Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jurus Rendah Nakasone

Kunjungan pm jepang, nakasone di indonesia, berjanji akan menaikkan bantuannya untuk indonesia dan akan membuka pasar jepang bagi barang-barang non minyak indonesia. (nas)

7 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KUNJUNGANNYA ke Indonesia teramat singkat: kurang dari dua hari. Dan, berbeda dengan pendahulunya, ia datang tanpa sekoper janji. Itulah Yasuhiro Nakasone, Perdana Menteri Jepang yang dianggap bergaris "keras". Semula agaknya ada kekhawatiran kedatangan bekas Dirjen Badan Pertahanan Jepang itu akan disambut suatu protes, karena keinginannya untuk 'memiliterisasi' kembali Jepang. Ternyata tokoh yang dianggap keras itu datang dengan Jurus-Jurus yang menyapu semua rintangan. "Sekarang tidak ada lagi ganjalan dalam hubungan Indonesia dan Jepang," kata Menlu Mochtar Kusumaatmadja Senin siang lalu, seusai melepas PM Jepang itu di pelabuhan udara Halim Perdanakusuma. Nakasone, 64 tahun, yang terpilih sebagai perdana menteri akhir November 1982 itu, agaknya berbeda dengan para pendahulunya. Tidak seperti Zenko Suzuki yang memilih mengunjungi ASEAN begitu terpilih sebagai PM, Nakasone mengunjungi dulu Amerika Serikat, rekan dagangnya yang utama, agaknya karena memang masalah hubungan dengan sekutunya itu dianggap yang paling mendesak. Tujuan kedatangannya ke Indonesia, kata Nakasone, terutama untuk bertemu dengan Presiden Soeharto secara pribadi. "Hubungan antar-negara bukan sekadar hubungan antar-pemerintah atau antar-rakyat kedua negara. Yang paling penting hubungan itu harus didasarkan pada saling percaya, serta persahabatan pribadi antara pucuk pimpinan kedua negara," katanya. Mungkin karena itu ia datang dengan sikap merendah. "Presiden Soeharto sudah mempimpin Indonesia selama sekitar 15 tahun. Sedang saya baru enam bulan menjabat perdana menteri. Jika beliau disamakan dengan mahasiswa universitas, saya cuma seorang murid sekolah dasar. Karena itu saya meminta Presiden Soeharto untuk "membimbing saya," ujar Nakasone dalam konperensi persnya hari Minggu sore lalu. Jawaban Pak Harto? "Beliau cuma tersenyum," kata Nakasone yang disambut gelak tertawa wartawan. PM Jepang yang suka puisi haiku, dan musik klasik itu, juga pandai berdiplomasi. "Saya yakin tanpa ASEAN yang makmur, tak akan ada kemakmuran Jepang. Dan tanpa Indonesia yang makmur, tidak akan ada pula Jepang yang makmur. Berdasar keyakinan ini, saya ingin membagi kemakmuran dan kebahagiaan bersama negara-negara ASEAN," ucap Nakasone. Jepang merupakan rekan perdagangan ASEAN yang terbesar. Pada 1981, misalnya, 28,3% ekspor dan 22,9% impor ASEAN ditujukan atau datang dari Jepang. Jepang juga negara penanam modal terbesar di ASEAN. Buat Indonesia sendiri, Jepang sejak lama merupakan relasi dagang terpenting. Pada 1981 ekspor Indonesia ke Jepang mencapai 47,4% dari seluruh jumlah ekspor, sedang impor dari Jepang 30% dari keseluruhan volume impor. Sekitar 56% ekspor minyak Indonesia ditujukan ke Jepang. Di masa lalu hubungan ASEAN dan Jepang tampaknya lebih diwarnai kecurigaan yang menimbulkan keraguan dan rententan tuduhan terhadap iktikad baik Jepang. Resesi ekonomi dunia tampaknya ikut mengubah pandangan ini. Tegarnya posisi ekonomi Jepang, agaknya mengagumkan banyak negara, yang berusaha mengkaji rahasia keberhasilan Jepang. Hingga di bidang manajemen dan semangat kerja, misalnya, ia dianggap sebagai "model". Malaysia dan Singapura termasuk negara yang kini "menengok" ke Jepang. Resesi ekonomi juga membalikkan posisi pasar dunia: kedudukan pembeli lebih kuat. Sehingga Indonesia yang punya minyak harus lebih terampil untuk menembus pasaran di Jepang. Dan bukan menunggu-nunggu datangnya pembeli. Berbicara tentang peran politik Jepang yang mulai meningkat, Nakasone mengatakan, Jepang sama sekali tidak berniat menjadi "raksasa militer". Sekalipun Presiden Soeharto tidak menanyakan, Nakasone menjelaskan bahwa peningkatan pertahanan Jepang adalah untuk membela diri, bukan untuk maksud menyerang. Sedang pengertian 1.000 mil laut sea lane (alur laut) diukur dari Tokio-Yokohama atau Osaka-Kobe. "Dengan kata lain alur laut itu tidak akan mencapai wilayah ASEAN," kata Nakasone. Dan Presiden Soeharto, menurut Nakasone, menganggap hal itu bukan masalah lagi. Nakasone juga menjanjikan akan memenuhi permintaan Soeharto untuk menyampaikan pandangan Indonesia dan ASEAN: agar konperensi puncak negara industri di Williamsburg, AS, akhir Mei ini akan memberikan perhatian khusus pada masalah negara yang sedang membangun di Selatan. Dalam masalah Kamboja, Jepang seirama dengan sikap Barat: "Kami akan membekukan bantuan pada Vietnam sampai penarikan mundur tentara Vietnam dari Kamboja," tutur Nakasone. Mengenai bantuan, Nakasone menegaskan bantuan Jepang pada Indonesia pada tahun fiskal 1983 akan berjumlah US$ 281 juta, suatu kenaikan 6,9% dibanding 1982. Ia juga menjamin negaranya akan berusaha mempertahankan tingkat 15% impor minyak Jepang yang berasal dari Indonesia. Di bidang penanaman modal, Nakasone menegaskan, "Kami tak punya niat untuk mengubah kebijaksanaan dan akan meneruskan komitmen kami". Jepang juga bersedia memberi bantuan pangan berupa 140.000 ton beras. Yang paling menarik tampaknya janji Nakasone untuk lebih membuka pasar Jepang bagi barang-barang nonminyak Indonesia. Jepang, katanya, pada 1984 akan mengubah sistem preferensi umum (GSP) dengan meningkatkan kuota untuk barangbarang industri sampai sebesar 50% dibanding tahun sebelumnya. "Ini berarti peningkatan ekspor ke Jepang buat barang-barang Indonesia seperti tekstil. Kami juga akan membantu mendorong ekspor barang Indonesia ke Jepang misalnya dengan menerima misi survei Indonesia dan memberikan konsultasi di bidang ini," kata Nakasone. Masalahnya kini: apakah kita bisa memanfaatkan pintu yang terbuka ini? "Kesempatan sudah diberikan pada kita. Kalau Malaysia bisa, mengapa kita tidak? Kita harus siap sendiri," kata Menlu Mochtar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus