Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memiliki banyak orang berpengaruh yang berperan dalam upaya kemerdekaan bangsa. Tahukah Anda, terdapat dua orang tokoh yang mempunyai nama belakang sama, yaitu Eduard Douwes Dekker dan Ernest Douwes Dekker. Karena memiliki nama belakang yang sama persis, keduanya sering dianggap sebagai satu orang yang sama. Padahal, mereka adalah dua tokoh yang berbeda.
Melansir dari laman perpusnas.go.od, Eduard dan Ernest memang sama-sama berdarah Belanda. Keduanya juga masih memiliki pertalian darah. Namun, Eduard dan Ernest lahir di era yang berbeda.
Eduard hidup pada abad ke-19, sementara Ernest baru lahir pada pertengahan abad ke 19. Eduard dikenal sebagai Multatuli, sang penulis buku Max Havelaar, sedangkan Ernest dikenal sebagai salah satu tokoh dalam tiga serangkai.
Melansir dari laman Dirkespus Kabupaten Lebak, Eduard Douwes Dekker atau Multatuli (nama samarannya dalam buku Max Havelaar) memiliki saudara kandung bernama Jan Douwes Dekker. Kemudian, Jan Douwes Dekker mempunyai cucu bernama Ernest Douwes Dekker. Sehingga, hubungan antara Eduard dengan Ernest adalah ibarat kakek dengan cucu.
Max Havelaar karya Douwes Dekker
Eduard lahir di Belanda pada 1820 dan meninggal di Jerman pada tahun 1887. Sedangkan Ernest lahir di Pasuruan pada 1879 dan meninggal di Bandung tahun 1950. Ernest terlahir dari pasangan Auguste Henri Eduard Douwes Dekker dan Louisa Margaretha Neumann. Ia juga memiliki tiga orang saudara di antaranya, Adeline, Julius, dan Guido yang semuanya lahir di Indonesia.
Ernest adalah nama yang dipakainya sedari kecil. Sedangkan sejak Indonesia merdeka, namanya menjadi Danudirja Setiabudi. Nama itu adalah pemberian dari Presiden Soekarno. Danu artinya banteng, Dirja artinya kuat dan tangguh, sementara Setiabudi berarti berbudi setia.
Ayah Ernest Douwes Dekker adalah seorang pialang bursa efek dan agen bank, hal itu yang membuat keluarganya berpindah-pindah tempat. Kondisi tersebut akhirnya berpengaruh terhadap jejak pendidikannya.
Awalnya, ia bersekolah di Europeeschee Lagare School (ELS) Batavia, setingkat dengan sekolah dasar khusus masyarakat Eropa dan keturunan Eropa di Hindia Belanda pada saat itu. Di sana, ia terinspirasi dari seorang Multatuli, mendiang saudara kakeknya yang menulis Max Havelaar.
Kemudian, ia juga melanjutkan pendidikan di Hogere Burger School (HBS), lalu di HBS Gymnasium Koning Willem III. Karena tidak memiliki cukup uang untuk melanjutkan di jenjang perguruan tinggi dan harus pergi ke luar negeri, ia akhirnya bekerja di perkebunan kopi “Soember Doerene” di Malang, Jawa Timur.
Ia juga memiliki jejak jurnalistik dengan menjadi reporter Koran. Danudirja pun melanjutkan karirnya di bidang jurnalistik dengan bergabung dengan Soerabaiasch Handelsblad. Ia juga sempat menjadi salah satu staf redaksi di Bataviaasch Nieuwsblad.
Selain aktif di bidang jurnalistik, Ernest Douwes Dekker juga menggunakan rumahnya sebagai tempat berkumpul tokoh nasional seperti Soetomo dan Tjipto Mangunkoesoemo (Pelajar STOVIA), ia juga turut berperan dalam pembentukan organisasi Budi Utomo.
RISMA DAMAYANTI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.