SABAR ada batasnya. Begitulah. Dan sikap itu segera diambil para
guru SD sewilayah kecamatan Saparua, Maluku Tengah, ketika
keterlambatn gaji -- yang seperti biasanya selalu terjadi --
masih terulang lagi untuk gaji bulan Januari sampai dengan Mei
1975 kemarin. Diawali surat Pernyataan yang ditandatangani oleh
tak kurang 35 orang Kepala SD, tanggal 16 Mei 1975, atas nama
guru-guru SD sewilayah kecamatan tersebut -- karena
keterlambatan gaji itu -- maka terhitung hari Selasa tanggal 20
Mei 1975 seluruh sekolah-sekolah SD ditutup. Pernyataan yang
tembusannya juga dikirimkan ke Gubernur Maluku itu antara lain
berbunyi: bahwa segala sesuatu yang timbul akibat hal ini
bukanlah menjadi tanggung jawab kami, melainkan menjadi tanggung
jawab Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Maluku dan DPRD
Tingkat II Maluku Tengah.
Para guru SD yang ngambek itu kemudian tidak berhenti sampai di
situ. Karena G. Lewerissa Kepala SD Negeri Itawaka, NA Sopacua,
Kepala SD Negeri Paperu dan Nona FN Pietersz, Kepala SD PPKPM I
Tiouw, atas nama sendiri dan sebagai kuasa guru-guru SD
sekecamatan Saparua, segera membikin surat gugatan terhadap
pemerintah pada tanggal 1 September 1975, kepada Ketua
Pengadilan Negeri Kelas I Ambon. Dalam Swrat gugatan yang
ditandatangani oleh MAH Tahapary SH (dosen Fakultas Hukum
Universitas Patimura) sebagai pemegang kuasa atas nama
guru-guru itu antara lain disebutkan bahwa tergugat telah
mengangkat 208 Warga Negara Indonesia sebagai guru pada ke 35 SD
di Saparua dan Nusalaut. Surat Keputusan tentang pengangkatan
penggugat-penggugat yang ditandatangani oleh Kepala Dinas P dan
K Dati I Maluku atas nama Gubernur setempat dijanjikan kepada
yang bersangkutan akan diberi gaji sesuai dengan penggolongan
pangkatnya setiap bulan. Namun, tulis surat gugatan itu,
tergugat telah tidak melakukan hal itu sebagaimana mestinya
untukbulan Januari dan Pebruari 1975. Sehingga ke 208 orang guru
itu belum diberi gaji sebanyak 2 x Rp 5.055.189,61 (seluruhnya
jadi Rp 10.110.279,22). Padahal soal keterlambatan gaji ini
(sebagai kejadian yamg bukan baru lagi) oleh penggugat telah
berulang kali ditempuh jalan-jalan penyelesaian. Antara lain
dengan mengirim delegasi ke Camat, Bupati, Gubernur, selain
diusahakan juga lewat PGRI Daerah Maluku, Pengurus Besar PGRI di
Jakarta. Bahkan pernah juga diberikan kuasa pengurusan kepada
Kepala Kantor Wilayah P dan K Maluku. Namun kesemuanya tak
berhasil mendapatkan penyelesaian yang wajar, begitu
selanjutnya tulis surat gugatan tersebut. Karena itu akhirnya
penggugat menyatakan perbuatan pemerintah yang belum membayar
gaji-gaji para guru sewilayah Saparua untuk bulan Januari dan
Pebruari adalah suatu perbuatan melanggar hukum. Kepada tergugat
selain harus membayar sejumlah uang sebesar lebih sepuluh juta
tadi juga harus membayar penghasilan lain yang sah berdasarkan
Surat Keputusan pengangkatan dulu.
Tentu saja kemarahan para guru SD di daerah propinsi yang
terdiri atas pulau-pulau itu bukan tanpa alasan. Sebab jauh
sebelum Surat gugatan itu dibikin, para guru tersebut pernah
mengirim surat kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara (BAKN) di Jakarta. Isi surat yang penuh dengan harapan
itu memang merupakan reaksi kegembiraan atas pernyataan Kepala
BAKN di koran-koran ibukota tentang "tidak ada alasan lagi bagi
keterlambatan gaji". "Kami bersyukur karena awan gelap yang
menghalangi pembangunan pendidikan, yaitu keterlambatan gaji
yang selalu terjadi, sudah diganti dengan cuaca terang", begitu
antara lain isi surat tersebut. Selanjutnya disebutkan bahwa
dari tahun ke tahun soal itu tidak pernah habis-habisnya,
sementara tim demi tim telah dibentuk untuk melakukan
penanggulangan. Tapi tak pernah berhasil, sampai keluarnya
berita gembira di koran-koran Ibukota, akhir Mei tahun lalu.
Namun berita gembira tersebut segera mengalami nasib yang sama
dengan tim-tim yang pernah dibentuk dulu.
Sebelumnya memang -- baik surat Menteri Dalam Negeri yang
dikirimkan kepada para gubernur seluruh Indonesia, tanggal 28
April 197 (kemudian surat ini juga diturunkan kepada Bupati),
maupun Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, 15 Desember 1973, yang
keluar berdasarkan keputusan bersama dengan Menteri Penertiban
Aparatur Negara dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang
penyelesaian soal gaji guru-guru Sekolah Dasar ini -- tidak
pernah berhasil menyelesaikan keterlambatan pembayaran gaji para
guru. Sehingga pernyataan "tidak ada alasan bagi keterlambatan
gaji" yang kemudian jadi harapan kosong itu, telah menggerakkan
tangan para guru itu untuk mengajukan surat gugatan tadi.
Tak Ada Bank
"Kami prihatin sekali", ujar Drs. WDF Rindorindo, Sekertaris
Jenderal PGRI di Jakarta kepada Eddy Hcrwantho dari TEMPO.
Katanya, ketika para Kepala SD di sana berniat untuk menutup
sekolah, pengurus PGRI Pusat telah menginstruksikan agar mereka
jangan mogok. Bahkan instruksi yang dikirim lewat kawat itu
menganjurkan agar pengurus PGRI setempat melakukan pendekatan
terhadap pejabat di daerah itu. Apalagi fungsi camat di daerah
misalnya juga merupakan pembina PGRI daerah seperti yang
tercantum dalam Anggarn Dasar PGRI. "Jadi soal yang bersifat
intern ini mestinya bisa dipecahkan sendiri dan tidak usah
tercetus sampai keluar", ujar Rindorindo, "juga sebaiknya para
guru itu tidak mengambil sikap konfrontatif terhadap pemerintah
daerah". Sementara Faisal Tamim, humas Departemen Dalam Negeri
cuma kasih komentar pendek yang itu-itu juga: "keterlambatan
gaji itu karena masalah transportasi yang masih menghambat, apa
lagi di pulau-pulau terpencil itu tidak ada bank".
Dalam kasus itu profesi guru memang serba susah. Kode etik guru
memang mewajibkan setiap guru untuk bekerja mendidik murid
sebaik mungkin. "Dengan tekanan pada dedikasinya", ujar
Rindorindo. Tapi peristiwa keterlambatan gaji guru seperti yang
terjadi di Saparua, Nusalaut dan daerah lainnya itu. "mestinya
memang perut yang harus didahulukan" ujar sekjen PGRI itu. Tugas
guru memang tugas suci, tapi lebih dahulu perut mesti diisi.
Makanya "tenanglah dulu, kami sedang berusaha menanggulangi soal
itu bersama Departemen Dalam Negeri dan Departemen P dan K",
ujar Rilidorindo. Sampai kapan? Nyatanya Pengadilan Negeri
Armbon sendiri belum merampungkan gugatan guru-guru tadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini