Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Harga Izin di Balik Hill Top

Judi/rolet dilarang. Peraturan ini tak berlaku bagi Dirut PT Maju Unggul Manunggal, Ang Rukiman. Pemilik Hotel Hill Top Batam itu mendapat izin operasi dari Kepala Badan Pelaksana Otorita Batam.

30 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGAPA bandar judi jarang sampal ke pengadilan? Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono heran. Sejak Januari tahun ini kejaksaan menerima 627 perkara judi dari polisi, tapi umumnya mereka yang jadi tersangka itu adalah para pelaksana. "Sedang penyelenggaran atau bosnya entah di mana. Mungkin ketika digerebek bos-bos itu tak berada di tempat perjudian," ujar Sukarton di depan rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa pekan lalu. Mestinya di Batam, Provinsi Riau, akan segera ada bos judi diajukan ke pengadilan. Pada 8 Juli yang lalu, Polres Batam sudah mengirimkan berkas perkara tiga tertuduh perjudian di Hotel Hill Top Batam yang digerebek aparat keamanan dari Jakarta, 22 April dinihari yang lalu. Tapi tiga hari kemudian berkas dikembalikan kepada polisi karena dianggap masih kurang sempurna. Dengan demikian, harapan bahwa berbagai hal yang masih gelap dalam perkara ka-kap ini akan terungkap di pengadilan masih tetap harapan. Padahal, di pengadilan, mungkin berbagai isu di sekitar judi besar-besaran itu bisa terjawab. Misalnya, mengapa perjudian yang dilangsungkan terang-terangan sejak Januari 1988 berlangsung dengan amannya sampai penggerebekan 22 April 1988? Mengapa sampai aparat Jakarta yang turun kesana? Betulkah perjudian itu mendapat backing dari pejabat tertentu Atau siapa saja tokoh di belakangnya? Yang jelas, kasino yang berlangsung di hotel itu terbilang besar-besaran. Uang kontan yang disita aparat keamanan di saat penggerebekan saja sekitar Rp 100 juta. Coba, jumlah pegawai kompleks perjudian itu saja sampai 400 orang -- sebagian besar wanita yang didatangkan dari Jakarta sedang para penjudi minimal membawa modal Rp 5 juta. Mereka berasal dari Jakarta atau kota besar lainnya, juga dari Singapura, negara tetangga yang terpisah hanya 20 km dari Batam. Karena sudah tiga bulan lebih nasib perkara itu belum jelas, Iswin B. Siregar, pengacara para tersangka, 14 Juli yang lalu, menulis surat kepada Wakil Ketua DPR Saiful Sulun. Isi surat itu berupa laporan tentang berbagai kejanggalan yang dilakukan aparat keamanan dalam menangani perkara. Misalnya, masih ada sejumlah orang yang mestinya turut bertanggung jawab belum juga diperiksa polisi. Dan pula terjadinya berbagai permainan di sana, seperti rolet, bakarat, black jack, dan jackpot, sebenarnya akibat adanya surat izin dari Kepala Badan Pelaksana (Kabalak) Otorita Batam. Adapun tiga tersangka utama yang berkasnya dikembalikan kejaksaan itu Ang Rukiman alias A Huat, direktur utara PT Maju Unggul Manunggal, perusahaan yang memiliki Hotel Hill Top Suherman Hartono alias Baby, komisaris perusahaan yang sama dan Robert Effendy, juga komisaris. Mereka ditangkap Mei yang lalu, setengah bulan lebih setelah penggerebekan. Merekalah yang dituduh polisi sebagai penanggung jawab perjudian. Sedang 32 pegawai dan petugas yang melayani perjudian dijadikan saksi dalam perkara tiga bos itu. Tapi, nnenurut Iswin Siregar. sebelumnya 32 orang itu sudah diberkaskan lebih dahulu sebagai tertuduh dan berita acara pemeriksaan (BAP) mereka kini ada di Kejaksaan Negeri Batarm. Mereka ditahan polisi Batam sejak penggerebekan, tapi 19 di antaranya beberapa waktu yang lalu dikeluarkan dari rumah tahanan karena sakit. "Mereka memiliki surat izin. Legal atau tidaknya izin itu harus dibuktikan. Maka, si pemberi izin 'kan mesti disidik," kata Iswin Siregar. Belum lengkapnya para tersangka dan saksi-saksi seperti disebut dibenarkan oleh sebuah sumber di Mabes Polri. "Seharusnya semua pihak, terutama yang terlibat langsung dalam kasus ini, diperiksa," ujar sumber itu. Di dalam BAP, para tersangka mengaku berani melakukan berbagai permainan karena adanya surat izin operasi nomor B/1068/KA/X/87 yang dikeluarkan Kepala Badan Pelaksana Otorita Batam, 5 Oktober 1987. Ceritanya begini. Pada 20 Agustus 1987, PT Citra Arta Rukmi mengajukan surat permohonan untuk melakukan investasi di bidang perhotelan, taman rekreasi, dan club bouse di Pulau Batam kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Permohonan dari perusahaan yang bergerak di bidang jasa pariwisata ini berhasil. Ketua Otorita Batam, B.J. Habibie, 31 Agustus 1987, mengeluarkan surat persetujuan untuk usulan Investasi itu. Kemudian PT Citra Arta Rukmi berhasil pula memperoleh surat izin operasi dari Ketua Badan Pelaksana Otorita Batam seperti yang disebutkan tadi, yang mengiizinkan PT Citra Arta Rukmi mengoprasikan hotel, taman rekrasi, seperti kolam renang, lapangan tenis, dan squash. Mereka diizinkan pula membuka klub house yang diisi dengan function room, health club, games room, dan sebagainya. Ternyata, PT Citra Arta Rukmi tidak menjalankan sendiri kegiatan itu. "Maklumlah, ini 'kan bisnis. Lagi pula, ketika itu kami sedang memusatkan perusahaan pada pembangunan lapangan golf di Pulau Batam," ujar Ricardo Gelael, komisaris PT Citra Arta Rukmi. Surat izin itu kemudian ditawarkan kepada sejumlah hotel di Batam dan yang bersedia membelinya adalah PT Maju Unggul Manunggal, pemilik Hotel Hill Top di Sekupang, Batam. Arti jual beli di sini: PT Maju Unggul Manunggal bisa menjalankan fungsi bangunan hotel yang dimilikinya sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat izin yang dimiliki PT Citra Arta Rukmi. "PT Maju Unggul Manunggal bertanggung jawab terhadap semua pengelolaan dan penyelenggaraan hotel," kata Ricardo, putra pengusaha supermarket Dick Gelael. Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan menjadi milik Maju Unggul Manunggal. Sebagai imbalan, setelah 15 bulan, terhitung 19 Oktober 1987, bangunan hotel dengan kapasitas 70 kamar itu menjadi milik PT Citra Arta Rukmi. Rupanya, mahal juga nilai surat izin yang diperoleh perusahaan Ricardo Gelael itu. Hotel Hill Top itu, misalnya, menurut pengakuan Suherman Hartono, komisaris PT Maju Unggul Manunggal, mereka beli dari PT Citra Kalimantan seharga Rp 3,5 milyar, Januari 1988. Selanjutnya bangunan itu mereka perbaiki dengan biaya Rp 2,5 milyar. Jadi, dari nilai hotel itu saja surat izin tadi sudah berharga Rp 6 milyar -- bila pengakuan Suhcrman pada polisi itu benar. Itu masih belum cukup. Menurut Suherman, setiap bulan perusahaannya harus membayar lagi Rp 650 juta kepada perusahaan pemilik izin tadi. Berarti jumlah mencapai Rp 9,75 milyar setelah 15 bulan. Tapi mungkinkah perusahaan itu memperoleh untung jika membeli surat izin semahal itu? Di dalam pemeriksaan, Suherman menyebutkan bahwa sampai Hill Top digerebek, mereka sudah memperoleh keuntungan kotor Rp 4 milyar. Luar biasa. Pertanyaannya sekarang: Apakah Kepala Badan Pelaksana Otorita Batam berhak mengeluarkan surat izin perjudian? Tentu tidak, karena perjudian dilarang di seluruh Indonesia, sesuai dengan Keppres No. 47/1973. Hanya rupanya Izin untuk games house tak dirinci maksudnya, selain disebutkan sebagai permainan ketangkasan. Kepala Badan Pelaksana Otorita Batam, Soedarsono, yang ditemui TEMPO Rabu pekan lalu, menolak bicara soal itu. Nyatanya, setelah memperoleh izin PT Maju Unggul Manunggal segera mendatangkan peralatan judi dari Jakarta dan Australia ke Batam. Mulailah orang-orang berdatangan dari Jakarta dan Singapura. Setelah berjalan beberapa lama, pada 12 April 1988, Soedarsono, yang mengaku menerima petunjuk dari instansi tingkat pusat, memperingatkan Direksi Hill Top untuk menghentikan perjudian. Tapi permainan ketangkasan masih boleh dilanjutkan di club house itu. Nyatanya, judi jalan terus. Yang belum jelas, mengapa Soedarsono tidak mencabut saja surat izin yang ia berikan, kalau memang sudah disalahgunakan. Enam hari kemudian, baru ia memerintahkan Polres, Kodim, dan aparat Otorita Batam mengecek permainan ketangkasan di Hill Top. Setelah itu pun tindak lanjut pengecekan itu tak pula jelas, sampai aparat keamanan dari Jakarta yang terdiri atas petugas Bais (Badan Intelijen Strategis) ABRI dan Markas Besar Polri menggerebek Hill Top.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus