Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

JPPI Sampaikan Berbagai Dampak Pemangkasan Anggaran Pendidikan

Pemangkasan anggaran akan membuat bertambahnya angka putus sekolah.

12 Februari 2025 | 22.10 WIB

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji ditemui di Jakarta, Kamis. 2 Mei 2024. ANTARA/Sean Filo Muhamad
Perbesar
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji ditemui di Jakarta, Kamis. 2 Mei 2024. ANTARA/Sean Filo Muhamad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta -- Sejumlah dampak akan muncul sebagai akibat dari pemangkasan anggaran pendidikan. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, pemangkasan anggaran pendidikan menjadi ancaman terjadinya penurunan kualitas pendidikan. Anggaran yang terbatas berdampak pada kualitas guru yang rendah, fasilitas pendidikan yang buruk, dan akses pada sumber belajar yang terbatas. "Hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas pendidikan secara keseluruhan," ujar Ubaid dalam keterangan resminya pada Rabu, 12 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menurut dia, pemangkasan anggaran pendidikan berdampak setidaknya terhadap tiga kementerian. Ketiganya adalah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek), dan Kementerian Agama (Kemenag). 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ubaid menjelaskan, bila pemangkasan anggaran pendidikan sampai mengurangi mandatory spending 20 persen, berarti pemerintah sudah melanggar Pasal 31 UUD 1945. "Jadi, mandatory spending 20 persen itu seharusnya dipertahankan, bukan malah disunat sana-sini," ujar dia. Mandatory spending merupakan belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang. 

Dia juga menegaskan, pemangkasan anggaran akan membuat bertambahnya angka putus sekolah. Banyak siswa, terutama dari keluarga miskin dan kelompok rentan lainnya, yang bergantung pada bantuan pemerintah untuk biaya pendidikan. Pengurangan anggaran dapat menyebabkan mereka putus sekolah karena tidak mampu lagi membayar biaya pendidikan. 

Kebijakan pemangkasan anggaran bermula dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Inpres tersebut dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto pada 22 Januari 2025. Ia menargetkan penghematan Rp 50,5 triliun dana transfer ke daerah (TKD). Sehingga secara keseluruhan, APBN ditargetkan mengalami efisiensi senilai Rp 306,6 triliun. 

Kementerian Keuangan merespons perintah efisiensi anggaran tersebut dengan mengeluarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja K/L dalam Pelaksanaan APBN TA 2025. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah memangkas anggaran hingga Rp 8 triliun. 

Ubaid Matraji menegaskan, pemangkasan juga akan menyulitkan akses pendidikan di daerah. Menurut dia, jumlah sekolah di kota saja masih sangat terbatas, apalagi di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan. Di kota, daya tampung sekolah negeri sangat minim, apalagi di daerah, wujud fasilitas gedung sekolah saja banyak yang tidak punya. "Apalagi untuk jenjang sekolah menengah, sangat susah diakses di daerah," ujar dia.

Pemangkasan anggaran juga akan berdampak pemecatan guru honorer secara massal. Kebijakan ini pernah terjadi pada 2024. Ribuan guru honorer telah terdampak kebijakan ini, mereka diputus kerja secara sepihak. Jika anggaran pendidikan 2025 tambak cekak karena adanya pemangkasan, kata dia, guru honorer ini rentan untuk dipecat karena status dan kekuatan hukum mereka sangatlah lemah. 

Pemangkasan akan meningkatnya ketimpangan pendidikan. Anak-anak dari keluarga kaya akan memiliki akses pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga miskin. Hal ini akan semakin memperlebar kesenjangan pendidikan di Indonesia. "Apalagi, daya tampung sekolah sekolah negeri sangat minim. Jadi, mau tidak mau, harus masuk sekolah swasta yang berbayar mahal," kata dia. 

Ubaid mendesak Presiden Prabowo Subianto meninjau kembali keputusan pemangkasan anggaran pendidikan tahun 2025. "Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Jangan sampai pemangkasan anggaran ini justru menghancurkan masa depan anak-anak Indonesia," ujar dia

JPPI juga meminta Presiden untuk lebih memperhatikan nasib anak-anak yang tidak atau putus sekolah, daerah-daerah yang belum memiliki sekolah, kondisi infrastruktur sekolah yang rusak, nasib guru honorer, kesejahteraan guru dan dosen, serta biaya sekolah dan kuliah yang bertambah mahal. 

 Hanin Marwah dan Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus