Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Istilah “konsorsium” kembali muncul dalam kasus jaringan judi online setelah sebelumnya sempat mencuat pada kasus Ferdy Sambo. Istilah ini belakangan mengemuka seiring pembongkaran kasus judi online besar di Semarang, Jawa Tengah, dengan tersangka Firman Hertanto alias Aseng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temuan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Firman Hertanto yang merupakan Komisaris PT Arta Jaya Putra, diduga mencuci uang haram hasil judi online di Hotel Aruss, Semarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang sumber yang mengetahui proses penyidikan perkara menyebutkan polisi mencurigai Firman sebagai pemimpin atau kepala konsorsium. “Biasanya selain menjadi konsorsium, biasa juga orang yang terpilih itu memiliki website judi online,” katanya.
Kecurigaan itu timbul lantaran Firman berteman baik dengan Jerry Hermawan Lo (JHL), yang sebelumnya sempat disebut-sebut terlibat dalam bisnis kotor tersebut. Jerry melalui perusahaannya, JHL Group, dikabarkan memiliki bisnis judi di Kamboja. Jerry pun mengakui mengenal Firman, namun menolak menjelaskan sepak terjang kawannya.
“Saya enggak enak membicarakan kawan,” kata JHL.
Lantas apa arti istilah konsorsium yang digunakan dalam bisnis jaringan judi online ini?
Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsorsium merupakan istilah umum untuk himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama atau kumpulan pedagang dan industriawan, perkongsian untuk kepentingan bersama.
Dalam bisnis judi online, konsorsium merujuk pada gabungan puluhan pemilik website gambling. Mereka dipimpin oleh orang yang berpengaruh atau dihormati para bandar judi online, yang disebut sebagai kepala konsorsium. Kepala konsorsium secara rutin menerima sejumlah uang yang dipakai untuk melancarkan bisnis mereka.
“Biasanya selain menjadi konsorsium, biasa juga orang yang terpilih itu memiliki website judi online,” kata sumber Tempo.
Adapun kepala konsorsium bertanggung jawab mengatur beragam urusan para pemilik website judi online yang jumlahnya sangat banyak. Menurut sumber Tempo, biasanya kepala konsorsium tidak sendiri, tapi dibantu sejumlah orang untuk mengelola setoran yang diterima dari bandar judi online.
“Salah satunya mengatur penyediaan rekening penampung dari pemain judi online, yang memakai identitas orang lain,” katanya, lagi.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Helvi Assegaf mengatakan Firman sudah menjalani pemeriksaan pertama pada Januari lalu. Menurut dia, Firman sudah menceritakan semua sepak terjang kepada penyidik. “Dia kooperatif saat diperiksa,” katanya kepada Tempo.
Istilah konsorsium dalam kasus Ferdy Sambo
Istilah konsorsium juga muncul dalam kasus Ferdy Sambo. Pembunuhan berencana terhadap anak buahnya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, membuat eks Kadiv Propam Polri itu sempat terseret dalam kasus lain. Ferdy diduga menjadi pemimpin Konsorsium 303 sebagai pelindung bandar judi.
Desus itu bermula dari beredarnya sebuah bagan di media sosial yang menunjukkan nama dan peran orang-orang yang diduga terlibat dalam suatu jaringan bisnis ilegal bernama Konsorsium 303. Sejumlah personil Polri disebut terlibat dalam perkumpulan bisnis gelap, termasuk judi online, prostitusi, solar subsidi, penyelundupan suku cadang palsu, tambang ilegal, hingga minuman keras.
Salah seorang sumber Tempo yang ditemui di Kembangan, Jakarta Barat pada Rabu malam, 24 Agustus 2022, menyebut bagan-bagan, struktur di Konsorsium 303 yang beredar di media sosial itu sudah benar. Ia mengatakan ada orang sebagai tangan kanan Ferdy Sambo dalam dugaan urusan judi.
“Dia yang kendalikan setoran judi dari bandar Konsorsium 303,” ujarnya.
Penyebutan Konsorsium 303 mengacu istilah yang diduga digunakan untuk bisnis gelap perjudian yang dilakukan beberapa orang. Sedangkan kode angka itu diduga merujuk Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana perjudian.
Riky Ferdianto, Mohamad Khory Alfarizi, Jamal Abdun Nashr, Hatta Muarabagja, dan Kakak Indra Purnama berkontribusi dalam penulisan artikel ini