SEJAK tanah di Pulau Karimun (Kabupaten Kepulauan Riau)
digerogoti lmtuk mengambil timahnya, baru akhirakhir ini saja
terdengar keributan soal ganti rugi tanah. Ini tentu karena ada
hubungannya dengan produksi unit Penarnbangan Timah Singkep yang
65% berasal dari Pulau Karimun.
Keributan berpangkal mula di Sungai Lakam, Kepenghuluan Karimun
Kota. Lebih dari 70 orang dari 109 orang yang rumah dan tanahnya
terkena gerogotan PT Timah menolak ganti rugi yang ditawarkan
kepada mereka. Rencana pembebasan tanah di sini -- yang
kebetulan mengandung deposit besar sudah dimulai 1974/1975. Tapi
menurut ir. M. Sianaan, Pejabat Sementara Kawilasi Karimun,
karena kesulitan keuangan baru tanun ini pembebasan itu
dilakukan.
Akibatnya harga taksiran pada 2 - 3 tahun lalu itu sudah jauh
berbeda dengan sekarang. Terutama karena harga bahan bangunan
sudah jauh meningkat. Lalu harga ganti rugi untuk 76 buah rumah
yang semula semua berjumlah Rp 21,8 juta, dituntut penduduk agar
dinaikkan 150%. Lalu tanaman yang semula akan diganti Rp 18,9
juta, diminta agar dinilai berdasarkan hasil panen. Dituntut
pula agar diberi ongkos: membongkar bangunan rumah,
pengangkutan pindah, dan ongkos membangun lagi.
Apalagi kepada mereka yang tergusur ini diharuskan menebus
kapling seharga Rp 27.500 untuk tanah berukuran 20 X 25 meter.
Semua itu tuntutan dari mereka yang tetap berkeras tak mau
beranjak dari tempat kediaman sekarang sebelum diberi ganti rugi
sepantasnya. Sebab beberapa orang di antaranya telah sempat
menerima ganti rugi seperti ditentukan panitia. Seorang penduduk
bernama Abdullah Mad Sandi misalnya, beberapa waktu lalu
diharuskan menerima ganti rugi Rp 10.000. Artinya untuk menebus
kapling saja uang itu tak cukup.
20%
Sementara sama-sama bertahan itu, akhirnya pihak PT Timah mau
menaikkan ganti ruginya lebih tinggi 20% dari taksiran semula.
Menurut Siahaan kenaikan itu sudah maksimal dan sudah menjadi
ketentuan Jakarta. Tapi penduduk tetap menolak. Sampai akhirnya
pihak pemda Kabupaten Kepulauan Riau mendengar persoalannya.
Tapi rupanya pihak ini tak banyak berbuat, kecuali menyesalkan
bahwa ketika membentuk panitia ganti rugi pihak Pemda tak diajak
serta. Bahkan Camat Karimun, drs. Andi Rivai Siregar, tak tahu
menahu soal itu, "karena taksiran panitia dilakukan sebelum saya
menjadi camat di sini," ucapnya.
Akhirnya pihak DPRD Kepulauan Riau membentuk sebuah tim untuk
meninjau daerah sengketa itu. Tapi setelah berkonsultasi dengan
pihak Pemda, disimpulkan agar "ganti rugi itu jangan sampai
membuat perusahaan boros dan jangan pula harga kemanusiaan
hilang," seperti diungkapkan M. Sadar, Ketua DPRD Kepulauan
Riau. Pernyataan ini tampaknya tak begitu saja menyelesaikan
urusan, sehingga soalnya pun tetap berkepanjanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini