Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Protes Petani Sukabumi

43 petani curugkembar, sukabumi, memprotes dpd golkar, seraya mengembalikan kartu anggota golkar. pasalnya, tanah yang dijanjikan akan menjadi milik rakyat itu, digusur pt pasirbitung. (nas)

19 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"GOLKAR menang, tanah milik petani hilang," ujar A. Usman, 53, seorang petani di Desa Curugkembar, Kecamatan Sagaranten, sekitar 73 km arah selatan Kota Sukabumi. Ayah empat anak itu memang kecewa. Ia, seorang dari 43 petani di daerah itu, yang memprotes karena Ketua DPD Golkar Sukabumi ingkar janji. Mereka unjuk rasa dengan mengembalikan Kartu Anggota Golkar yang ditandatangani sang ketua di bulan Februari lalu. Belum merasa cukup diperhatikan, mereka juga mengadu ke FKP dan Komisi II DPR awal April silam. Ini mereka lakukan, katanya, setelah pengaduannya ke DPD Golkar Provinsi Ja-Bar tak mendapatkan penyelesaian. Kekecewaan itu menyangkut soal tanah seluas 180 hektar. Kini digarap oleh 525 keluarga - yang harus dikembalikan kepada sebuah perusahaan perkebunan. Ini tanah bekas perkebunan Belanda, yang diduduki penduduk sejak masa revolusi fisik 1945. Menurut cerita para petani itu, pemerintah RI sendirilah kala itu yang memerintahkan membumihanguskan lantas menduduki perkebunan yang bernama Afdeling Cihideung itu. Tapi, pada tahun 1967, H. Muslim, Kepala Desa Curugkembar, meminta para petani itu menandatangani blanko kosong. "Kalau tidak menandatangani, bisa dianggap PKI," tutur H. Nursalam, 56, yang menggarap 3 hektar tanah bekas perkebunan itu. Belakangan, blanko yang sudah ditandatangani itu ternyata dijadikan bukti penyerahan tanah kepada pihak pemilik Hak Guna Usaha (HGU) tanah itu. Pemilik HGU ini adalah PT Pasirbitung, sebuah perusahaan yang memperoleh investasi Rp 2,5 milyar dari PMDN yang kemudian bersikeras menggusur para petani itu. Perusahaan ini akan menjadikan kembali areal yang sudah jadi permukiman penduduk itu - ada dua masjid, dua SD Inpres, sebuah balai desa, dan 120 ha di antaranya berupa sawah subur yang bisa dipanen dua kali setahun - kebun karet seperti masa Belanda dulu. Tentu saja, penduduk bertahan. Pertarungan kepentingan itu terus berlanjut, sampai akhirnya penduduk ditenangkan oleh janji Bupati Sukabumi pada 1973. Bupati Sukabumi kala itu, H. Anwari, memerintahkan para petani itu terus menggarap tanahnya. Bahkan, dijanjikan pula suatu ketika penduduk pasti mendapatkan sertifikat hak milik. Penduduk gembira, dan mereka pun ramai-ramai mencoblos Golkar. Hasilnya: pada Pemilu 1977 di Desa Sagaranten itu Golkar menang 76%. Bupati beberapa kali berganti, toh tetap saja orang pertama di kabupaten itu selalu memihak petani. Bahkan, dalam rapat dengan para petani pada Juli 1985, Bupati Ragam Santika masih berusaha memperjuangkan pemilikan tanah itu bagi para penggarap. Ganjilnya, sebulan kemudian, datanglah Ardawi Sulaeman, Sekwilda Sukabumi, bersama Kepala Subdit Pemerintahan, serta pihak PT Pasirbitung yang empunya HGU itu. Sekwilda, yang juga Ketua DPD Golkar Sukabumi, mengatakan datang untuk mendata tanah bekas perkebunan Belanda itu. Kemudian, para petugas mematoki tanah garapan penduduk itu. Amarah penduduk bangkit. "Hampir terjadi perang," ujar Usman, petani yang juga berkedudukan selaku Pembantu Komisariat Golkar Desa Curugkembar. Pematokan memang segera dihentikan. Tapi beberapa penduduk segera diamankan Koramil. "Saya dijemput jam 9 malam dan baru dilepas esok siangnya," katanya. Bagaimana sebenarnya sikap Golkar dalam "sengketa" tanah yang menyangkut penduduk? "Yang jelas, Golkar ingin menegakkan hukum," jawab Sawidagdo Wounde, Wakil Ketua Komisi II DPR dari FKP. Apakah petani Sukabumi itu juga akan tergusur, belum jelas benar. Yang pasti, pihak FKP di Komisi II mengaku selama ini tak pernah dihubungi para petani itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus