Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Karen Agustiawan Divonis Delapan Tahun Penjara

Dianggap telah menyalahgunakan wewenang sehingga merugikan negara.

11 Juni 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen G Agustiawan, setelah sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Galaila Agustiawan, terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi investasi Pertamina di Ladang Minyak Basker Manta Gummy Australia. Karen dianggap telah melakukan penyalahgunaan wewenang serta melanggar prosedur investasi sehingga negara merugi hingga Rp 568,06 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Mengadili, meyakini terdakwa Karen Agustiawan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar hakim ketua Emilia Djaja Subagia saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin. Atas perbuatannya, Karen dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus ini berawal saat PT Pertamina melakukan kegiatan akuisisi atau investasi non-rutin berupa pembelian sebagian aset Roc Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009. Ketika itu, Karen menjabat Direktur Hulu PT Pertamina. Berdasarkan Agreement for Sale and Purchase-BMG Project, nilai pembelian ini mencapai US$ 31,92 juta dengan tambahan biaya lain-lain mencapai Aus$ 26,8 juta. Totalnya, PT Pertamina mengeluarkan dana setara dengan Rp 568,06 miliar. Belakangan, investasi itu merugi karena ladang minyak tersebut berhenti berproduksi.

Hakim menyatakan Karen beserta sejumlah pejabat Pertamina pada periode tersebut telah mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam proses akuisisi. Mereka dianggap melakukan investasi tanpa pembahasan dan kajian terlebih dulu serta tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris Pertamina. Akibatnya, investasi tersebut menyebabkan negara merugi hingga ratusan miliar rupiah.

Sejumlah mantan pejabat Pertamina yang ikut terseret kasus itu antara lain mantan Direktur Keuangan Frederick S.T. Siahaan, mantan Manajer Merger dan Akuisisi Bayu Kristanto, serta mantan Legal Consul and Compliance Genades Panjaitan. Frederick dan Bayu telah divonis 8 tahun bui di pengadilan tingkat pertama, sementara Genades masih berstatus tersangka.

Putusan hakim terhadap Karen ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Karen dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, ia dituntut membayar ganti rugi Rp 284 miliar.

Karen dinilai terbukti berdasarkan dakwaan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Namun majelis hakim yang terdiri atas Emilia Djadja Subagdja, Franky Tumbuwun, Rosmina, M. Idris M. Amin, dan Anwar tidak menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti kepada Karen karena menilai bahwa Karen tidak menerima uang terkait dengan investasi ini. "Tidak ada bukti terdakwa menerima uang dari tindak pidana sehingga terdakwa tidak dapat dibebani uang pengganti," kata hakim M. Idris M. Amin.

Setelah hakim membacakan vonis, Karen langsung mengajukan banding. "Innalillahi, Allahu Akbar. Majelis hakim, saya banding," ujarnya.

Pernyataan Karen lantas ditimpali pengacaranya, Susilo Ari Wibowo, yang menyatakan banding terkait dengan putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa. "Kami secara tegas menyatakan banding," ujar Susilo.

Sidang Karen kemarin sempat diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat salah seorang hakim. Hakim Anwar menyatakan bahwa Karen tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi. Menurut Anwar, perbedaan pendapat antara direksi dan komisaris Pertamina ihwal rencana akuisisi Blok BMG Australia tidak dapat dikatakan perbuatan menyalahgunakan hukum dan kewenangan. "Karena pembuatan keputusan yang tepat guna dimiliki direksi, bukan di tangan komisaris," ujarnya.

Selain itu, bisnis minyak dan gas memang berisiko tinggi karena tidak ada yang bisa menentukan cadangan minyak di tengah laut secara pasti. "Meski keputusan sudah dibuat secara hati-hati, tetap tidak ada kepastian cadangan minyak di bawah laut dan kemungkinan kegagalan tetap ada," ujar Anwar. Meski begitu, majelis hakim tetap menyatakan Karen bersalah karena hanya satu hakim yang berbeda pendapat. ANDITA RAHMA | ANTARA | AGUNG SEDAYU


Tersandung Investasi Ladang Minyak

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus