Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat atau Elsam, Nurul Izmi, mengatakan pemerintah kerap menciptakan kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat secara umum. Bahkan Izmi menilai kebijakan yang dibentuk itu terkesan seperti mengecek “ombak” hingga ada massa aksi yang menolaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Izmi mencontohkan hal ini terhadap kebijakan teranyar perihal kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen. Pemerintah sudah mengumumkan kenaikan pajak ini yang akan mulai berlaku pada 2025 sesuai dengan undang-undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kebijakan PPN ini banyak sekali penolakan dari masyarakat. Tapi masyarakat tetap harus turun ke jalan, tetap harus menyuarakannya,” kata Izmi dalam sebuah diskusi di Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 20 Desember 2024.
Izmi menilai penolakan yang dilayangkan oleh masyarakat ini sebagai sebuah ironi. Dia menyebut masyarakat harus menolak sebuah kebijakan yang bahkan mereka tak dilibatkan ketika penyusunan kenaikan PPN 12 persen ini.
“Lucunya penyusunan kebijakan itu tidak pernah melibatkan pihak-pihak yang kemudian diperkirakan akan terdampak. Kedepan mungkin akan sulit, pemerintah tidak memberikan ruang untuk partisipasi bermakna itu,” ucap Izmi.
Kenaikan PPN 12 persen sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyatakan kenaikan pajak ini hanya akan berlaku selektif bagi barang mewah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis, 14 November 2024 lalu mengungkapkan rencana kenaikan PPN 12 persen ini adalah kebijakan untuk membuat APBN tetap sehat.
Para pimpinan DPR menyetujui kebijakan ini. Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menjelaskan DPR juga akan mengikuti Undang-undang terkait dengan kenaikan PPN pada 1 Januari 2025. Pemerintah dan DPR tengah melakukan kajian lebih mendalam bahwa PPN nanti akan tidak berada dalam satu tarif.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan barang-barang pokok yang berkaitan dengan layanan yang menyentuh masyarakat masih tetap diberlakukan pajak sekarang, yaitu 11 persen. Prabowo mempertimbangkan usulan penurunan PPN untuk kebutuhan pokok diturunkan. Adapun usulan itu awalnya datang dari sejumlah anggota dewan.
"Mengenai usulan dari kawan-kawan DPR bahwa ada penurunan pajak kepada kebutuhan-kebutuhan pokok yang langsung menyentuh kepada masyarakat, Bapak Presiden tadi menjawab bahwa akan dipertimbangkan dan akan dikaji," kata Dasco dalam konferensi pers usai rapat dengan Prabowo di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis, 5 Desember 2024.
Daniel Ahmad Fajri, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.