Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ia Dipecat Dan Ia Pasrah

Sukresna, bukan nama sebenarnya, dosen fak. ilmu komunikasi unpad, dituduh terlibat PKI. Ia dipecat dan memancing reaksi dari sejumlah pihak. dekan fisikom unpad, hartoyo k. diisukan terlibat PKI.

3 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIA dipecat dari kedinasannya dengan tuduhan PKI. Dan dia pasrah. Apa boleh buat, masa kerjanya selama 19 tahun, sebagai dosen di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung harus berakhir tanpa hak pensiun. "Barangkali ini sudah suratan takdir," ujar Sukresna, bukan nama sebenarnya, bekas dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi (Fisikom) Unpad itu. Rupanya, pemecatan itu memancing reaksi dari sejumlah pihak. Ada kasak-kusuk yang meragukan kesahihan vonis bagi bekas sastrawan itu. "Dia disudutkan begitu saja, tanpa bukti-bukti otentik," kata Husni Agus, seorang alumnus Fisikom 1987. Belakangan reaksi muncul dari sastrawan Ajip Rosidi, yang mengenal karya-karya sastra sang dosen (TEMPO, 27 Agustus 1988, Komentar). Ajip, yang kini bermukim di Osaka, Jepang, rupanya mendapat bisikan ihwal latar belakang pemecatan itu dari seorang guru besar ilmu kedokteran Unpad beberapa waktu lalu. Keterangan sang profesor itu mengatakan bahwa pemecatan itu semata-mata berdasarkan buku Ajip, Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia, yang terbit 1969. "Saya merasa berdosa apabila yang saya dengar itu benar," kata Ajip. Di buku itu Ajip menyebut Sukresna sebagai salah seorang pengarang yang masuk Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi seniman yang menjadi salah satu mantel PKI. Padahal, kata Ajip, sebenarnya ia tak berniat menggolongkan Sukresna sebagai sastrawan Lekra. Dalam tulisan itu, Ajip memang menyoroti karya sastra sejumlah pengarang yang berhaluan agak "kiri". Lantas, kata Ajip, "Mereka hanya suka memuatkan karangannya dalam penerbitan Lekra atau yang diasuh oleh orang Lekra." Jadi, nama-nama yang disebutnya itu tidak otomatis anggota Lekra. Sukresna sendiri membantah keterlibatannya dalam Lekra (TEMPO, 16 Juli 1988). Bahwa dia mengenal dan berhubungan secara pribadi dengan beberapa anggota Lekra, itu diakuinya. Tapi dia juga mengaku berkawan dengan beberapa tokoh Manikebu (Manifestasi Kebudayaan), kelompok antiLekra, yang antara lain dengan sastrawan H.B. Jassin. Karya sastra Kresna pun tersebar lewat pelbagai jalur. Ada yang lewat jalur H.B. Jassin, tapi kabarnya ada pula yang lewat media asuhan orang Lekra. Karya-karyanya, menurut H.B. Jassin, bernapaskan realisme-sosialis, yang menyuarakan keadilan dan kemanusian. Sebagian lagi berbincang soal Ketuhanan, dalam langgam tulisan supernaturalis. Agaknya, napas kepengarangannya itulah yang mendorong Ajip Rosldi mempetakannya dekat dengan pengarang kiri. "Dan dekan menemukan tulisan Ajip itu sebagai pemukul," kata Kresna, yang sejak beberapa tahun sebelumnya mengaku bentrok dengan dekannya gara-gara rumah dinas. Pihak pimpinan universitas bungkam dalam soal pemecatan itu. "Dari saya tak ada komentar, silakan tanya Pak Rektor," ujar Dekan Fisikom, Hartoyo Kusomo. Rektor Unpad sendiri, Yuyun Wirasasmita, pun setali tiga uang. "Itu urusan Laksus," ujarnya. Bahwa pemecatan itu harus dilakukan "Kami hanya melaksanakan dan mengamankan keputusan menteri." Keputusan bahwa Sukresna terlibat partai terlarang memang datang dari Laksusda Ja-Bar akhir Oktober tahun lalu. "Menteri tentu tak akan membuat pemberhentian dengan tidak hormat kalau yang bersangkutan tidak terlibat Gestapu-PKI," ujar Letkol. Syarwan Hamid, Kepala Penerangan Laksusda Ja-Bar. Sukresna, kata Syarwan, terbukti terlibat partai terlarang itu. Kendati belum pernah masuk tahanan, dalam catatan Laksus Ja-Bar, "dosa politik" Sukresna masuk katagori B-2. Namun, sejauh mana keterlibatan Sukresna dalam organisasi terlarang itu, Syarwan menolak memberi penjelasan. "Kami tak mungkin merincinya," tuturnya. Sukresna sendiri merasa proses rehabilitasinya sudah tuntas. Ketika namanya disangkutkan ke Lekra -- dalam surat edaran Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan akhir November 1965 -- dia buru-buru datang ke pihak keamanan untuk minta clearanee. "Saya lapor sendiri ke Kodim, Koramil, Polisi, Pemda, dan semuanya beres," ujarnya. Lantaran dianggap bersih itulah sastrawan kelahiran Semarang, 1932, itu diizinkan melanjutkan kuliahnya di Fakultas Publisistik Unpad. Bahkan dia diterima bekerja pada salah satu perusahaan daerah milik Pemda Ja-bar. Setelah tamat kuliah, 1969. Kresna ditarik menjadi staf pengajar di fakultasnya. Yang dia heran, mengapa justru penggolongan B-2 itu baru muncul belakangan. Pemecatan Kresna itu kini berkembang lebih jauh. Belakangan, desas-desus bau partai terlarang itu justru menyelomot Hartoyo Kusumo, dekan Fisikom yang dikabarkan gigih mencari bukti ke-Lekra-an Kresna. "Isunya memang ada, tapi bukti tertulis tak ada," ujar Prof. Dr. Suharsono, bekas Pembantu Rektor II, Bidang Administrasi dan Keuangan Unpad. Hartoyo memang dikabarkan pindahan dari IKIP Bandung pada tahun 1966. Kepindahan itu, "karena didemonstrasi mahasiswa," kata Yusuf Amir Feisal, bekas salah satu dekan IKIP Bandung periode 1966-1970. "Tapi, seingat saya, namanya dulu tanpa Kusumo." Menurut Yusuf, Hartoyo kala itu diduga berindikasi anggota HSI (Himpunan Sarjana Indonesia), onderbouw PKI. Rektor IKIP Bandung, H.M. Abdul Kodir, juga mengemukakan sinyalemen yang sama. "Saya memperoleh kabar, Hartoyo juga berindikasi kiri,"ujarnya. Tapi, Pak Rektor ini tak yakin betul. Yang dia tahu, "Pada 1966 dia masuk kategori orang yang tak disukai," ujarnya. Predikat "tak disukai" itu menyangkut beberapa nama lain di IKIP, dan mereka dipindahtugaskan. Namun, ada yang di luar dugaan Abdul Kodir. "Saya heran, kok dia bisa jadi dekan di Unpad. Setahu saya, mereka boleh tetap menjadi anggota pegawai negeri, termasuk dosen, tapi tak boleh menduduki jabatan struktural," tambahnya. Tentu saja semua itu baru tuduhan, yang perlu pembuktian. Di lain pihak, Departemen P dan K sendiri tampaknya tak ingin mengampuni dosen yang berindikasi kuat sebagai bekas anggota partai terlarang. "Dosen memegang posisi penting," ujar Irjen P dan K Sudjoko. Jadi, posisi penting itu tak akan dibiarkan ditempati oleh orang-orang yang diragukan kesetiaannya. Surat pemecatan, sebagaimana diterima oleh Sukresna, kata Sudjoko, tidak disusun secara sembarangan. "Kami bekerja sama dengan Laksusda dan Kopkamtib."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus