RAMALAN nasib SDSB, bagi para penggemarnya, bak ramalan nomor yang bakal keluar. Menurut ramalan yang hampir pasti, peredaran kupon berhadiah Rp 1 miliar itu tampaknya akan segera berakhir. ''Saya sudah mendengar sayup-sayup Pak Harto setuju untuk menutup SDSB,'' kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasan Basri. Menurut Hasan Basri lagi, Pak Harto, sebelum berangkat ke Seattle, sempat berpesan agar penutupan SDSB itu dilakukan dengan prosedur demokratis alias melalui DPR. ''Supaya jangan sampai ada yang kehilangan muka,'' katanya. Dan Menteri Sosial Inten Suweno belakangan memang tampak rajin mencari masukan dari sejumlah tokoh dan pejabat. Pekan lalu ia mendatangi kantor Departemen Agama untuk menemui Menteri Tarmizi Taher dan Ketua MUI Hasan Basri. Sebelumnya ia juga sudah bertemu dengan sejumlah anggota Fraksi Karya di DPR. Semua ini memang bagian dari persiapan Menteri Inten untuk menghadapi hari H yang ditunggu-tunggu oleh mereka yang anti SDSB. Yakni, Rabu pekan ini, 25 November 1993, saat rapat kerja Menteri Sosial dengan Komisi VIII DPR. ''Tunggu saja hasilnya. Penghapusan SDSB mengapa tidak, bila rakyat menghendaki,'' kata Menteri Soesilo Soedarman. Maka, tak heran kalau sejak pekan lalu suasana lesu sudah mewarnai sebagian kios SDSB. Sejumlah agen penjualan kupon sejak pekan lalu sudah ada yang ambil ancang-ancang ganti usaha atau bahkan tutup. Ada yang dilarang pemerintah setempat atau dilabrak pengunjuk rasa yang menjadi-jadi belakangan ini. Bagaimana dengan nasib Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS) yang mengelola dana SDSB nantinya? ''Kalau Pemerintah menghentikan SDSB, ya, kami menurut saja,'' kata Ketua YDBKS Mashud Wisnusaputra dengan nada pasrah. Namun, Mashud juga tak lupa mengingatkan bahwa sekalipun SDSB dicaci, toh juga punya jasa. Selain penyaluran dana buat kegiatan olahraga dan sosial, penjualan kupon ini, menurut Mashud, juga melibatkan sekitar 60 ribu tenaga kerja. Mereka -- yang mengedarkan dan menjual kupon yang diharamkan MUI itu -- bekerja di bawah payung PT Arthadana Kriya, yang menjadi pelaksana pengelolaan penjualan SDSB, sekaligus mitra YDBKS. PT Arthadana tahun ini menyetor ke YDBKS Rp 162,5 miliar. Sedangkan tahun lalu memberikan Rp 150 miliar, dan tahun 1991 Rp 137,5 miliar. Berapa keuntungan PT Arthadana? ''Pak Andi Odek (Manajer PT Arthadana) sedang sakit. Jantungnya baru dioperasi,'' kata Lutfy Idris, juru bicara perusahaan yang berkantor di Jatinegara Barat itu. Kantor yang sederhana itu Sabtu pekan lalu terlihat lengang. Di belakang pintu masuknya ada dua polisi berjaga. Dari tiga jenis kupon SDSB yang diperjualbelikan, diakui Lutfy bahwa kupon jenis B yang harganya (resmi) Rp 1.500 itu memang yang paling laris. Inilah kupon yang memungkinkan pemasang SDSB mengisi sendiri dua atau tiga angka buntut. Jenis kupon ini dicetak 29 juta lembar, dan terjual sekitar 65 persen setiap minggunya. Sedangkan kupon A yang harganya Rp 5.000 per lembar hanya dicetak 1 juta dan terjual paling banter 10 persen. Adapun kupon C -- kupon yang diperuntukkan buat pemasang yang ingin menebak angka setara dengan 10 kupon B -- harganya Rp 15.000 per lembar dan dicetak 200 ribu. Bisa dibilang, kupon A dan C untuk kaum berduit itu memang kurang diminati. AKS, Kelik M. Nugroho (Surabaya), dan Wahyu Muryadi (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini