Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan bahwa bipang Ambawang bisa dibeli secara daring untuk menggantikan mudik Lebaran mengundang gaduh.
Penyusun pidato Jokowi tak akurat dan cermat dalam memilih diksi dan memahami konteks yang hendak disampaikan Presiden ke rakyatnya.
Pernyataan perihal bipang Ambawang ini merupakan blunder Jokowi yang ke sekian kali akibat tidak telitinya penyusun pidato.
JAKARTA – Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan bipang Ambawang sebagai makanan yang dapat dibeli secara daring untuk menggantikan mudik Lebaran memicu kontroversi. Istana kebobolan lantaran bipang adalah akronim dari babi panggang, yang kurang pas untuk konteks menikmati kuliner pada masa Lebaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun pernyataan tersebut diunggah Kementerian Perdagangan melalui akun YouTube-nya pada 5 Mei lalu. Jokowi awalnya mengingatkan bahwa saat ini pemerintah melarang mudik Lebaran demi keselamatan warga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia lantas mengimbau warga memesan makanan khas daerah secara daring. Salah satu yang dia sebut ialah bipang Ambawang, yang merupakan babi panggang khas Kalimantan Barat. "Untuk Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara yang rindu kuliner khas daerah atau yang biasanya mudik membawa oleh-oleh, tidak perlu ragu untuk memesannya secara online. Yang rindu makan gudeg Jogja, bandeng Semarang, siomai Bandung, pempek Palembang, bipang Ambawang dari Kalimantan, dan lain-lainnya tinggal pesan. Dan makanan kesukaan akan diantar sampai ke rumah," ujar Jokowi.
Sejumlah informasi menyebutkan draf pernyataan Jokowi biasanya disiapkan kementerian atau lembaga yang berkaitan dengan kegiatan atau acara Presiden dalam momen tertentu. Kemudian instansi tersebut menyerahkan drafnya untuk disetujui Kementerian Sekretaris Negara. Namun ada kalanya Kementerian Sekretaris Negara langsung merumuskan draf pernyataan Presiden dalam pidato yang bersifat umum yang tidak memerlukan penyelarasan dengan instansi teknis.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Lobi Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta, 7 April 2021. setneg.go.id
Adapun dalam pernyataan Jokowi pada 5 Mei lalu itu, materi disiapkan Kementerian Perdagangan selaku instansi teknis. Setelah bahan tersusun, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyetorkannya ke Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Pejabat ini pun menyetujui naskah dan menyerahkannya ke Presiden untuk dibaca.
Masalahnya, sumber lain menyebutkan, tim yang bertugas membantu Pratikno dianggap kurang cermat menapis. Bisa jadi ini akibat kelebihan beban kerja. Keduanya, Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit, dituntut bekerja bak pabrik pidato dengan target nihil kesalahan. Sementara itu, mereka bertugas membuat berbagai materi, seperti rapat terbatas dan rapat pimpinan, yang bisa mencapai lima item dalam sehari. Ari dan Sukardi pun harus menyusun bahan pidato untuk pertemuan internasional dan pidato kenegaraan.
Blunder pun luput dihapus dari naskah. Pernyataan Jokowi kemudian menyulut lebih dari 75 ribu cuitan di Twitter per 8 Mei lalu—menurut lembaga analisis percakapan media sosial Drone Emprit. Sementara itu, pada waktu yang sama, kebijakan tes wawasan kebangsaan Komisi Pemberantasan Korupsi hanya memancing sekitar 34 ribu percakapan.
Sumber itu mengatakan kejadian kali ini merupakan blunder kedua yang dilakukan Menteri Lutfi. Sebelumnya, pernyataan Lutfi soal rencana impor beras juga turut memancing polemik di publik.
Terkait dengan hal ini, Menteri Pratikno belum membalas pesan konfirmasi Tempo. Sedangkan juru bicara Presiden, Fadjroel Rahman, meminta Tempo menghubungi Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana. "Tanya Ari Dwipayana, Koordinator Staf Khusus Presiden, ya," kata Fadjroel.
Fadjroel Rachman. Dokumentasi TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Namun Ari belum menjawab pertanyaan yang dikirim melalui pesan pendek. Staf Khusus Presiden, Sukardi Rinakit, mengatakan dirinya tak lagi terlibat dalam penyusunan pidato Presiden pada periode kedua pemerintahan Jokowi. Menurut Sukardi, ia baru akan terlibat lagi dalam penyusunan pidato kenegaraan pada 16 Agustus mendatang. "Sekarang saya lebih banyak mengurusi benda seni koleksi Istana," kata Sukardi.
Adapun Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi nihil respons saat ditanya seputar proses penyusunan naskah pernyataan Presiden. Beberapa hari lalu, dia mengklarifikasi pernyataan Presiden Jokowi soal bipang Ambawang. Lutfi menyebutkan Kementerian Perdagangan selaku penanggung jawab acara meminta maaf jika pernyataan itu membuat heboh. "Kami memastikan tidak ada maksud apa pun dari pernyataan Bapak Presiden. Kami meminta maaf sebesar-besarnya jika terjadi kesalahpahaman," kata dia.
Lutfi menjelaskan, pernyataan Jokowi itu ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Dia juga meminta masyarakat melihat konteks pernyataan itu yang terkait dengan ajakan untuk membeli produk dalam negeri.
Ketua Umum Relawan Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer, menganggap Menteri Lutfi sudah melakukan blunder berulang yang mempermalukan Presiden. Dia mencatat, sejak dilantik lima bulan lalu, Lutfi melakukan tiga kesalahan: pernyataan ajakan Presiden untuk membenci produk luar negeri, rencana impor beras, dan persoalan babi panggang.
Kesalahan berulang ini, kata Immanuel, diperparah oleh kinerja penyuntingan naskah di Kementerian Sekretaris Negara yang seakan-akan tanpa filter. "Akhirnya Presiden yang dirugikan karena kelalaian mereka," ujar dia.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mendesak agar Presiden mengevaluasi strategi komunikasi secara menyeluruh. Ujang mengatakan kesalahan ini sudah berlangsung sejak 2015, tapi para penanggung jawabnya justru masih bekerja di Istana dan tidak meminta maaf kepada publik.
Ujang mengingatkan, jika strategi komunikasi tidak segera dibenahi, ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin dalam. "Jangan sampai kesalahan-kesalahan komunikasi dianggap remeh sehingga dibiarkan saja selama bertahun-tahun," kata dia.
DEWI NURITA | ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo