Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FAHRIAH Hanisinta masih merasa trauma dengan gempa. Ia dan para pengungsi di tenda posko utama pengungsian di Lapangan Umum Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, panik dan berhamburan keluar tiap kali terjadi gempa susulan. "Saya masih di lapangan, tidak berani pulang ke rumah," ujar perempuan itu, Ahad pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, hingga 19 Agustus itu, telah terjadi 797 gempa susulan setelah gempa utama bermagnitudo 7 skala Richter yang berpusat di 18 kilometer barat laut Lombok Timur pada 5 Agustus lalu. Sebanyak 33 gempa di antaranya dirasakan penduduk, termasuk dua gempa berkekuatan 5,4 dan 6,5 skala Richter pada Ahad siang itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada malam harinya, pukul 22.56 Wita, kembali terjadi gempa yang berepisentrum di 30 kilometer arah timur laut Lombok Timur. Gempa berkekuatan 6,9 skala Richter itu, menurut para pakar gempa bumi, bukan gempa susulan, melainkan gempa utama baru. Gempa utama itu diikuti 88 gempa susulan hingga Senin pagi pekan lalu.
Danny Hilman Natawijaya, peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan baik gempa besar pada 27 Juliyang kemudian dinyatakan sebagai gempa awalan dari gempa utama 5 Agustusmaupun gempa 19 Agustus malam disebabkan oleh pergerakan Sesar Naik Flores. Sumber-sumber gempanya berada pada satu sesar, tapi berbeda segmen. "Sebelumnya di segmen tengah, sekarang di segmen timur," kata Danny.
Menurut Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, dalam ilmu gempa bumi atau seismologi, aktivitas dua gempa kuat semacam gempa 5 Agustus dan 19 Agustus itu disebut gempa ganda (doublet earthquakes). "Karena kekuatannya tidak terpaut jauh, lokasi dan kedalamannya yang berdekatan, serta terjadi dalam rentang waktu yang tak terlalu lama," ujar Daryono, Senin dua pekan lalu.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sri Hidayati, mengatakan Sesar Naik Flores atau lengkapnya Sesar Naik Busur Belakang Flores (Flores Back Arc Thrust) merupakan istilah geologi untuk zona patahan yang berada di belakang busur vulkanis yang memanjang. Salah satunya melintasi Gunung Rinjani.
Zona patahan tersebut, kata Sri, memiliki mekanisme sesar naik karena bidang sesar bagian utara menyusup ke bawah bidang sesar bagian selatan. Menurut dia, gempa Flores pada 12 Desember 1992 yang memicu tsunami dan menelan korban 2.500 jiwa merupakan salah satu bukti keberadaan Zona Sesar Naik yang melintang dari atas Pulau Lombok, Sumbawa, hingga Flores tersebut. "Geraknya naik," ucap Sri, yang ditemui di kantornya, Kamis pekan lalu.
Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia (2017) yang disusun Pusat Studi Gempa Nasional menyebutkan Sesar Naik Flores memanjang di utara Lombok, Sumbawa, hingga Flores sejauh 310 kilometer. Masih menurut buku itu, laju pergeseran segmen-segmen Sesar Naik Flores cukup aktif. Segmen sesar paling barat, yakni Segmen Bali, memiliki laju pergeseran 6,95 milimeter per tahun dengan magnitudo maksimum 7,4.
Segmen selanjutnya adalah Lombok-Sumbawa, yang laju pergeserannya 9,9 milimeter per tahun dengan magnitudo maksimum 8,0. Sedangkan segmen Sesar Naik Flores Barat memiliki laju pergeseran 11,6 mm per tahun dengan magnitudo maksimum 7,5; segmen Sesar Naik Flores Tengah dengan laju pergeseran 11,6 mm per tahun dengan magnitudo maksimum 7,5; dan terakhir segmen Sesar Naik Flores Timur dengan laju pergeseran 5,6 mm per tahun dan magnitudo maksimum 7,5.
Kepala PVMBG Kasbani menyebutkan banyaknya segmen di Sesar Naik Flores, terutama di sekitar wilayah Lombok, tersebut yang menyebabkan gempa Lombok terjadi terus-menerus dan tidak langsung berhenti. "Kalau daerah ini terjadi gempa, tidak langsung berhenti karena banyak segmen sesar di sana," kata Kasbani saat ditemui di kantornya, awal Agustus lalu.
Ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung, Sri Widiantoro, juga mengatakan gempa Lombok yang terjadi terus-terusan itu sebagai gempa ganda. Menurut dia, mekanisme yang menimbulkan gempa doublet adalah heterogenitas bidang sesar yang terdiri atas beberapa zona asperity atau zona yang terkunci. "Gesekan sepanjang sesar tidak seragam, ini memungkinkan adanya asperity sehingga energi besar tidak terlepas sekaligus," ujar Widiantoro.
Adapun menurut Sri Hidayati, banyaknya gempa susulan yang terjadi adalah bagian dari proses pemulihan alamiah pasca-gempa. "Gempa susulan pasti selalu ada, apalagi gempa besar dengan magnitudo 7. Ketika dia patah, membuat gempa, ini masih bergerak terus, masih membutuhkan relaksasi sampai kembali ke posisi semula," katanya.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Selasa pekan lalu, rangkaian gempa di Lombok mengakibatkan 515 orang meninggal, 7.145 luka-luka, dan 413.416 mengungsi. Lindu itu juga merusak 73.843 rumah serta 798 fasilitas umum dan sosial. BNPB memperkirakan kerugian yang diakibatkan gempa tersebut mencapai Rp 7,7 triliun.
Masifnya kerusakan yang ditimbulkan rangkaian gempa Lombok, menurut Daryono, karena zona gempa merupakan wilayah berkarakteristik tanah lunak. "Zona gempa Lombok, khususnya yang di kawasan pesisir utara hingga timur, lahannya tersusun oleh material pasir dan aluvium," ucapnya. Menurut dia, karakteristik tanah seperti itu dapat menimbulkan resonansi gelombang gempa yang mengamplifikasi guncangan.
Karakteristik tanah yang lunak diperparah oleh kondisi struktur bangunan yang tidak memiliki standar aman gempa. "Makanya dengan mudah rusak dan roboh saat diguncang gempa," ujar Daryono. Menurut Danny Hilman Natawijaya, Standar Nasional Indonesia untuk keperluan membangun gedung sedang dibuat berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia mutakhir dari Pusat Studi Gempa Nasional.
Danny menganalisis rentetan gempa di Lombok akan berakhir karena ditandai oleh bergesernya sumber gempa dari di darat menjadi ke laut. Tapi Ketua Kelompok Geologi di Pusat Studi Gempa Nasional ini meminta masyarakat tetap waspada dan memeriksa kekuatan serta titik lemah bangunannya. Barang-barang berat juga perlu dipindahkan agar penghuni rumah aman.
Data gempa dan studi gempa di wilayah Nusa Tenggara, kata Danny, memang minim. Ia menduga segmen barat sesar itu sebelumnya pernah bergerak dan menimbulkan gempa di Lombok pada 1979. Namun analisis dan riset gempa Lombok perlu diperbanyak. Menurut catatan BMKG, beberapa gempa besar di Lombok sebelumnya adalah gempa disertai tsunami di Labuantereng pada 25 Juli 1856 dan gempa bermagnitudo 6,7 yang merusak banyak rumah pada 10 April 1978.
Pada 1979, terjadi tiga gempa besar, yakni pada 21 Mei yang bermagnitudo 5,7; lindu pada 30 Mei (magnitudo 6,1), yang menewaskan 37 orang; dan gempa pada 20 Oktober yang bermagnitudo 6,0. Pada 1 Januari 2000, kembali terjadi gempa bermagnitudo 6,1 yang merusak 2.000 rumah dan terakhir lindu bermagnitudo 5,4 yang membuat banyak rumah penduduk rusak pada 22 Juni 2013.
Dody Hidayat, Ahmad Fikri, Anwar Siswadi, Supriyantho Khafid
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo