Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak dulu, kain sutra sudah menjadi pilihan dalam berbusana. Tak hanya membuat pemakainya tampil menawan, kain bertekstur lembut nan halus ini juga mendongkrak gengsi pemakainya. Sementara di Sulawesi Selatan ada Kota Sengkang, Kabupaten Wajo, yang menjadi penghasil kain tenun sutra, di Sulawesi Barat ada Kabupaten Polman yang terkenal dengan sutra Mandar, yang lebih dikenal dengan sebutan saqbe Mandar.
Dalam catatan sejarah Mandar, kata Muhammad Ridwan Alimuddin, kain atau sarung sutra sudah digunakan sejak abad ke-16. Menurut peneliti sutra Mandar ini, I Manyambungi Todilaling, yang ditugasi Raja Gowa untuk memimpin delegasi, meninggalkan sarung sutra Mandar bermotif pangulu parang di Padang Pariaman. "Pekerjaan menenun yang dilakukan perempuan di Balanipa Mandar juga terekam dalam catatan pejabat Belanda," tuturnya, di Makassar, Rabu pekan lalu.
Sayang, kebiasaan menenun ini sudah mulai ditinggalkan perempuan-perempuan Mandar. Di beberapa wilayah penghasil sutra, seperti Pambusuang, Karama, dan Limboro, sudah jarang ditemukan perajin sutra. Sejak tahun lalu, Ridwan memfasilitasi 20 keluarga untuk kembali mengembangkan sutra di Desa Pallis, Kecamatan Balanipa.
Benang sutra dihasilkan dari kepompong ulat sutra. Kepompong ini merupakan hasil budi daya ulat sutra. Untuk kembali membudidayakan sutra di Pallis, Ridwan membeli pakan ulat dari Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Satu bungkus pakan berisi 25 ribu telur. Jika dibudidayakan, pakan ini bisa menghasilkan 500 benggol-mata uang kuno yang menjadi pembanding dalam menggunakan alat timbangan tradisional.
Pakan berupa telur ini akan menetas kurang dari 20 hari, menjadi ulat sutra. Ulat-ulat ini kemudian diberi makan berupa daun murbei selama kurang-lebih 25 hari. Jika mulut ulat sutra sudah mulai mengeluarkan sesuatu, artinya sudah siap membuat kepompong. Untuk memudahkan pembuatan kepompong, ulat-ulat ini dipindahkan ke ranting-ranting buah nira. Ukuran kepompong biasanya sebesar ibu jari.
Untuk mendapatkan benang sutra, kepompong-kepompong ini dimasak, lalu dipintal. Kualitas benang sutra ini sangat dipengaruhi oleh kualitas ulat, warna, dan kehalusan serat benang. Benang sutra alami ini memiliki warna yang agak krem.
Sebelum digunakan, benang sutra alami ini harus melalui proses pencucian. Pencucian biasanya membutuhkan waktu tiga hari. "Benang sutra yang telah dicuci harganya Rp 750 ribu per kilogram," tutur Ridwan. Setelah dicuci, tahap selanjutnya adalah maccinggaq atau pewarnaan. Pemberian warna benang ini, kata Ridwan, disesuaikan dengan motif yang akan dibuat.
Warna-warna sutra khas Mandar cenderung buram dengan motif kotak-kotak. Salah satu motif khas Mandar adalah sureq pangulu-warna dasarnya hitam. Motif ini biasanya dipakai orang-orang tertentu, seperti penghulu atau bangsawan. Sedangkan motif-motif yang biasa dipakai masyarakat umum adalah sureq parara (warna dasarnya merah marun) dan sureq salaka (warna dasarnya hitam dengan tepian perak).
Setelah benang diwarnai, selanjutnya adalah manggalenrong atau mappamaling-melilitkan benang ke kaleng-lalu menyusun motifnya yang dikenal dengan massumauq. Bagian terakhir adalah manetteq atau menenun. Menurut Ridwan, dalam tahapan menenun ini, baik sutra asli maupun sutra sintetis (sutra buatan) sama-sama membutuhkan waktu 5-7 hari untuk menghasilkan selembar kain seukuran sarung.
Menurut Ridwan, di kalangan komunitas perajin kain sutra, ada beberapa istilah untuk menyebut jenis dan kualitas kain sutra yang dihasilkan penenun Mandar, di antaranya saqbe asli, saqbe India, dan saqbe Cina. Jika berdasarkan harga, saqbe asli harganya relatif lebih mahal, yakni Rp 300 ribu per meter, sedangkan dua jenis sutra lainnya jauh lebih murah, yakni di bawah Rp 150 ribu.
Harga kain sutra asli memang jauh lebih mahal, tapi cukup terbayar dengan kenyamanan saat memakainya. Sutra terasa halus dan lebih ringan. Jika cuaca dingin, sutra bisa menghangatkan tubuh. Sebaliknya jika cuaca panas, sutra akan menyejukkan tubuh.
Tip Memilih Sutra Mandar
Sutra adalah salah satu jenis kain yang sangat nyaman digunakan. Harganya pun terkenal lumayan mahal. Di pasar, beredar sutra sintetis alias sutra buatan yang harganya lebih murah. Berikut ini cara membedakan sutra asli dengan sutra tiruan.
-Tidak terlalu mengkilap.
-Terasa lebih halus saat disentuh.
-Lebih ringan, sedangkan sutra sintesis terasa lebih berat.
-Memiliki aroma khas.
-Jika dipakai saat cuaca dingin, sutra akan menghangatkan tubuh. Sebaliknya, jika dipakai saat cuaca panas, sutra akan menyejukkan. IRMAWATI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo