SEMACAM keributan memperebutkan hasil Pajak Pembangunan I (PB I)
bukan hal baru di Bali. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP)
no.3/1957 PB I ini dipungut dan digunakan oleh
kotamadya/kabupaten bersangkutan. Uangnya berasal dari antara
lain rumah-rumah penginapan, restoran, hotel, bar dan
sejenisnya.
Nah, Kabupaten Badung di Bali, sebagai pusat hotel-hotel dan
berbagai fasilitas turis kebagian rezeki yang tak kecil dari PB
I ini. Tahun 1971/1972 saja masuk ke kas kabupaten ini lebih
dari Rp 161 juta, bahkan membengkak terus sehingga mencapai
lebih dari Rp « milyar tahun lalu.
Melihat angka-angka itu cukup alasan bagi 7 kabupaten lainnya
untuk merasa iri. Alasannya, para wisatawan berbondong ke pulau
ini karena tertarik pada obyek-obyek yang unik. Ini kebanyakan
terdapat di Kabupaten Gianyar. Begitu pula kabupaten-kabupaten
lain yang juga merasa punya obyek wisata yang selalu ramai
dikunjungi. Tapi toh mereka tak mendapatkan PB I. Paling-paling
ke-7 kabupaten ini hanya kebagian sisa-sisa belanja suvenir dari
para pelancong. "Kabupaten lain dapat turisnya, Badung dapat
uangnya" begitu keluh kabupaten-kabupaten di luar Badung.
DPRD Bali Hasil Pemilu 1971 menanggapi juga keluhan itu.
"Perataan pendapatan dari PB I harus dibagi rata dengan daerah
lain yang ikut menunjang kepariwisataan" kata Ketua DPRD Bali
waktu itu. Suara ini mendapat dukungan, terutama dari
kabupaten-kabupaten miskin PB I itu. Bahkan 1972 ,pernah
terbentuk sebuah tim dari Pemda Bali untuk berjuang ke Jakarta,
agar "PB I dipungut langsung oleh Pemda Tingkat I dan
penggunaannya diatur oleh propinsi bersangkutan." Tim ini tak
begitu berhasil, karena ketentuan mengenai hal itu bukankah
diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang meliputi semua
propinsi.
Tapi usaha tim tak seluruhnya gagal. Sebab dalam sebuah pleno
khusus 1972 DPRD Kabupaten Badung menyetujui usul bupatinya agar
30 penghasilan PB I Badung disumbangkan kepada
kabupaten-kabupaten lain lewat propinsi. eputusan ini mulai
dilaksanakan 1973/ 1974. Waktu itu PB I Kabupaten Badung
mencapai Rp 218 juta lebih.
Meskipun kabupaten-kabupaten iain saling berlumba untuk menggali
sumber-sumber PB I, tapi tahun 1977 ini soal itu terungkit lagi.
Kabupaten Bangli misalnya setelah mempunyai 2 restoran bertaraf
internasional hanya mendapat PB I Rp 5 juta tahun 1975/1976.
Tapi sementara itu PB I Kabupaten Badung terus menggebu. Maka
DPRD Bali awal Nopember lalu kembali bersidang mengenai perataan
pendapatan dari PB I ini. Suara-suara cukup keras. Pokoknya,
"pemerataan pendapatan dan keadilan harus ditegakkan, PB I mesti
milik Pemda Tingkat I." Sebua'n tim khusus dibentuk untuk
memperjuangkannya di Jakarta. "Mereka tidak tahu, meningkatkan
pendapatan dari pajak itu adalah berkat kerja keras" Bupati
Badung, I Dewa Gde Oka menangapi.
Bahkan Bupati Gde Oka dengan kesal menambahkan: "Kami
menyumbangkan 30% itu karena kerelaan semata-mata, kalau mau
bisa saja kami stop, ini kan pungli." Karena, katanya lagi,
sumbangan itu tak ada dasar hukumnya. Disebutnya juga bahwa PB I
yang didapat Kabupaten Badung selama ini selalu digabungkan
dengan pendapatan-pendapatan lain dalam APBD. Tapi apakah Pemda
Badung memang berani menyetop sumbangannya? Tampaknya masih
tergantung dengan perjuangan Tim DPRD Bali yang tetap
menghendaki PB I itu dipungut oleh Pemda Propinsi Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini