Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ganjar Pranowo Ditanya Soal Angka Perceraian di Jawa Tengah

Gubernur Jawa Tengah (Jateng) inkumben non aktif Ganjar Pranowo dan pasangannya Taj Yasin memiliki cara memberdayakan janda di Jateng.

31 Maret 2018 | 13.17 WIB

Pasangan calon gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo-Taj Yasin (nomor urut satu) dan Sudirman Said-Ida Fauziah (nomor urut dua) di Semarang, Jawa Tengah, 13 Februari 2018. ANTARA/R. Rekotomo
Perbesar
Pasangan calon gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo-Taj Yasin (nomor urut satu) dan Sudirman Said-Ida Fauziah (nomor urut dua) di Semarang, Jawa Tengah, 13 Februari 2018. ANTARA/R. Rekotomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Semarang - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) inkumben non aktif Ganjar Pranowo dan pasangannya Taj Yasin memiliki cara memberdayakan janda di Jateng. Berbagai program inovatif akan dilakukan untuk tetap memberdayakan janda di usia yang masih produktif.

"Saya saat berada di Komisi E, terus turun dan mencari tahu apa sebab tingginya angka perceraian. Karena dampaknya salah satunya adalah ada janda, serta dampak pada perekonomian. Ke depan, program ketahanan keluarga sangat perlu dilaksanakan," ungkap Yasin dalam acara taaruf bersama para Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jateng di Jalan Singosari Raya, Sabtu 31 Maret 2018.

Baca juga: Jelang Pilkada, Sudirman Said Temui Rizieq Shihab

Yasin tak menampik soal perceraian di Jateng menjadi sorotan di Komisi E DPRD Jateng saat ia masih menjabat. Di wilayah Wonogiri misalnya. Ia mendapati kejadian angka perceraian 18 perkara setiap harinya. Hal tersebut ternyata juga didapati di 35 daerah di Jateng, yakni angka perceraian masih tinggi.

"Di Komisi E sudah kami susun Perda soal ketahanan keluarga. Karena itu yang utama. Selain untuk menekan poin soal kemiskinan, maka pendidikan keluarga sangat perlu," ujar pengurus DPW PPP Jateng itu.

Yasin mengatakan berkali-kali sudah menganalisa bagaimana dampak perceraian. Beberapa di antaranya yakni kondisi psikologis anak, kemandirian perekonomian perempuan, hingga pertahanan diri perempuan menghadapi resiko sosial. Termasuk, penguatan keagamaan dalam keluarga perlu dilakukan sebagai dasar menempuh biduk rumah tangga.

"Dalam Perda yang disusun, sejak dini aturan soal pendampingan pernikahan juga sudah tertera. Karena dalam pernikahan ada akad yang harus dijunjung tinggi. Jangan karena saling berdalil, kemudian perempuan dan lelaki tidak bisa setara. Peran mereka harus saling melengkapi. Isu soal perceraian dan janda memang sangat sensitif," kata Yasin.

Ganjar mengatakan, penanganan terhadap perceraian yang mengakibatkan adanya janda dan anak yang terpisah dari orang tua menjadi hal yang wajib disorot. Banyak faktor, seperti perceraian karena kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perselingkuhan, urusan ekonomi, hingga budaya.

"Kalau masalah rumah tangga selesai dengan bercerai saja tidak bisa. Faktornya banyak. Harus ada pendampingan pada perempuan yang harus melanjutkan hidup. Seperti peningkatan ekonomi kreatif dan pendampingan usaha itu penting untuk kemandirian," kata Ganjar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ungkapan tersebut dikemukakan Ganjar Pranowo - Taj Yasin saat ada pengurus yang menanyakan soal angka perceraian di Jawa Tengah. Dalam diskusi mengungkap data perceraian di Jateng cenderung meningkat dari tahun ke tahun, namun masih menduduki posisi terendah ketimbang Jabar dan Jatim. Setidaknya, angka perceraian di Jateng yang muncul dalam diskusi saat itu mencapai 10.000 kasus pada 2016, lebih rendah ketimbang Jabar sekira 29.000 dan Jatim sekira 18.000 kasus perceraian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus