Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Janji Libur Ramadan Sebulan Penuh Dikritik

Kegiatan Ramadan selama ini dinilai sudah ideal.

20 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pelajar tingkat SMA mengikuti program pesantren kilat Ramadan di Masjid Al Ukhuwah, Bandung, Jawa Barat, Senin, 28 Mei 2018. TEMPO/STR/Prima Mulia;

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Sejumlah kalangan mengkritik janji calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno, untuk meliburkan pelajar sebulan penuh selama bulan Ramadan. Pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara, Doni Koesoema, mengatakan gagasan pemberlakuan libur sekolah selama Ramadan adalah langkah mundur. "Meliburkan siswa selama Ramadan ini mengurangi hari efektif belajar, belum lagi jika masih ada libur akhir tahun," kata dia di Jakarta, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Doni, Sandiaga belum mengutarakan mekanisme pelaksanaan libur selama Lebaran tersebut. Sebab, kata dia, pemerintah harus memperhitungkan hari efektif belajar yang semakin sempit dengan materi pelajaran yang tak sedikit. "Mereka seharusnya menjelaskan bagaimana memenuhi hari efektif yang berkurang, untung-ruginya bagi dunia pendidikan, dan tujuannya harus dielaborasi," tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sandiaga Uno mengutarakan keinginannya meliburkan sekolah selama bulan Ramadan dalam debat calon wakil presiden pada Ahad malam lalu. Pada sawala bertema pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, dan budaya itu, Sandiaga berpendapat bahwa liburnya siswa sekolah selama Ramadan dapat digunakan untuk membangun kedekatan di antara anggota keluarga pada era reformasi teknologi informasi yang saat ini berintensitas tinggi.

Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional, Dahnil Anzar Simanjuntak, berpendapat langkah ini bertujuan agar siswa sekolah dapat berfokus belajar pendidikan agama. "Semua fokus pada pengajaran agamanya masing-masing, pengajaran tentang makna toleransi," kata mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah itu, Senin lalu.

Doni mengatakan cara berpikir ini pragmatis. Menurut Doni, tidak semua keluarga siswa memiliki kegiatan rutin selama Ramadan hingga libur Lebaran. Minimnya pengawasan sekolah terhadap siswa selama libur itu, menurut dia, berpotensi melahirkan kenakalan remaja di luar kendali karena mayoritas orang tuanya bekerja. Di wilayah perkotaan, akan menimbulkan permasalahan ekonomi. "Anak bisa menjadi lebih konsumtif meskipun puasa. Anak-anak bisa tidak terdampingi saat libur dan bosan di rumah tanpa kegiatan," ucapnya.

Pengamat pendidikan Satria Dharma berpendapat senada. Dia mempertanyakan dasar argumen Sandiaga yang ingin meliburkan sekolah tersebut. "Ini bukan sekadar diliburkan atau tidak, tapi selama anak tidak sekolah itu mau diapakan. Kami penasaran apa motivasi dan tujuannya," ujar dia. Satria berpendapat, janji ini berpotensi menjadi alat untuk mendongkrak popularitas Sandiaga di kalangan pegiat pendidikan.

Selain itu, menurut Satria, kegiatan sekolah selama Ramadan saat ini sudah ideal. Banyaknya program di luar kurikulum, seperti pesantren kilat, pengajian, dan bakti sosial, mampu mengisi kekosongan kegiatan siswa dari aspek rohani selama Ramadan. "Kalau tidak diliburkan, sekolah saat ini memiliki program keagamaan untuk suplemen. Kalau mau diliburkan, apa argumennya?" kata mantan Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) itu.

Kebijakan meliburkan sekolah selama Ramadan bukan sekali ini terjadi. Kebijakan ini maju-mundur sejak Daoed Joesoef menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1978. Mendapat penolakan dari Majelis Ulama Indonesia saat itu, Daoed mengubah ketentuan libur sekolah selama masa puasa, dari satu bulan penuh menjadi beberapa hari pada awal dan akhir puasa. Kebijakan ini sempat kembali berubah pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang memberlakukan libur sebulan penuh.

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia, Yunahar Ilyas, tak ambil pusing soal wacana tersebut. "Bagi MUI, sama saja. Kalau libur ada manfaat, tidak libur juga bermanfaat, tergantung bagaimana mengisinya. Kalau libur tapi tidak ada kegiatan, anak-anak paling cuma tidur dan main-main saja," kata dia. ARKHELAUS WISNU | EGI ADYATAMA


Gonta-ganti Kebijakan Libur Puasa

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus