Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RESMINYA Shanoy adalah agen penjualan wiski Mansion House. Kantornya diapit rumah toko penjual aksesori dan penganan Cina di Jalan Pintu Besar Selatan I, Jakarta Pusat. Tulisan Shanoy dari logam warna perak dipajang di dinding depan kantor, yang hanya beberapa meter dari Pasar Asemka—pusat barang-barang murah dari Cina di bilangan Kota, Jakarta Pusat.
Ng Djin Tjong alias Sudjito memperoleh miliaran rupiah dari bisnisnya itu. Namun, selain itu, ia memiliki bisnis pada pengadaan alat dan persenjataan untuk Angkatan Darat dan Angkatan Udara, melalui satu perusahaan lain yang dimilikinya: PT Trimarga Rekatama. Di ruang tamu kantor Shanoy, terpacak jam dinding bulat hijau bertulisan "Keluarga Besar Kodam Jaya".
Seorang petugas keamanan bersafari hitam berjaga di dekat pintu ruang tamu. Sang pemilik kantor dikabarkan jarang datang ke kantor ini. "Kalau ada perlu tanda tangan saja, Bapak baru ke sini," kata Mawar, seorang anggota staf yang bekerja di sana, Jumat pekan lalu.
Djin Tjong mendirikan Trimarga pada akhir 1990. Ia menduduki jabatan direktur. Sedangkan direktur utama dipegang oleh Sri Soemarni. Melalui Trimarga, Djin Tjong telah mengegolkan pembelian sepuluh unit pesawat Sukhoi tipe SU-27 dan SU-30 MK, yang kini dimiliki Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. Empat pesawat dibeli pada 2003, ketika Presiden Megawati Soekarnoputri berkuasa. Enam unit dibeli pada 2009, setelah pemerintah dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kini perusahaan Djin Tjong meneruskan keberhasilan pembelian Sukhoi itu. Pengadaan sepertinya bakal berjalan mulus, hingga dibuka ke publik dua pekan lalu. Adalah Tubagus Hasanuddin yang menggugatnya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. "Yang saya tanyakan: mengapa yang tadinya state credit menjadi kredit ekspor?" kata politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Kredit ekspor disebutnya sebagai kredit komersial, yang memberi peran besar buat agen.
Pengadaan pesawat ini dimulai pada 8 Desember 2010, ketika Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara berkirim surat kepada Panglima TNI. Isinya revisi rencana pengadaan alat utama sistem persenjataan Angkatan Udara 2010-2014. Dalam poin 2-b surat itu ditulis, Angkatan Udara berencana membeli enam unit pesawat Sukhoi jenis SU-30 MK2 dengan menggunakan state credit dari Rusia.
State credit adalah fasilitas pinjaman sebesar US$ 1 miliar yang diberikan pemerintah Rusia kepada Indonesia pada saat Presiden Rusia Vladimir Putin berkunjung ke Indonesia pada 6 September 2007. Kala itu Putin dan Yudhoyono sepakat menggunakan pinjaman untuk pembelian peralatan militer dari Rusia.
Pada 3 Maret 2011, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro berkirim surat kepada Kepala Bappenas. Isinya, Purnomo meminta tambahan alokasi pinjaman US$ 695 juta dalam bentuk kredit ekspor dan US$ 362 juta dalam bentuk state credit. Pengadaan enam Sukhoi senilai US$ 470 juta masuk alokasi kredit ekspor.
Pelaksana proyek ini tampaknya sudah ditentukan. Pada 21 Oktober 2011, di papan pengumuman Lantai I Gedung Suwoto Sukendar, Markas Besar Angkatan Udara, Cilangkap, Jakarta Timur, misalnya tertempel selembar surat. Berisi empat poin, surat ditandatangani Sekretaris I ÂPanitia Pengadaan Marsekal Pertama Achmad Zainuri. Poin pertama menyatakan Dinas Pengadaan Angkatan Udara akan melaksanakan penunjukan langsung untuk program pengadaan Sukhoi SU-30MK2, yaitu JSC Rosoboronexport Rusia dengan agen PT Trimarga Rekatama.
Dinas Pengadaan meminta dua perusahaan itu segera mendaftar dan mengambil dokumen prakualifikasi di panitia pengadaan. "Apabila masyarakat/khalayak ramai ada yang keberatan dengan pelaksanaan penunjukan langsung, dapat mengirimkan surat keberatan kepada panitia pengadaan," tertulis pada poin ketiga. Pengumuman juga menyebutkan nilai pengadaan sebesar US$ 470 juta melalui fasilitas kredit ekspor tahun anggaran 2011.
Poin-poin inilah yang digugat Hasanuddin. Ia mempertanyakan, Kementerian Pertahanan dan Rosoboronexport telah menandatangani kontrak pada 29 Desember tahun lalu. "Padahal DPR belum final memutuskan," kata Sekretaris Militer pada pemerintahan Megawati ini.
Ia juga mempersoalkan kejanggalan harga, yang semula disebutkan US$ 54,8 juta per unit. Jika membeli enam pesawat, dengan harga itu hanya perlu biaya US$ 328,8 juta—bukan US$ 470 juta seperti disebutkan dalam anggaran. Ia pun menuduh ada penggelembungan harga.
Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat membantah tudingan itu. Ia mengatakan harga satu pesawat memang hanya berkisar US$ 55 juta, yang artinya total senilai US$ 330 juta. Sisanya, sekitar US$ 140 juta, digunakan untuk membeli avionik, simulator, senjata, radar, dan 12 mesin. "Satu mesin saja harganya satu juta dolar," kata Imam, Jumat pekan lalu.
Data di Senayan jauh berbeda. Hasanuddin menyebutkan biaya suku cadang dan lain-lain sudah dianggarkan dalam pos tersendiri. Besarnya US$ 77 juta, dengan perincian US$ 45 juta untuk simulator, US$ 25 juta untuk suku cadang, dan US$ 7 juta untuk amunisi.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro juga membantah adanya makelar dalam pengadaan Sukhoi. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Hartind Asrin juga menegaskan ini. "Kementerian Pertahanan berhubungan dengan Rosoboronexport, tidak pernah berhubungan dengan PT Trimarga," kata Hartind, Jumat pekan lalu.
KSAU Imam pun mengatakan tak pernah berhubungan dengan PT Trimarga. "Enggak ada urusan. Kami dengan Rosoboron," kata dia. Namun Imam tak menampik peran PT Trimarga untuk Rosoboronexport. "Rosoboron kan menunjuk Trimarga. Untuk ngurus pabean, paparan, dan presentasi," kata Imam.
Ternyata penjelasan ini juga tidak klop dengan pernyataan pejabat perwakilan Rosoboronexport di Indonesia, Vadim Araksin. "Tidak ada peran Trimarga dalam negosiasi dan kontrak. Kontrak ditandatangani Rosoboronexport dan Kementerian Pertahanan," kata dia. Pemilik Trimarga, Djin Tjong, belum bisa dimintai konfirmasi.
Di tengah kekisruhan ini, jet tempur tak lama lagi bakal mendarat di Tanah Air. Rencananya, dua pesawat akan datang tahun ini dan tiga pesawat akan datang tahun depan. "Satu lagi tahun 2014," kata Brigadir Jenderal Hartind Asrin.
Fanny Febiana
Sukhoi SU-30MK2
Pabrik: KnAAPO
Panjang: 21,94 meter
Tinggi: 6,40 meter
Berat takeoff: 24,9-34,5 ton
Kapasitas bahan bakar: 9,4 ton
Senjata: GSh-301 cannon 30 mm
Rudal udara ke udara: R-27 (AA-10 Alamo), R-73 (AA-11 Archer), R-77 (AA-12 Adder)
Rudal udara ke permukaan: Kh-29T, Kh-31P/A, Kh-59ME
Bom: KAB-500Kr, KAB-1500Kr
Kelebihan SU-30MK2 dibanding SU-27 dan SU-30MK:
Pengguna SU-30MK2:
Sumber: PDAT (Evan), wawancara KSAU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo