Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Setengah Hati Mengejar Legislasi Prioritas

DPR punya waktu dua bulan untuk menuntaskan pembahasan puluhan legislasi prioritas. Dewan tak menargetkan segera rampung.

30 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • DPR punya waktu dua bulan untuk menuntaskan pembahasan 36 legislasi prioritas.

  • Badan Legislasi DPR menyatakan tak ingin memasang target untuk menyelesaikan seluruh utang pembahasan rancangan undang-undang (RUU).

  • Undang-undang yang sarat kepentingan politik, ya, sebaiknya juga jangan dibahas dan dimasukkan dalam legislasi prioritas.

JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat punya waktu dua bulan untuk menuntaskan pembahasan puluhan legislasi prioritas pada masa sidang ini. Dalam waktu singkat itu, Badan Legislasi DPR menyatakan tak ingin memasang target untuk menyelesaikan seluruh utang pembahasan rancangan undang-undang (RUU).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Achmad Baidowi, mengatakan penggodokan sejumlah RUU yang sudah memasuki tahap pembahasan tingkat pertama akan dilanjutkan pada bulan depan ketika masa sidang di DPR kembali dimulai. Ia mengatakan tak ada skala prioritas karena pembahasan dilakukan paralel antara komisi-komisi di DPR dan pemerintah. “Kami hanya mengharapkan semua pihak yang berkepentingan bisa sama-sama cepat membahas dalam sisa masa sidang DPR,” ujar Baidowi, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap tahunnya, menurut Baidowi, DPR biasanya menargetkan menyelesaikan pembahasan 30 persen RUU yang masuk program legislasi nasional prioritas. Saat ini, total ada 37 legislasi yang masuk program tersebut. Dari jumlah itu, ada 14 rancangan yang tengah dalam pembahasan tingkat pertama. “Kalau semua kerja keras, bisa disahkan,” ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.

Kinerja legislasi DPR setiap tahunnya menjadi sorotan karena kerap menelurkan undang-undang yang tak memperhatikan kepentingan masyarakat. Revisi Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), misalnya, masuk legislasi prioritas. Sejumlah kalangan menilai pembahasan draf tersebut sarat kepentingan politik. Meski begitu, draf aturan itu kini sedang disusun Badan Legislasi DPR. Beberapa hal yang akan diubah misalnya masa jabatan pimpinan BPK dan perubahan kewenangan BPK.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Achmad Baidowi. dpr.go.id

Adapun aturan yang mengatur kepentingan masyarakat luas masih mandek di DPR. Misalnya, RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Draf rancangan tersebut masih disusun Badan Legislasi DPR sejak tiga tahun terakhir. Ada pula revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah dibahas selama setidaknya tiga periode anggota DPR, tapi juga tak kunjung selesai.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya, mengatakan sejumlah RUU yang berhubungan dengan pandemi Covid-19 menjadi perhatian khusus Dewan dan pemerintah selama sisa masa sidang DPR pada tahun ini. Menurut dia, ada dua aturan yang berhubungan dengan pandemi, yakni revisi Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang kini sedang dibahas Komisi Sosial dan perwakilan pemerintah. Aturan kedua, revisi undang-undang tentang wabah penyakit menular yang drafnya masih disusun pemerintah. “Ini pembahasan yang paling urgen karena berhubungan dengan masyarakat yang terkena dampak pandemi,” kata politikus Partai NasDem ini.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya. dpr.go.id

Sejumlah aturan penting lainnya juga masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2021. Aturan itu antara lain perubahan undang-undang pemasyarakatan yang mengubah sistem peradilan pidana khusus pemakai narkoba menjadi sistem keadilan restorasi. Selain itu, pembahasan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang rencananya merevisi empat pasal “karet”. Selain itu, pembahasan RUU Ibu Kota Negara yang mengatur urusan pindah ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan.

Willy mengatakan strategi pembahasan terhadap RUU tersebut adalah mempermudah kinerja anggota Dewan dan pemerintah untuk menghadiri rapat pembahasan. Apalagi rapat pembahasan RUU kini bisa dilakukan dari jarak jauh atau secara daring. “Jadi, seharusnya tidak ada alasan pembahasan tertunda karena tidak ada yang datang rapat,” ucap dia.

Menanggapi hal tersebut, peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, mengatakan kegagalan Dewan setiap tahun untuk mencapai target legislasi menunjukkan harus ada perubahan fundamental dalam perancangan program legislasi prioritas. “Jangan semua dipaksakan, digenjot harus dibahas dalam satu tahun,” kata dia. “Undang-undang yang sarat kepentingan politik, ya, sebaiknya juga jangan dibahas dan dimasukkan dalam legislasi prioritas.”

INDRI MAULIDAR
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus