Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Dosen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Nur Rizal, mewanti-wanti lembaga pendidikan agar tak terbawa arus politik menjelang pemilihan kepala daerah atau Pilkada serentak 2024. Persaingan di deaerah dikhawatirkan lebih rawan dimanipulasi karena besarnya pengaruh tokoh-tokoh lokal. Pilkada bahkan dianggap lebih rentan dibanding Pemilihan Presiden atau Pilpres, pada paruh pertama tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekolah, terutama para guru, harus bisa bersikap kritis atas informasi politik yang masuk ke ruang-ruang kelas. Jangan sampai malah terseret arus dan mempengaruhi proses belajar," kata Rizal di Yogyakarta, Selasa, 23 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Rizal, sekolah harus dibebaskan dari kepentingan politik, terutama jenjang SMA/SMK yang para siswanya merupakan pemilih pemula. Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan atau GSM itu menyebut lembaga pendidikan menjadi ruang ketiga—setelah lembaga pemerintahan dan juga jalanan—untuk merawat budaya dan sikap ilmiah di tengah carut marut politik.
Hanya di sekolah, kata dia, kultur meritokrasi dapat ditumbuhkan. “Basisnya budaya ilmiah yang terjaga dari para sivitas akademika, yang mengutamakan literasi, data, fakta dan buktir ilmiah untuk berpikir," tutur dia.
Tenaga pendidik yang lekat dengan perangai ilmiah dianggap tidak akan mudah terhasut oleh informasi yang menyesatkan, terutama yang mengandung kepentingan politik. Rizal mengimbuhkan, sikap kritis di kalangan siswa juga bisa meminimalisir gesekan horizontal, misalnya seperti kekerasan antar pelajar akibat provokasi dari luar lingkungan sekolah.
"Karena budaya kritisnya terbangun di sekolah, siswa cenderung belajar merefleksikan dan menganalisa informasi yang kebenarannya meragukan," tutur dia.