Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Godaan setelah penyaliban

Novel "hoteleutaios peirasmos" karya nikos kazantzakis diangkat dalam film "the last temptation of christ". buku ini telah lama dikucilkan vatikan. di as timbul anti-yahudi. silang pendapatnya ramai.

6 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YUDAS ISKARIOT adalah murid Kristus yang paling patuh. Maria Magdalena sebagai rekanita lama yang menggoda Juru Selamat. Yohanes Pembaptis sebagai pusat pemujaan histeris. Yesus sendiri sering mengalami bayangan gila, tak pasti bila abai pada seruan Tuhan. Itulah tafsiran dalam film The Last Temptation of Christ. Sutradara Martin Scorsese mengangkat cerita tersebut dari novel Ho teleutaios peirasmos atau Godaan Terakhir bagi Kristus, karya Nikos Kazantzakis. Maret lalu pemfilmannya rampung. Sejak itu sejumlah tokoh Kristen malah menyalibkan coretan merah kepada Godaan sebagai "film sesat". Produksi Universal Pictures (UP) yang dibuat di Maroko itu September ini direncanakan direlis di gedung bioskop di Amerika Serikat. Bagi Scorsese, film itu sudah didambakan sejak 15 tahun lalu. Pada 1983, Paramount bersedia membuat film itu. Tapi mundur khawatir ditekan kaum fundamentalis. "Padahal, saya membuat film yang sangat religius, sebagai peneguh iman," ujarnya. Sutradara film Taxi Driver (1976) dan The Raging Bull (1979) itu mengaku, ia membuat Godaan sebagai seorang Kristen yang ingin berjasa bagi agamanya. Film itu banyak bergantung pada ia menafsirkan novelnya. Ia penganut Katolik Roma yang dididik jadi pastor, sebelum terjun ke film. Godaan juga telah menimbulkan aksi anti-Yahudi. Direktur UP, Lew Wasserman, seorang Yahudi. Sekelompok kecil dari Baptist Tabernacle of Los Angeles berdemonstrasi di depan rumahnya. Dipimpin R.L. Hymers Jr., mereka mengeluarkan pernyataan: menuduh masyarakat Yahudi mendukung biaya pembuatan film itu. Dengan pesawat terbang sewaan, mereka mengibarkan spanduk. Penland dan Larry Poland berniat melembekkan kecaman tersebut. Mereka konsultan yang sukses mempromosikan The Mission dan Chariot of Fire untuk masyarakat gereja. Penland bermaksud mengundang tokoh-tokoh gereja ke Hollywood untuk menyaksikan Godaan. Ia berharap mereka meloloskannya. Jika para tokoh tadi merasa film itu merusakkan citra Kristus, ia mundur. Penland menunjuk 80 dari 120 halaman naskah skenario Godaan. Usulnya, agar dialog dan adegan yang sensitif yang dua pertiga itu diubah, justru tak digubris. Akhirnya, ia mundur teratur. Undangan Penland dan kawannya itu ditolak sebagian besar tokoh agama. Bahkan, Bill Bright, Direktur Campus Crusade for Christ, tak cuma menolak undangan pada 12 Juli lalu itu. Tiga hari selewat pertunjukan perdana di New York, tokoh karismatik inJ menawar semua salinan film itu Rp 16,5 milyar. Ia mau melumatkannya. Tawaran Bright dijawab UP dengan iklan sehalaman penuh di koran terkemuka. dituduh berprasangka: menilai tapi belum menyaksikan film itu. Dua pekan lalu sejumlah pendeta, yang mengaku telah membaca skenarionya, menilai Yesus telah dilukiskan "sebagai orang yang tak waras dan penuh bernafsu birahi." Yang sangat tak mungkin mereka terima memang penampilan adegan Yesus berhubungan seks dengan Maria Magdalena (diperankan oleh Barbara Hershey). Adegan visualisasi seperti dilukiskan dalam novelnya "dua tubuh telanjang ditaburi helai kembang jeruk gugur". Seorang penulis, Steve Lawhead, sejak awal tahun lalu skeptis pada Godaan, karena novelnya, menurut dia, memang buruk. "Kristus digambarkan tertipu, dungu terbakar matahari," katanya (lihat Mencintai Kristus Menurut Nikos). Mengapa halusinasi Kristus di tiang salib seperti itu? Maka, muncullah iklan atas nama 61 penganut Kristen di Hollywood Reporter, "Tuhan kita sudah disalib di kayu, tapi jangan lagi disalib kedua kalinya di seluloid." Sementara itu, beberapa tokoh fundamentalis yang sudah menonton film itu kaget menyaksikan Kristus (dimainkan Willem Dafoe) tersiksa, menuding diri sembari mengatakan, "Aku berbohong. Aku takut. Lucifer di dalam diriku." Tapi para pemuka agama Katolik Roma masih diam. Pendeta Eugene Schneider dari Gereja Kristus Bersatu, yang telah menonton Godaan, merasa tak terhina. Imannya teguh, dan menganggap film sebagai soal khayalan dan sulit dibatasi. Begitu pula William Fore dari Dewan Gereja-Gereja Nasional. Ia menilai film ini membantu komitmen mereka kepada Yesus. Syahdan, Uskup Anthony Bosco dari Greensburg, Pennsylvania, yang juga telah menyaksikan film itu mengatakan, konsep pokok dalam Godaan adalah Yesus. "Ia memilih mati di tiang salib untuk menebus dosa manusia," ujarnya. Tapi jarang film tentang Injil dan Yesus dikecam seperti kasus Godaan itu. Yang terpuji dan beroleh penghargaan dari Gereja Roma, seperti Il Vangelo Secondo Matteo alias Injil menurut Santo Matius (1964) karya Sutradara Pier Paulo Pasolini yang menganut komunis. Ibunya sendiri jadi Bunda Maria. Ekstremnya, novelis Italia itu memadu Marxisme Kiri dengan religiusitas mistik, dalam film dan novelnya. The Ten Commandments (1956), selama 21 tahun beredar di dunia untuk menebar ajaran "Tuhan adalah seorang demokrat anti-Nazi." Lebih baru, In Search of Historic Jesus (1979), yang dipasar ke gereja-gereja dengan iklan "hanya sehari main". Ini tentang sebuah penelitian misteri kebangkitan Yesus lewat kain kafan, dibantu patologis forensik dari Skotlandia. Miniseri Jesus of Nazaretb (1977) karya Sir Lew Grade melibatkan 200-an artis, di antaranya (penjahat) Peter Ustinov. Ada pemandangan manusiawi: Yesus berlari di sebuah jalan Palestina mengejutkan dengan akalnya, membuat tokoh mapan jadi kecil. Itulah "Yesus Penambal". Sedangkan karya-karya yang mengagumkan tanpa mengundang heboh masih ada. Misalnya The Great Story Ever Told (1965) karya George Steven, The Cross and the Switchblade (1970) karya Pat Boonej The Green Pastures (1936) karya Sambo, The Bible (1966) karya Dino de Laurentiis yang panjangnya 9 jam, dan Quo Vadis (1951) serta Ben-Hur (1959) karya Sam Zimbalist. Dick Hartoko, budayawan dari Yogya, berpendapat, berimajinasi mengenai masalah historis boleh saja, sejauh tak merendahkan martabat nabi. Di Masmur disebut: Yesus yang seolah putus asa di tiang salib, kemudian dikalahkan oleh pengharapan besar. Penulis buku Manusia dan Seni ini sudah membaca mengenai film Godaan di majalah Time 25 Juli lalu. "Film itu penghojatan terhadap seorang nabi yang tak diterima umat, Kristiani dan Islam," kata Romo itu kepada Hedy Lugito dari TEMPO. Mengenai sajak Nyanyian Angsa yang ditulis Rendra? Sama seperti Mgr. P.S. Hardjasoemarta, Sekjen Konperensi Wali Gereja Indonesia, menurut Dick Hartoko, puisi itu sebagai contoh jelek dari imajinasi. Sajak itu melukiskan Yesus intim dengan Maria Magdalena, seperti diimajinasikan Kazantzakis dalam novelnya Yesus tidak pernah bersetubuh dengan Maria Magdalena. Menurut kitab suci, perempuan itu tobat di hadapan Yesus. Ketika ia hendak memeluknya, ujar Dick Hartoko, Yesus mengelak dengan mengatakan, "Aku jangan kau jamah." "Menurut saya, puisi Rendra itu bagus sekali, karena tersirat tentang kasih sayang," ujar Suyatna Anirun pada Hedy Susanto dari TEMPO. Kata sutradara teater itu, Nyanyian Angsa, tidak secara kongkret memaksakan imajinasi orang. "Film melukiskan sesuatu yang manusiawi, karena manusia yang dikenal guncangan. Sedangkan ilahi, itu tidak pernah," kata anggota Forum Film Bandung itu. "Hati mestinya terbuka memisahkan antara sosok keilahian Kristus dan dimensi kemanusian-Nya." Dalam pada itu, Remy Silado meruju Matius pasal 1 ayat 1 dan Yohanes pasal 1 ayat 1. "Kalau penggambaran Yesus ini bertentangan dengan Kristen, mengapa gambar dan ikon-ikon tidak dihancurkan saja?" tanya Remy pada Ardian Taufik dari TEMPO. Ia pernah mementaskan drama Jesus Christ Superstar pada 1980, di Balai Sidang Jakarta. Dalam versi Remy, ketika Yesus di tiang salib, sejumlah penari melenggokkan tubuhnya. Ahmadie Thaha, Linda Djalil (Jakarta), P. Nasution (Washington)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus