Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Di Bawah Ancaman Jenderal Bintang Dua

Seorang perwira TNI diduga mengintimidasi pimpinan KPK untuk dipertemukan dengan Dadan Tri Yudianto. 

22 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak (kiri) dan Komandan Puspom TNI Marsekal Muda, Agung Handoko (kanan) setelah melakukan pertemuan koordinasi pasca operasi tangkap tangkap KPK di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 28 Juli 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Jenderal TNI bintang dua diduga mengintimidasi pimpinan KPK.

  • Sang Jenderal memaksa dipertemukan dengan tahanan KPK.

  • Alexander Marwata tidak membantah ihwal adanya tekanan terhadap pimpinan KPK.

JAKARTA – Hari itu suasana di Gedung Merah Putih—kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan—terasa mencekam. Belasan perwira tinggi TNI datang dengan raut muka tegang. Mereka memprotes keputusan KPK yang menetapkan Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Sebab, TNI memiliki aturan sendiri untuk menangani anggota militer yang diduga terlibat pelanggaran hukum. Jadi, penetapan tersangka itu dianggap menyalahi prosedur.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peristiwa pada 28 Juli lalu itu menjadi sorotan dan ramai diberitakan oleh media massa. KPK akhirnya meminta maaf, lalu menyerahkan kasus Henri dan Afri kepada Puspom TNI. Namun, di luar perkara tersebut, ternyata ada peristiwa lain di Gedung Merah Putih pada waktu yang hampir sama. Peristiwa ini belum banyak diketahui publik. Seorang perwira TNI memaksa untuk dipertemukan dengan seorang tahanan KPK bernama Dadan Tri Yudianto. 

Dadan adalah mantan Komisaris Independen PT Wijaya Karya Beton. Ia diduga menjadi makelar dalam pengurusan perkara korupsi Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung. Setelah ditetapkan menjadi tersangka, dia dikurung di Rumah Tahanan C1 gedung KPK yang berjarak 1 kilometer dari Gedung Merah Putih. Perwira TNI itu menyebut Dadan sebagai teman dekatnya.

Oditur Jenderal (Orjen) TNI Nazali Lempo. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, setelah pertemuan yang membahas kasus Henri dan Afri selesai, sebagian besar perwira TNI meninggalkan Gedung Merah Putih dan ada beberapa orang yang bertahan di ruang pimpinan KPK yang berada di lantai 15. Namun dia tidak mau menyebutkan nama mereka. Yang jelas, satu dari mereka mendesak untuk dipertemukan dengan Dadan. “Dia mengatakan mengenal tersangka yang ditahan di KPK dan meminta izin untuk bertemu,” ucap Alexander, kemarin.

Menurut Alex, saat itu di ruangan pimpinan hanya ada dia dan Johanis Tanak. Mereka awalnya menolak memenuhi permintaan perwira TNI tersebut karena aturan memang tidak membolehkan. Namun, karena situasinya dinilai tidak kondusif, ia tidak kuasa berkeras. “Dengan melihat situasi dan kondisi saat itu, silakan,” katanya.  

Dadan akhirnya dijemput dari Gedung C1 KPK untuk dihadapkan pada perwira TNI itu di lantai 15. Keduanya berbincang di ruang tunggu. Alex mengatakan tak tahu apa yang mereka bicarakan. Para penyidik juga tak ada yang mendampingi Dadan saat itu.  

Cerita yang lebih lengkap disampaikan oleh seorang pegawai KPK yang tidak mau disebutkan namanya. Menurut dia, perwira TNI yang bertemu dengan Dadan itu adalah Oditur Jenderal TNI Laksamana Muda Nazali Lempo. Johanis Tanak dan Alexander Marwata sebenarnya sejak awal menolak mengeluarkan Dadan dari ruang tahanan. Mereka bahkan memanggil pelaksana tugas Deputi Penindakan, Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu, untuk menjelaskan prosedur membesuk tahanan.

Asep mengatakan jam besuk tahanan hanya dibuka Senin-Kamis pada jam kerja. “Tapi dia tetap memaksa dan meminta Dadan dibawa ke lantai 15,” kata pegawai itu. Asep berupaya menolak. Namun Nazali justru mengintimidasi Asep dengan kalimat-kalimat arogan. “Terpaksa Dadan akhirnya diambil.”

Asep kemudian menawarkan agar Nazali dan Dadan berbincang di ruang tahanan Gedung C1 KPK. Sebab, di lingkup internal KPK, ada kesepakatan yang melarang tersangka masuk ke ruang pimpinan di lantai 15. Namun Nazali menolak. Dia tetap meminta Dadan dibawa ke lantai 15. Dengan terpaksa, Asep kemudian menerbitkan bon tahanan—nota resmi—untuk mengeluarkan Dadan dari ruang tahanan. “Kami tidak tahu apa yang dibicarakan Nazali dan Dadan, tapi kami curiga ada hubungannya dengan eks Sekretaris Mahkamah Agung, Hasan Hasbi, yang juga jadi tersangka,” kata pegawai itu. 

Sumber lain dari lingkup internal KPK juga memperkuat cerita itu. Menurut dia, Nazali Lempo datang bersama rombongan perwira TNI yang mempermasalahkan penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Namun, sepanjang pertemuan dengan pimpinan KPK, Nazali hanya duduk diam. Dia baru bicara justru setelah sebagian besar anggota rombongan pulang. “Kalimatnya bernada mengancam,” kata sumber ini. “Dia sepertinya memang memanfaatkan situasi untuk bertemu dengan Dadan.”

Tempo berupaya meminta tanggapan dari Nazali Lempo melalui akun media sosialnya di Facebook dan Instagram. Namun, hingga semalam, Nazali belum memberikan respons. Adapun Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Laksamana Muda TNI Julius Widjojono, menolak menanggapi. Dia menyatakan tidak mengetahui masalah itu. “Ke Pak Nazali saja. Kalau saya sampaikan, jadi salah,” kata Julius, kemarin.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri enggan menyebutkan identitas perwira TNI yang memaksa dipertemukan dengan Dadan tersebut. Namun dia tak membantah bahwa perwira itu diduga mengintimidasi pimpinan KPK. “Kami menyerahkan kasus ini ke Dewan Pengawas yang saat ini dalam proses penyelidikan,” kata Ali. “Dewan Pengawas pasti independen dan profesional untuk melakukan pemeriksaan dan menindaklanjuti laporan ihwal siapa-siapa saja dalam pertemuan itu.”  

Ali juga memastikan pimpinan dan penyidik KPK tidak ada dalam pertemuan singkat Dadan dengan sang perwira. Pertemuan mereka memang berlangsung di lantai 15, tapi bukan di ruang pimpinan KPK. “Di lantai itu ada ruang pimpinan, ruang transit, rapat, musala, dan ruang sekretariat,” katanya. “Jadi, di sana memang bukan hanya ada ruang pimpinan.”

Juru bicara KPK, Ali Fikri. TEMPO/Imam Sukamto

Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Dony Mariantono, telah mengirim hak jawab atas pemberitaan Tempo pada edisi 19 September 2023 bertajuk “Teka-teki di Lantai 15 KPK”. Saat itu, disebut penyidik bernama Arend Arthur Duma membuat bon tahanan untuk mengeluarkan Dadan dari ruang tahanan. Dony membantahnya. Hak jawab Dony ini sekaligus menjadi bagian dari koreksi berita bertajuk "Teka-teki di Lantai 15 KPK" tersebut. 

“Arend Arthur Duma bukan penyidik yang menangani kasus tersebut dan tidak pernah bertemu dengan atau mengenal tersangka DTY (Dadan),” demikian Dony menulis dalam keterangannya, kemarin.

Dony juga menerangkan bahwa mekanisme penerbitan bon tahanan terhadap tersangka hanya bisa dilakukan oleh satuan tugas yang menangani perkara tersebut. Mereka adalah para penyidik yang namanya tertera dalam surat perintah penyidikan.

Kuasa hukum tersangka bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Hasan Hasbi, Maqdir Ismail, menyatakan ia sama sekali tak tahu soal kabar Nazali yang menemui Dadan di ruang tahanan. “Dan tidak pernah ada pembicaraan kami tentang masalah ini,” tutur Maqdir. Adapun kuasa hukum Dadan, Willy Lesmana Putra, tak menyangkal ihwal adanya pertemuan di lantai 15 tersebut. “Tapi, sebagai kuasa hukum Dadan, saya tidak pernah diberi tahu bahwa klien kami dipanggil ke ruang pimpinan,” ucap Willy pada 15 September lalu.

AVIT HIDAYAT

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus