Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Ganti Rugi Di Sungai Lakam

Keributan soal ganti rugi tanah di sungai lakam, pulau karimun, kep. riau. masyarakat yang tanahnya kena proyek penambangan pt timah, menolak ganti rugi yang ditawarkan, karena harga bahan bangunan mahal.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK tanah di Pulau Karimun (Kabupaten Kepulauan Riau) digerogoti lmtuk mengambil timahnya, baru akhirakhir ini saja terdengar keributan soal ganti rugi tanah. Ini tentu karena ada hubungannya dengan produksi unit Penarnbangan Timah Singkep yang 65% berasal dari Pulau Karimun. Keributan berpangkal mula di Sungai Lakam, Kepenghuluan Karimun Kota. Lebih dari 70 orang dari 109 orang yang rumah dan tanahnya terkena gerogotan PT Timah menolak ganti rugi yang ditawarkan kepada mereka. Rencana pembebasan tanah di sini -- yang kebetulan mengandung deposit besar sudah dimulai 1974/1975. Tapi menurut ir. M. Sianaan, Pejabat Sementara Kawilasi Karimun, karena kesulitan keuangan baru tanun ini pembebasan itu dilakukan. Akibatnya harga taksiran pada 2 - 3 tahun lalu itu sudah jauh berbeda dengan sekarang. Terutama karena harga bahan bangunan sudah jauh meningkat. Lalu harga ganti rugi untuk 76 buah rumah yang semula semua berjumlah Rp 21,8 juta, dituntut penduduk agar dinaikkan 150%. Lalu tanaman yang semula akan diganti Rp 18,9 juta, diminta agar dinilai berdasarkan hasil panen. Dituntut pula agar diberi ongkos: membongkar bangunan rumah, pengangkutan pindah, dan ongkos membangun lagi. Apalagi kepada mereka yang tergusur ini diharuskan menebus kapling seharga Rp 27.500 untuk tanah berukuran 20 X 25 meter. Semua itu tuntutan dari mereka yang tetap berkeras tak mau beranjak dari tempat kediaman sekarang sebelum diberi ganti rugi sepantasnya. Sebab beberapa orang di antaranya telah sempat menerima ganti rugi seperti ditentukan panitia. Seorang penduduk bernama Abdullah Mad Sandi misalnya, beberapa waktu lalu diharuskan menerima ganti rugi Rp 10.000. Artinya untuk menebus kapling saja uang itu tak cukup. 20% Sementara sama-sama bertahan itu, akhirnya pihak PT Timah mau menaikkan ganti ruginya lebih tinggi 20% dari taksiran semula. Menurut Siahaan kenaikan itu sudah maksimal dan sudah menjadi ketentuan Jakarta. Tapi penduduk tetap menolak. Sampai akhirnya pihak pemda Kabupaten Kepulauan Riau mendengar persoalannya. Tapi rupanya pihak ini tak banyak berbuat, kecuali menyesalkan bahwa ketika membentuk panitia ganti rugi pihak Pemda tak diajak serta. Bahkan Camat Karimun, drs. Andi Rivai Siregar, tak tahu menahu soal itu, "karena taksiran panitia dilakukan sebelum saya menjadi camat di sini," ucapnya. Akhirnya pihak DPRD Kepulauan Riau membentuk sebuah tim untuk meninjau daerah sengketa itu. Tapi setelah berkonsultasi dengan pihak Pemda, disimpulkan agar "ganti rugi itu jangan sampai membuat perusahaan boros dan jangan pula harga kemanusiaan hilang," seperti diungkapkan M. Sadar, Ketua DPRD Kepulauan Riau. Pernyataan ini tampaknya tak begitu saja menyelesaikan urusan, sehingga soalnya pun tetap berkepanjanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus