Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Denda Dan Yang Liar

Gubernur kal-teng, silvanus mengeluarkan sk 1 juni 1977 setiap kayu hasil tebangan rakyat yang dianggap ar dikenakan denda 300% dari tarif ihh. ketua opstib, sudomo, menyatakan denda itu pungli.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANGGAL 1 Juni 1977 Gubernur Kalimantan Tengah mengeluarkan surat keputusan. Isinya: tiapkayu hasil tebangan rakyat yang dianggap liar dikenakan denda 300% dari tarif IHH (iuran hasil hutan). Ini amat mengejutkan seluruh masyarakat perkayuan di daerah ini, terutama rakyat yang hidup hanya dari menebang kayu-kayu (secara liar) dan sekaligus juga para pengusaha penggergajian yang selama ini menampung kayu-kayu tadi. Itu berarti para penebang atau pengusaha kayu gelondongan' harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 6.600 untuk tiap kubik sementara di Banjarmasin sebelum ada ketetapan itu harga di bawah Rp 6.000. Dengan sendirinya hargapun meloncat naik. Para pemilik kayu tinggal geleng-geleng kepala, sementara pemilik penggergajian bingung. Dari golongan terakhir ini ada juga yang tetap membeli dengan harga mahal, sematamata untuk memenuhi kontrak mereka dengan langganan. Dan sementara itu pihak Gappika (Gabungan Pengusaha Penggergajian Kayu Kalimantan) masih mencoba mempertahankan produksi anggota-anggotanya karena memikirkan sekitar 10.000 orang buruhnya. Antara lain mereka berusaha agar mendapatkan areal (HPH) hutan atas nama Gappikka. Sudomo Tapi kunjungan Ketua Opstib Pusat Sudomo akhir Nopember lalu ke Kalimantan merupakan kejutan bagi para penebang dan pemilik pabrik penggergajian. "Main denda itu pungli" kata Sudomo. Para pengusaha kayu tak memberi makna lain ucapan itu, kecuali denda tadi harus dihapus. Tapi segera dijawab Gubernur Kalimantan Tengah Silvanus melalui Kepala Humasnya TT Suan: "denda itu bukan pungli." Dan Silvanus buru-buru ke Jakarta untuk menjelaskan duduk soal sebenarnya. Namun menurut drs. Patianom, Ketua Pelaksana Harian Opstib Kalimantan Tengah, SK Gubernur mengenai denda itu bukan mengatur soal pungutan. "Tapi mengatur penebanganliar" ucapnya. Sedangkan denda itu sendiri, adalah sanksinya. Meskipun demikian, menurut Patianom, SK Gubernur 1 Juni itu sudah dibekukan, walau waktu itu Silvanus belum kembali dari Jakarta. Ini berarti rakyat penebang kayu secara liar di kawasan Barito Utara yang sudah siap menumpuk kayu semenjak kedatangan Sudomo, mulai sibuk mengirim ribuan kubik kayu mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus