Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

DPR Masih Tunggu Surat Presiden untuk Bahas RUU Polri

Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas mengatakan masih menanti surat presiden untuk memulai pembahasan RUU Polri.

10 April 2025 | 16.33 WIB

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman (tengah) didampingi Anggota Komisi III Rikwanto (kiri), Wakil Ketua Komisi III Sari Yuliati, Nazaruddin Dek Gam, dan Hasbiallah Ilyas menyampaikan konferensi pers catatan akhir tahun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 27 Desember 2024.  ANTARA/Dhemas Reviyanto
Perbesar
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman (tengah) didampingi Anggota Komisi III Rikwanto (kiri), Wakil Ketua Komisi III Sari Yuliati, Nazaruddin Dek Gam, dan Hasbiallah Ilyas menyampaikan konferensi pers catatan akhir tahun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 27 Desember 2024. ANTARA/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - DPR hingga kini masih menunggu surat presiden untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Kepolisian RI atau RUU Polri. Menurut anggota Komisi III DPR Hasbialah Ilyas, perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2002 itu merupakan inisiatif DPR sejak 2024. "Kami di parlemen saat ini masih menunggu supres dari Presiden untuk membahas bersama pemerintah," kata Ilyas saat dihubungi pada Kamis, 10 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Selain belum menerima surpres, Ilyas juga menyebut pemerintahan Presiden Prabowo Subianto belum menyerahkan draft revisi UU Polri versi pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akibatnya, hingga hari ini Ilyas mengklaim tidak tahu persis bagaimana kebijakan pemerintah terhadap UU Polri. "Apakah ada perubahan atau tetap seperti yang sekarang ini," ujarnya. ilyas mengatakan, DPR masih akan terus memantau bagaimana sikap dan pernyataan resmi pemerintah terhadap revisi UU yang telah berlaku selama 23 tahun itu.

"Termasuk wewenang Polri perlu ada perubahan atau tidak, nanti akan kita ketahui dari sikap pemerintah terhadap revisi UU Polri yg diusulkan DPR," kata Ilyas. Ini bukan pertama kalinya anggota dewan mengatakan bahwa legislator belum mendapat Surpres untuk membahas RUU Polri.

Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan bahwa mereka belum menjadwalkan pembahasan RUU Polri. Puan juga menampik kabar yang menyebutkan DPR segera membahas revisi UU Polri setelah mengesahkan revisi UU TNI. Puan menegaskan, apabila ada surpres yang beredar di publik, itu bukan surpres resmi yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto. 

Dia juga memastikan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Polri yang beredar saat ini bukan draf resmi karena pimpinan DPR belum menerima surpres RUU tersebut. “Jadi, kalau sudah ada DIM yang beredar, itu bukan DIM resmi,” kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 25 Maret 2025.

Adapun RUU Polri disorot karena beberapa pasal yang diusulkan untuk diganti. Berdasarkan draf RUU Polri yang diperoleh Tempo, Pasal 16 ayat 1 huruf q menyatakan Polri berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai, intervensi polisi dalam membatasi ruang siber berpotensi mengecilkan ruang berpendapat yang dimiliki publik. Selain itu, kewenangan Polri dalam penindakan di ruang siber ini berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, hingga Badan Sandi dan Siber Negara.

Usulan perubahan yang menuai polemik dalam draf RUU Polri juga terdapat dalam Pasal 14 ayat 1 huruf g. Pasal itu menyatakan, Polri bertugas untuk mengkoordinasi, mengawasi, dan melakukan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, penyidik lain yang ditetapkan oeh UU, dan bentuk pengamanan swakarsa.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, usulan perubahan pasal ini justru mendekatkan peran Polri sebagai superbody investigator. Tugas pembinaan terhadap pasukan pengamanan swakarsa yang dimiliki Polri juga perlu dievaluasi. Sebab, Koalisi Masyarakat Sipil menilai, tugas itu berpotensi memunculkan pelanggaran HAM maupun ruang bagi "bisnis keamanan".

Pasal lain yang menjadi polemik dalam draf RUU Polri yaitu pasal16 A. Ini mengatur tentang kewenangan Polri menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional.

Koalisi Masyarakat Sipil memandang, usulan itu membuat kewenangan Intelkam yang dimiliki Polri melebihi lembaga lain yang mengurus soal intelijen. Lewat usulan pasal ini, Polri diduga punya kewenangan untuk menagih data intelijen dari lembaga-lembaga seperti BSSN hingga Badan Intelijen Strategis TNI.

Novali Panji berkontribusi dalam artikel ini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus