Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kamuflase ala Jamaah Islamiyah

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menengarai Jamaah Islamiyah berkamuflase ke berbagai organisasi pemerintah. Menerapkan strategi tamkin dan takiyah.

3 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gedung Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Bogor, jawa Barat. Youtube/Humas BNPT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Badan Nasional Penanggulangan Teroris menengarai Jamaah Islamiyah berkamuflase ke berbagai organisasi pemerintah.

  • Kelompok JI menerapkan strategi tamkin dan takiyah.

  • Kalau sudah tahu disusupi, kenapa tidak ditumpas saja?

JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan jaringan teroris Jamaah Islamiyah telah bertransformasi dalam mengembangkan organisasi mereka. Jamaah Islamiyah ditengarai telah berkamuflase dengan menyusup ke berbagai organisasi resmi yang dimiliki pemerintah ataupun masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau dulu, mereka langsung menjadi kombatan. Sekarang berubah dengan muncul ke permukaan menggunakan sejumlah lembaga resmi,” ujar Direktur Pencegahan BNPT, Ahmad Nurwakhid, kemarin. “Padahal itu untuk menjalani strategi takiyah mereka.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Strategi takiyah, kata Nurwakhid, adalah kamuflase mereka dalam menyembunyikan jati dirinya. Jamaah Islamiyah juga mengembangkan strategi tamkin, yaitu upaya menguasai wilayah dengan menyusupkan anggotanya ke semua lini dengan masuk ke institusi negara maupun masyarakat.

Penangkapan tiga tersangka teroris di kawasan Bekasi pada 16 November lalu menjadi bukti bahwa mereka menyusup ke berbagai lembaga maupun organisasi. Ketiga orang yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri itu adalah Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia, Farid Ahmad Okbah; anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ahmad Zain An Najah; dan dosen Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Anung Al-Hamat.

Petugas Densus 88 membawa terduga teroris jaringan Jamaah Islamiyah dari Lampung, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Desember 2020. ANTARA/Muhammad Iqbal

Ketiganya dianggap berperan penting dalam mengembangkan organisasi Jamaah Islamiyah. Farid dan An Najah merupakan anggota dewan syura Jamaah Islamiyah. “Mereka memang mencari celah dengan menduduki organisasi formal, seperti ormas hingga partai. Bahkan ada yang masuk menjadi anggota geng sepeda motor,” ujar Nurwakhid.

Organisasi Jamaah Islamiyah bertransformasi setelah dipimpin Para Wijayanto sejak 2008. Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap Para Wijayanto, dua tahun lalu. Pengadilan memvonis pentolan organisasi terlarang itu dengan pidana 7 tahun penjara pada 2020.

Para Wijayanto, Ahmad Nurwakhid menjelaskan, mengubah total pengembangan organisasi dengan pendekatan tamkin dan takiyah. Mereka membentuk berbagai lembaga, seperti institusi pendidikan, lembaga amal, organisasi dakwah, yayasan, hingga organisasi kemasyarakatan. Tujuannya, membangun gerakan politik guna menggerus kekuasaan dengan memanipulasi atau mempolitisasi lewat pendekatan agama. “Tujuan akhir mereka adalah mengganti ideologi negara Pancasila dengan khilafah atau agama menurut versi mereka,” ujarnya.

BNPT bersama tim Detasemen Khusus masih terus menyelidiki jaringan anggota organisasi terlarang ini yang menyusup ke sejumlah organisasi. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, mengatakan penyidikan polisi berfokus pada pengejaran terhadap jaringan Jamaah Islamiyah.

Adapun Wakil Ketua Umum Partai Dakwah, Masri Sitanggang, mengatakan heran atas tuduhan BNPT dan tim Detasemen yang menyebutkan sejumlah organisasi maupun lembaga pemerintah telah disusupi jaringan Jamaah Islamiyah. “Kalau sudah tahu disusupi, kenapa tidak ditumpas saja semuanya?” ujarnya.

Masri khawatir stigma terhadap seseorang sebagai anggota atau masuk jaringan teroris bakal dijadikan senjata tim Detasemen yang bisa disalahgunakan. Sebab, BNPT dan tim detasemen antiteror akan mudah menyebut lembaga-lembaga pemerintah ataupun masyarakat telah disusupi orang radikal maupun komunis.

“Analisis adanya tamkin dan takiyah ini hanya analisis yang belum tentu menjadi fakta. Kalau ini yang digunakan, mata pisau ini bisa ditusukkan ke siapa saja,” ujar Masri. “Bahkan seseorang yang belum terbukti juga bisa ditangkap dengan berandai-andai menyusup ke sana, menyusup ke sini.”

IMAM HAMDI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus