Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengklaim kasus Covid-19 saat ini sudah menunjukkan tren penurunan. Kementerian Kesehatan mencatat kasus konfirmasi harian pada Sabtu, 12 Maret 2022, menunjukkan penurunan cukup signifikan menjadi 14.900. Angka keterisian rumah sakit juga ikut turun menjadi 23 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Angka penurunan kasus konfirmasi harian yang lebih rendah dari awal Februari lalu menjadi indikator positif. Semakin terkendalinya kasus konfirmasi harian, berarti memperkecil risiko orang dirawat. Semoga hal ini diikuti turunnya angka kasus fatalitas secara konsisten,” ujar Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi lewat keterangan tertulis, Ahad, 13 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman menjelaskan bahwa penurunan jumlah kasus tersebut tidak serta merta menunjukkan laju penularan Covid-19 di masyarakat menurun. Sebab, ujar Dicky, data menunjukkan angka positivity rate masih jauh di atas ambang batas minimal yang ditetapkan WHO, yakni 5 persen.
Positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan. Apabila positivity rate suatu daerah semakin tinggi, maka kondisi pandemi di daerah tersebut memburuk. Kapasitas pemeriksaan Covid-19 pun perlu ditingkatkan.
Data Kemenkes per 12 Maret, rata-rata positivity rate orang mingguan (6-12 Maret) masih berkisar di angka 13,49 persen. Dengan rincian pemeriksaan spesimen menggunakan NAAT (RT-PCR dan TCM) 32,7 persen dan antigen 4,65 persen.
"Tingginya positivity rate menunjukkan kasus Covid-19 jauh lebih tinggi daripada yang ditemukan," ujar Dicky saat dihubungi Tempo pada Ahad, 13 Maret 2022.
Menurut Dicky, temuan yang tercatat itu semakin rendah dengan semakin pasifnya testing akibat penghapusan syarat PCR dan antigen bagi pelaku perjalanan yang sudah mendapat vaksinasi lengkap. "Hal ini membuat jumlah kasus yang terdeteksi semakin sedikit. Jadi ini harus diperhatikan betul, potensi lonjakan kasus masih mungkin terjadi dengan sub varian baru yang ditemukan," tuturnya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi mengakui positivity rate yang masih tinggi tersebut menjadi perhatian pemerintah dan potensi kenaikan kasus bisa saja terjadi. Mitigasi risiko yang dilakukan pemerintah untuk menekan laju penularan saat ini adalah menggenjot vaksinasi, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia dan orang dengan komorbid.
Pemerintah juga ini melakukan testing menggunakan pendekatan surveilans, baik secara aktif melakukan penemuan kasus atau Active Case Finding (ACF) maupun testing epidemiologi.
Menurut Nadia, penghapusan kewajiban tes Covid-19 sebagai syarat perjalanan tidak berpengaruh signifikan terhadap testing. Ia juga mengklaim data positivity rate dan laju penularan yang dikeluarkan pemerintah masih tetap bisa terjaga meski jumlah testing antigen menurun akibat dihapusnya kewajiban tes Covid-19 sebagai syarat perjalanan. "Testing dari pelaku perjalanan tidak terlalu berpengaruh karena positivity rate-nya rendah, jadi tidak berpengaruh terhadap laju penularan," ujar Nadia.
Data Kemenkes, tes untuk skrining menggunakan antigen maka positivity rate-nya relatif rendah di kisaran 4-6 persen. Sementara tes untuk surveilans menggunakan PCR, positivity rate-nya di kisaran 30 persen dan saat puncak di kisaran 40-55 persen.
DEWI NURITA