Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dosen UGM Liburkan Mahasiswanya untuk Gabung Aksi Tolak Revisi UU TNI Siang ini

sivitas akademika yang terdiri dari dosen, pegawai, dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta akan menghadiri aksi tolak revisi UU TNI.

18 Maret 2025 | 11.30 WIB

Kampus Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Dok. UGM
Perbesar
Kampus Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Dok. UGM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta akan meliburkan mahasiswa mereka agar bisa bergabung dalam aksi menolak revisi Undang-Undang TNI (UU TNI) dan dwifungsi TNI pada Selasa siang, 18 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Sebagian (dosen) meliburkan. Tetapi mayoritas memang siang enggak banyak kelas karena bulan Ramadan,” kata Dosen Fakultas Hukum UGM Yogyakarta Herlambang Wiratraman kepada Tempo, Selasa, 18 Maret 2025.

Herlambang mengatakan sivitas akademika yang terdiri dari dosen, pegawai, dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta akan menghadiri aksi. Ia mengatakan aksi itu digelar di Balairung pada pukul 13.00 WIB.

Selain dihadiri dosen dan mahasiswa UGM, elemen dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta juga akan bergabung sebagai bentuk solidaritas. Aksi akan berlangsung selama satu jam dan akan diisi pembacaan petisi.  “Kemudian kawan-kawan bebas untuk mimbar bebas,” tuturnya.
 
Seruan aksi dari pelbagai poster juga meminta peserta berpakaian serba hitam. Seruan aksi di UGM muncul setelah panitia kerja mengebut pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Revisi disinyalir menambah jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit aktif dari 10 menjadi 15. Hal ini menimbulkan kekhawatiran kembalinya dwifungsi TNI.

Penolakan juga didengungkan sebelumnya oleh 192 organisasi masyarakat sipil dan 179 individu lewat petisi pada Senin, 17 Maret 2025. Mereka menilai agenda Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 itu tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Petisi ini dibuat di Change.org sejak Ahad, 16 Maret 2025 dan hingga pagi ini sudah ditandatangani 12 ribu orang. 

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto mengatakan, pemerintah telah menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Revisi UU TNI kepada DPR pada 11 Maret 2025. Namun, DIM itu bermasalah karena terdapat pasal-pasal yang akan mengembalikan militerisme atau dwifungsi TNI. 

“Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Justru akan melemahkan profesionalisme militer. Sebagai alat pertahanan negara, TNI dilatih, dididik dan disiapkan untuk perang, bukan untuk fungsi non-pertahanan seperti duduk di jabatan-jabatan sipil,” kata Sulistyowati saat membacakan petisi di kantor YLBHI di Jakarta Pusat, kemarin. 

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa pembahasan revisi UU TNI tidak dilakukan secara terburu-buru. Ia membantah anggapan bahwa RUU tersebut dibahas secara diam-diam di hotel dan menegaskan bahwa prosesnya telah berlangsung sejak lama dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

"Tidak ada rapat yang terkesan diam-diam, karena rapat yang dilakukan di hotel itu adalah rapat terbuka. Boleh dilihat di agenda rapatnya, rapat diadakan terbuka," ujar Sufmi Dasco dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 17 Maret 2025.

Dasco juga menanggapi aksi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memprotes apat panitia kerja (panja) DPR RI dan pemerintah. Aktivis Kontras menerobos masuk ke ruangan rapat pada Sabtu, 15 Maret 2025. Dasco menyebut rapat tersebut sebenarnya digelar terbuka dan sebenarnya semua organisasi bisa terlibat apabila memberi surat resmi.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menepis pernyataan Dasco. Ia membantah rapat tersebut dilakukan terbuka. 

Menurut Isnur, rapat di hotel bintang lima merupakan sesuatu yang janggal di tengah arahan efisiensi Presiden Prabowo Subianto. Apalagi, dilakukan di ruang tertutup tanpa ada tayangan siaran langsung seperti rapat di DPR.

“Saya tanya apakah jurnalis boleh meliput di ruang Fairmont secara terbuka dalam proses pembahasan? Tidak! Jurnalis disimpan di luar ruangan. Artinya apa? Untuk tugas pers saja, meliput pemberitaan agar masyarakat tahu, enggak dikasih ruang,” kata Isnur di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, 17 Maret 2025.

Isnur menegaskan, kalau memang DPR berniat transparan sejak awal, seharusnya rapat digelar terbuka sesuai aturan tata tertib pembahasan undang-undang dengan melibatkan jurnalis dan organisasi masyarakat sipil. Keterbukaan ini, kata Isnur, penting agar publik mengetahui siapa yang mendukung dan kontra terhadap pasal yang dibahas. 

“Jadi kita tahu si A ini, anggota parlemen atau DPR ini bilang apa? Fraksi mana yang paling ngotot? Fraksi mana yang kemudian memihak rakyatnya kita tahu. Sekarang kan gelap. Fraksi mana yang memihak rakyat? Fraksi mana yang membela dwifungsi? Anggota DPR mana yang berjuang mati-matian agar percepatan? Kita enggak tahu,” katanya. 

Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus