Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Dokter panen cum laude

Mahasiswa fk-uns dan unair banyak yang lulus dengan predikat cum laude. fkui belum ada lulusan yang meraih predikat tersebut. penilaian tergantung masing- masing perguruan tinggi. ada pihak yang meragukan.

12 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FAKULTAS Kedokteran Universitas Nasional Sebelas Maret (UNS) Surakarta berhasil memanen predikat cum laude. Bayangkan, dari 528 lulusan -- dalam wisuda Desember lalu -- FK-UNS memborong delapan predikat cum laude. Peristiwa ini mungkin akan tergores dalam sejarah lulusan fakultas kedokteran di Indonesia. Namun, prestasi itu tak serta-merta mengundang sambutan. Beberapa pihak justru meragukannya. Salah satu adalah surat pembaca yang dimuat di majalah TEMPO pekan lalu. Keabsahan nilai mahasiswa itu dipertanyakan. "Betapa sulitnya fakultas lain untuk melahirkan lulusan cum laude. Ini berbeda dengan fakultas kedokteran yang malah produktif," tulis surat pembaca itu meragukan. Yang juga dipertanyakan adalah sistem ujian check point yang diterapkan di FK-UNS. Mahasiswa tinggal menghafal dan memilih jawaban yang sudah tersedia. "Benarkah nilai tersebut sudah mencerminkan kualitas cum laude yang sesungguhnya? Atau demi gengsi fakultas belaka," tanyanya. Kecaman itu ditangkis Rektor UNS Prof. Kunto Wibisono. Menurut pimpinan universitas itu, prestasi delapan mahasiswa lulus cum laude -- dari 68 mahasiswa FK-UNS yang diwisuda -adalah wajar. Penilaian, katanya, sah dan obyektif. "Tanpa ada dongkrak-dongkrakan," ujar Rektor UNS itu kepada TEMPO. Setiap mahasiswa, untuk bisa mengantungi predikat cum laude memang tak mudah. Di UNS, misalnya, mereka harus meraih indeks prestasi (IP) rata-rata di atas 3,5. Artinya, nilai setiap mata kuliah harus A dan B. Selama ini, menurut Kunto, lulusan UNS yang mendapat predikat cum laude baru 15 orang. Fakultas Kedokteran kebagian 11 lulusan, Fakultas Pertanian dua orang, dan sisanya dari Fakultas Sastra. Fakultas Kedokteran lebih produktif menelurkan cum laude, katanya, karena sistem pembaruan pengajaran berjalan mulus dan bobot mahasiswa pun relatif lebih menonjol. Dibandingkan dengan fakultas lain, kata Rektor UNS, mahasiswa Fakultas Kedokteran memang lebih jago. "Jadi, untuk meraih predikat cum laude, mungkin fakultas lain agak sulit," katanya. Padahal, kata rektor, sistem ujian sama di semua fakultas. Setiap dosen diwajibkan menulis buku -- untuk pegangan mahasiswa dan sekaligus bahan diskusi. Soal sistem ujian dengan check point, katanya, itu pun bukan satu-satunya. Fakultas Kedokteran UNS selalu menyelenggarakan ujian kombinasi esai dan check point. Kesempatan memperbaiki nilai bagi yang gagal atau bernilai jelek juga berlaku untuk semua fakultas. Bukan cuma terjadi di fakultas kedokteran. Tujuannya, bukan semata untuk melahirkan lulusan dengan nilai yang tinggi. "Lagi pula, kasihan kalau nilai mereka rendah. Bisa sulit mencari kerja," katanya. Menurut Dekan FK-UNS, Prof. Sucipto, mahasiswa lain hendaknya tak boleh iri. Sebab, katanya, para mahasiswa yang masuk FK-UNS memang tergolong bibit unggul. Nilai tes UMPT (ujian masuk perguruan tinggi), kata Sucipto, paling rendah 750. Ini berarti lebih tinggi dibandingkan dengan syarat minimal masuk fakultas lain. Tambah lagi, ada pula mahasiswa FK yang dijaring lewat jalur PMDK. Calon mahasiswa yang pintar diincar sejak mereka masih SMA. Semua kegiatan mahasiswa FK-UNS dinilai lewat komputer. Sistem nilainya, sebenarnya, tak banyak beda dengan yang diterapkan di fakultas sama dari universitas lain. "Adanya nilai obyektif tak perlu diragukan. Jadi, kalau ada mahasiswa yang meraih predikat cum laude, berarti kami ikut bertanggung jawab," katanya. Amiyawati Wijaya, salah seorang peraih predikat cum laude, kesal ketika ada pihak yang meragukannya. Gadis yang masuk FKUNS pada 1986 itu menyesalkan adanya pihak yang meragukan prestasinya. "Selama ini, saya belajar keras," kata gadis asal Pekalongan, Jawa Tengah, yang masuk FK-SKS pada 1986 itu. Bahkan, ia buka kartu. Sejak SMA, Amiyati selalu menyandang juara. Kebetulan, dokter baru itu mendapat nilai IP 3,70 atau tertinggi di antara teman-temannya. Sebagai juara, ia pun mendapat berbagai hadiah. Perusahaan penerbangan Merpati, misalnya, menghadiahkan tiket Solo-Denpasar pergi-pulang. Rektor sendiri memberi sebuah buku kamus bahasa Indonesia. Namun, pemberian predikat cum laude itu agaknya tak lepas dari sistem penilaian di setiap perguruan tinggi. Ada yang mengobral nilai murah dan ada pula yang pelit. Misalnya saja, FK Universitas Indonesia. Menurut Prof. Mardiono Marsetyo, Dekan FK-UI, sampai sekarang belum ada lulusan S-1 yang meraih predikat cum laude. Tampaknya hanya FK Universitas Airlangga, Surabaya, yang lebih berani memberikan cum laude. Selama tiga tahun terakhir, dari 264 mahasiswa lulusan, ada 11 lulusan yang mampu meraih nilai lebih dari 3,5. Namun, FK Universitas Airlangga mungkin masih tergolong pelit dalam memberi nilai. "Karena, selama sepertiga masa pendidikannya selalu dilakukan evaluasi yang subyektif. Jadi, sulitlah untuk mencapai nilai yang tinggi," kata Prof. Soemarto, Pembantu Dekan Bidang Akademis. Artinya, kriteria predikat cum laude, menurut Soemarto, pun bisa berbeda antara universitas yang satu dan lainnya. "Mungkin pertanyaannya begitu saja, agak dalam, atau terlalu dalam," katanya. Menurut Prof. Gde Ranuh, Dekan FK Universitas Airlangga, seorang dokter bisa saja berhasil tanpa harus punya otak yang encer. "Namun, juga ditentukan dari penampilan mereka di masyarakat nantinya. Sebab, dokter yang nilainya pas-pasan pun banyak yang sukses di masyarakat," kata guru besar itu kalem. Gatot Triyanto, Kastoyo Ramelan, dan Supriyanto Khafid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus