LAKON "Gatutkaca Melamar Korpri" hampir rampung. Layar belum turun, tetapi kepastian Rusman - beserta 7 rekannya di Wayang Orang Sriwedari, Solo menjadi pegawai negeri hampir pasti. "Sedang diproses. Prinsipnya Presiden setuju dan kini tinggal menunggu soal administrasinya," ujar Menko Polkam Surono ketika berkunjung ke Solo pekan lalu. Kedelapan anggota WO Sriwedari ini memang sudah lama menanti pengangkatan mereka. Dua tahun lalu, ketika pemerintah mengangkat 16 rekan mereka menjadi anggota Korpri, Rusman tersentak. Pemain-pemain wayang orang yang diangkat itu berasal dari generasi yang jauh lebih muda, dan kebanyakan figuran. Ketegangan agaknya tak terhindari. "Sampai-sampai sakit hatiku terbawa ke pentas," ujar Rusman mengaku. Rusman memang pantas kecewa. Hampir empat dasawarsa, ia setiap malam bermain di gedung yang terletak di taman hiburan Sriwedari. Nama-nama Rusman, Darsi (istri Rusman), Surono menjadi buah bibir karena kepiawaiannya menari. Grup ini biasa menarikan Gatutkaca, Pergiwa, dan Antareja. Mereka berhasil meraih ketenaran dan sukses. Sekalipun zaman berubah dan usia bertambah, keterampilan menari masih mereka kuasai dan masyarakat agaknya belum melupakannya. Buktinya, dalam sebulan trio ini minimal mampu memenuhi 6 pementasan di luar Sriwedari. Honor mereka Rp 1 juta sekali main. Jadi, agaknya bukan segi finansial yang mereka cari. "Kami perlu ketenangan di hari tua kami memerlukan pengakuan," ujar Rusman. Pengabdian empat puluh tahun bukan masa yang pendek. Di usianya yang sudah 62 tahun, Rusman hampir tak pernah lowong berpentas di Sriwedari yang hanya menghargainya Rp 600 sekali main. Bila ia diangkat menjadi pegawai negeri, berbekal pendidikan SD, gajinya sebagai golongan I hanya sekitar Rp 40 ribu. "Terserah mau golongan berapa, saya serahkan kebijaksanaan pemerintah," ujar Rusman penuh harap. Rencana pengangkatan Rusman dan kawan-kawannya, diam-diam, menjadi ganjalan di kalangan pejabat Pemda Solo. Timbul pro-kontra ketika rencana itu dimusyawarahkan. "Ia 'kan dibina oleh Lekra di tahun enam puluhan," ujar sebuah sumber. Tetapi sumber lain membantah, "Ia 'kan bukan pemain politik. Tak ada data yang memberatkan dia." Rusman sendiri tentu saja menolak, "Saya tak pernah ikut Lekra, itu fitnah. Kalau saya tersangkut, tentu ada datanya," tuturnya penuh emosi. Tapi ia mengakui, sekitar tahun 1965, pernah mementaskan ketoprak dengan cerita Bendung Edan. Cerita itu mengisahkan seorang rakyat yang istrinya diambil raja dan kemudian memberontak dengan senjata arit. Mungkin ini yang ditafsirkan orang sebagai PKI. "Yang menafsirkan begitu itu orang edan," katanya membela diri. KESERETAN mengangkat seniman menjadi pegawai negeri agaknya jamak. Seperti Karanji Kristanto, 73, misalnya. Pemusik Orkes Radio Yogyakarta ini baru diangkat menjadi pegawai negeri tahun 1981 lalu dan langsung pensiun. Padahal, ia sudah bekerja di RRI sejak 30 tahun sebelumnya. Karanji yang diangkat bersama 454 seniman dari 10 studio RRI, yang antara lain bersama Pak Besut, memperoleh pangkat IV-a, sejenjang dengan kepala studio. Pangkat yang tinggi ini diterima karena pengabdiannya cukup lama, selama 30 tahun, dan pendidikannya yang tinggi, AMS-setingkat SMTA. Sementara seniman lain kebanyakan berpendidikan SD, bahkan tak jarang yang buta huruf. Rusman agaknya belum seberuntung Karanji. Proses pengangkatan sebagai pegawai negeri, yang antara lain mengisi formulir, baru dilakukan awal tahun ini. Dispensasi dari Presiden agaknya memberi suntikan baru. Senin malam ini mereka bermain penuh semangat di Sriwedari. Tapi Rusman, yang berjanji akan berpesta bila niatnya terkabul, masih cukup berhati-hati, "Andaikan ayam bertelur, telurnya masih di perut, baru kelihatan sedikit."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini