Sepuluh Hak Asasi Anak-anak: 1. Hak untuk mendapatkan kasih sayang, cinta kasih dan pengertian. 2. Hak untuk mendapatkan gizi dan perawatan kesehatan yang cukup. 3. Hak untuk mendapatkan pendidikan. 4. Hak untuk mendapatkan hiburan dan rekreasi. Dan seterusnya. Para penceramah membahas soal kesehatan, penyakit dan kematian. Ada yang membahas perbedaan angka kematian yang begitu menyolok antara negara kaya dan negara miskin. Pendapatan per kapita begitu jelas kaitannya dengan angka kematian. Dari 1000 kelahiran bayi, sebelum berumur setahun, yang mati cuma 8 di Swedia, cuma 14 di Singapura tapi 125 di Indonesia dan 132 di Bangladesh. Tidak lupa dibahas soal memasyarakatkan layanan kesehatan, soal community medicine. Community medicine lebih ampuh dari hospial medicine, yang titik beratnya kuratif. Community medicine itu komprehensif, preventif, kuratif rehabilitatif, prornotif. Cuma-Cuma Kejutan timbul ketika seorang tokoh yang progresip mengacungkan jarinya lalu bicara. "Untuk menekan angka kematian, saya usulkan agar layanan kesehatan dibikin cuma-cuma untuk seluruh Indonesia. Layanan klinik dan Puskesmas cuma-cuma. Dengan begitu kita mengarah pada pemerataan kesehatan. Orang miskin akan tertolong sekali. Lalu negeri kita bisa seperti Sri Langka. Walau pendapatan per kapita rendah, angka kematian juga rendah. Distribusi kematian menjadi tambah baik." Seorang tokoh lain memberi tanggapan secara meyakinkan. "Layanan cuma-cuma, kecuali negeri kita yang miskin tidak mampu, bisa merugikan. Bahayanya, dengan kebijaksanaan itu kita meningkatkan ketergantungan pada obat, pada layanan. Penurunan angka kematian yang mantap bertautan dengan perbaikan status gizi, sanitasi dan lingkungan hidup. Jadi, tanpa perbaikan ekonomi yang berarti bagi golongan miskin di Indonesia, angka kematian mereka tidak bisa ditekan ke tingkat rendah. Jangan dibandingkan dengan Sri Langka. Pola distribusi pendapatan mereka lain. Jaminan sosial mereka baik terhadap golongan lemah." Tokoh yang progresip itu bicara sekali lagi. "Kalau begitu kapan berakhir ketidak-adilan ini? Anak-anak orang miskin akan bermatian walaupun bertambah jumlah klinik dan Puskesmas. Yang paling miskin, the poorest of the poor tidak disentuh program. Banyak meninggal. Mereka yang hidup hidup-hidupan. Kurang kalori, kurang protein, punya gondok dan yang lainnya yang tidak beres." Tidak ada yang menanggapinya lagi. Pembahasan beralih ke masalah lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus