Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengakui adanya pihak yang melaporkan dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Din Syamsuddin terkait dugaan radikal. Mahfud menyebut laporan itu datang dari beberapa orang yang mengaku dari Institut Teknologi Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Mahfud, mereka mengadu kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo. Namun kata dia, Tjahjo sekadar mendengarkan aspirasi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Namanya ada orang minta bicara untuk menyampaikan aspirasi ya didengar. Tapi pemerintah tidak menindaklanjuti apalagi memproses laporan itu," kata Mahfud Md lewat cuitan di akun Twitternya, Sabtu, 13 Februari 2021.
Mahfud mengatakan pemerintah tak pernah menganggap Din Syamsuddin sebagai radikal atau penganut radikalisme. Ia menyebut Din pengusung moderasi beragama atau washatiyyah Islam yang juga diusung oleh pemerintah.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, lanjut Mahfud, sekaligus penguat sikap Muhammadiyah bahwa Indonesia adalah Darul Ahdi Wassyahadah. Mahfud mengakui Din memang kerap kritis terhadap pemerintah, tetapi bukan radikalis.
Mahfud mengimbuhkan, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama selama ini kompak mengkampanyekan NKRI sebagai negara Pancasila dan sejalan dengan Islam. NU menganut prinsip Darul Mietsaq, sedangkan Muhammadiyah Dahrul Ahdi Wassyahadah.
"Pak Din dikenal sebagai salah satu penguat konsep ini. Saya sering berdiskusi dengan dia, terkadang di rumah JK (mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla)," kata Mahfud.
Din sebelumnya dilaporkan oleh Gerakan Antiradikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan tuduhan telah melanggar disiplin PNS. Ada sejumlah argumen yang dipaparkan, salah satunya pernyataannya dalam webinar Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) 1 Juni 2020.
Pernyataan Din yang berbunyi "Kita keluar karena rakyat memberontak, karena rakyat melakukan aksi-aksi, terutama sebagai amar ma'ruf dan nahyi munkar" dinilai bersifat agitatif dan menyiratkan hasutan kepada masyarakat untuk melakukan perlawanan secara radikal terhadap pemerintah NKRI yang sah. Selain itu, kiprah Din dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) juga turut menjadi alasan.
KASN sebenarnya telah menindaklanjuti laporan itu dan melimpahkan kepada Satuan Tugas Penanganan Radikalisme ASN. "Karena isi aduan tersebut terkait soal radikalisme maka kami serahkan ke Satgas yang menangani," kata Agus lewat pesan kepada Tempo, Sabtu, 13 Februari 2021.
Perwakilan GAR ITB, Shinta Madesari mengatakan, KASN telah menyatakan Din Syamsuddin melakukan tindakan radikalisme. Ia mengirimkan salinan surat KASN kepada Menteri Komunikasi dan Informatika selaku anggota Tim Satuan Tugas Penanganan Radikalisme.