Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mempertanyakan persepsi rivalnya, Djarot Saiful Hidayat, mengenai pemberdayaan kearifan lokal dalam pemerintahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam debat tahap pertama Pilgub Sumatera Utara di Medan pada Sabtu malam, 5 Mei 2018, Edy menyebutkan adanya kearifan lokal dengan istilah Dalihan Na Tolu yang cukup dikenal di kalangan etnis Batak. Cagub yang berpasangan dengan Musa Rajekshah tersebut beranggapan bahwa kearifan lokal bisa dijadikan prinsip dalam pemerintahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi pertanyaan itu, Djarot menjelaskan bahwa kearifan lokal memang penting, bahkan dapat menjadi salah satu dasar pemimpin ketika mengambil keputusan dan kebijakan dalam pemerintahan. Dengan konsep Dalihan Na Tolu, ada keseimbangan tiga sama sisi dalam pranata sosial yang mengedepankan dialog, termasuk dalam masalah pertanahan.
Pemanfaatan kearifan lokal yang berujung pada dialog untuk mengambil mufakat itu, tercantum dalam sila keempat Pancasila, yakni musyawarah dalam mencapai mufakat.
Cagub yang berpasangan dengan Sihar Sitorus tersebut sepakat bahwa kearifan lokal berupa Dalihan Na Tolu dapat dioptimalkan penggunaannya, terutama dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan adat.
"Karena itu, saya sangat yakin, tidak ada masalah yang tidak selesai jika diselesaikan dengan mufakat," kata Djarot dalam debat yang digelar KPU Sumut itu.
Edy kembali mempertanyakan pemanfaatan kearifan lokal dalam etnis Batak tersebut terkait dengan program pengembangan potensi wisata Danau Toba. Sebab, ada 500 hektare lahan yang sebagian milik masyarakat akan digunakan. Apalagi, kata Edy, di lahan yang akan digunakan itu ada kuburan raja adat dan pengertian adat.
Menanggapi hal itu, Djarot Saiful Hidayat mengakui bahwa kearifan lokal Dalinan Na Tolu baik digunakan di kawasan Danau Toba dengan mengajak para raja dan pengetua adat untuk membahasnya.
Karena itu, kata Djarot, gubernur dan wakil gubernur perlu turun untuk berdialog dengan masyarakat, termasuk dengan masyarakat Sumut yang selama ini dikenal dengan sikap yang keras dan tegas.
"Masyarakat Sumut memang keras, tapi kalau pintar mengambil hatinya, masyarakat Sumut manis dan baik hati," ujar cagub yang didukung PDI Perjuangan dan PPP itu.