Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bertarikh 22 Maret 2019, surat itu meminta KPU melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT tentang pencantuman Oesman dalam daftar calon tetap versi KPU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pratikno mengatakan katebelece ke KPU itu sekadar meneruskan surat yang dikirim Ketua PTUN kepada Presiden Joko Widodo. Menurut dia, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur bahwa ketua pengadilan bisa memberi tahu presiden bila instansi tergugat tak melaksanakan putusan pengadilan. “Saya atas nama Presiden mengirim surat ke pihak yang diwajibkan pengadilan untuk menindaklanjuti,” katanya pada -Jumat, 5 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu juga menyebutkan memo ke KPU bukan bentuk intervensi pemerintah terhadap lembaga penyelenggara pemilu. “Pemerintah sangat paham bahwa KPU adalah lembaga independen,” dia berujar. “Makanya kami merujuk undang-undang dalam surat itu.”
Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menjelaskan, lembaganya tetap tak akan memasukkan nama Oesman Sapta ke daftar calon anggota DPD pada Pemilu 2019 meski sudah disurati Istana. KPU berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang calon anggota DPD merangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik. “Bila suatu lembaga tak menjalankan putusan MK, itu adalah bentuk nyata dari pembangkangan konstitusi,” tutur Hasyim.
Dicoret dari Daftar
KOMISI Pemilihan Umum tak mengubah keputusan mencoret Oesman Sapta Odang dari daftar calon tetap anggota Dewan Perwakilan Daerah meski Ketua Umum Hanura itu terus melawan. “Keputusan KPU seram dan seru,” ucap Oesman di Jakarta, 17 Desember 2018. “Saya tak akan mundur.”
-Juni 2018
Mahkamah Konstitusi melarang pengurus partai menjadi anggota DPD.
-Agustus 2018
KPU memasukkan nama Oesman ke daftar calon sementara. Namun lembaga ini merevisi Peraturan KPU tentang pencalonan anggota DPD yang mensyaratkan pengurus partai harus mundur dari jabatannya bila maju menjadi kandidat anggota DPD.
-September 2018
Oesman tak masuk daftar calon tetap KPU karena tak melampirkan surat pengunduran diri dari kepengurusan partai.
-Oktober-November 2018
Oesman menggugat ke Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara. MA memutuskan pengurus partai bisa menjadi calon anggota DPD. Adapun PTUN memerintahkan KPU menyertakan Oesman dalam daftar calon tetap.
-Desember 2018
KPU memberikan tenggat sampai 21 Desember bagi Oesman untuk melampirkan surat pengunduran diri sebagai pengurus partai. Pada periode ini, sejumlah komisioner KPU dilaporkan ke polisi dan Badan Pengawas Pemilu.
-Januari 2019
Bawaslu meminta KPU memasukkan nama Oesman ke daftar calon tetap, tapi mewajibkannya mundur dari partai bila terpilih menjadi anggota DPD.
-Maret 2019
Istana mengirim katebelece ke KPU.
Intoleransi Lagi di Yogyakarta
SLAMET Jumiarto ditolak bermukim di Dusun Karet, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Slamet, pelukis yang memeluk Katolik, dilarang tinggal di daerah itu karena ada aturan kampung yang tak mengizinkan pendatang baru berasal dari kalangan nonmuslim dan aliran kepercayaan. Peraturan kampung itu diteken Kepala Dusun Iswanto dan Ketua Kelompok Kegiatan Ahmad Sudarmi pada Oktober 2015.
Iswanto meminta maaf karena menerbitkan aturan yang diskriminatif. “Kami khilaf karena kemampuan sumber daya manusia di desa kami rendah,” katanya pada Kamis, 4 April lalu. Iswanto juga telah mencabut tata tertib itu selepas mediasi dengan Slamet dan sejumlah pejabat pemerintah daerah.
Setelah pencabutan aturan, Slamet bersedia tetap tinggal di Dusun Karet. “Keluarga kami tetap tinggal sampai masa kontrak selesai,” ujarnya. Bupati Bantul Suharsono menyebut aturan Dusun Karet itu sebagai kesalahan besar karena bertentangan dengan konstitusi dan Pancasila. Sebelumnya, ada peristiwa kayu nisan berbentuk salib di Kotagede yang dipotong bagian atasnya karena warga tak ingin ada simbol agama di pusara. Pada 2017, sekelompok masyarakat mendesak Bupati Bantul mengganti camat yang beragama Katolik.
Teroris ISIS Menikam Polisi
teroris berinisial SHS, 44 tahun, menusuk empat polisi saat ditangkap di Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis, 4 April lalu. Keempatnya menderita luka tusukan di sejumlah bagian tubuh, dari paha sampai perut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menjelaskan, SHS awalnya berpura-pura menyerah. Dia langsung menyerang ketika melihat anggota kepolisian lengah. “Terduga teroris sengaja menyiapkan senjata untuk melukai polisi bila sewaktu-waktu ditangkap,” tutur Dedi. Polisi langsung menembak SHS di lokasi penangkapan.
SHS merupakan anggota jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD), yang terafiliasi dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Polisi menangkap dia setelah mengembangkan kasus penyergapan terduga teroris berinisial A—juga anggota JAD—di Karawang, Jawa Barat, pada Rabu, 3 April lalu.
Ketua Komisi ASN Bersaksi untuk Romy
Ketua Komisi ASN Bersaksi untuk Romy/TEMPO/Imam Sukamto
KOMISI Pemberantasan Korupsi memeriksa Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Sofian Effendi sebagai saksi untuk tersangka kasus jual-beli jabatan di Kementerian Agama, Muhammad Romahurmuziy alias Romy. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan komisi antirasuah ingin mendapatkan informasi tentang proses seleksi pejabat di kementerian itu. “Posisi Komisi ASN seperti apa dan kejanggalannya apa saja,” ujar Febri pada -Jumat, 5 April lalu.
Febri menjelaskan, lembaganya menengarai ada keanehan dalam penunjukan Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur. Sebab, Haris justru masuk bursa calon pejabat meski Komisi ASN memberikan catatan khusus. Haris juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dagang jabatan ini.
Sofian menyatakan lembaganya sudah menduga ada praktik jual-beli jabatan di Kementerian Agama sebelum operasi tangkap tangan KPK. Dia pun telah mengingatkan Kementerian bahwa ada calon yang punya rekam jejak buruk. Namun pemberitahuan Komisi ASN tak digubris.
‘Alumni’ 212 Tersangka Penipuan
PENDIRI Presidium Alumni 212, Bukhari Muslim, ditangkap polisi di rumahnya di Perumahan Taman Permata Cikunir, Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis, 4 April lalu. Sebelumnya, polisi menetapkannya sebagai tersangka kasus penipuan. “Penangkapan berdasarkan laporan yang masuk pada Juni 2018,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar Argo Yuwono.
Kasus penipuan itu bermula ketika Muhammad Jamaluddin, yang berstatus pelapor, menemui Bukhari untuk meminta bantuan mengurus visa haji. Bukhari menyanggupi permintaan itu. Setelahnya, Jamaluddin menyerahkan uang sebesar US$ 136.500 atau sekitar Rp 1,9 miliar dan 27 paspor pada Agustus 2017. Setahun berselang, visa haji tak kunjung beres. Bahkan Bukhari membantah tudingan telah menerima duit dan berdalih hanya menerima paspor.
Aktivis 212 yang juga mantan pengacara Rizieq Syihab, Kapitra Ampera, menyebutkan polisi sempat memeriksa Bukhari beberapa kali, bahkan memberinya kesempatan menyelesaikan kasus secara kekeluargaan. Namun upaya itu tak membuahkan hasil.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo