Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kemudian: Patung Soekarno-Hatta

Setelah keputusan presiden tentang pemugaran makam bung karno, maka isnaeni, ketua dpp pdi, kemudian menyatakan gagasan untuk membikin patung bung karno & bung hatta di pegangsaan timur 56 jakarta. (nas)

11 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADALAH Waka Bakin Ali Murtopo yang pertama kali melontarkan maksud pemerintah untuk memugar makam Bung Karno di Blitar. Itu diucapkan depan massa PDI yang merayakan ulangtahun ke-5 partai itu di Sala bulan lalu. Tapi sampai minggu kemarin, meski ada pendapat bahwa "Bung Karno adalah milik rakyat," masih belum ada persetujuan dari pihak keluarga Almarhum di Jakarta. "Tapi rupanya pemugaran itu sudah dimulai," kata Nyonya Hartini, salah seorang isteri bekas Presiden pertama RI itu. Kabarnya sekarang sudah ada usaha pembongkaran kuburan bagian luar-bawah sekitar makam Bung Karno di Taman Makam Pahlawan Karangmulyo, desa Sentul, Blitar. Apalagi dari Blitar sudah terdengar persetujuan dari nyonya Sukarmini Wardoyo, kakak Bung Karno. "Itu bu Wardoyo yang setuju. Kami di Jakarta tetap keberatan. Tapi memang betul bu Wardoyo mengharap agar makam bapak Sukemi Sosrodihardjo, ayahanda Bung Karno, yang selama ini di luar, bisa masuk makam pahlawan dan dijejerkan dengan makam Bung Karno dan ibu," kata Hartini. Pak Isnaeni Menurut harian Suara Merdeka Semarang, dalam suratnya 25 Januari lalu nyonya Wardoyo menyatakan terimakasihnya kepada pemerintah yang bermaksud memugar makam Bung Karno. Sekarang ini di dekat makam Bung Karno, selain ada makam ibundanya juga terdapat makam Almarhum Laksda Puguh, kemenakan Bung Karno yang meninggal bulan Desember lalu. Sementara itu Mh. Isnaeni menyatakan "pemugaran makam Bung Karno itu sudah beres." Ia juga mengaku telah bertemu dengan Hartini yang katanya tidak keberatan. "Kalau bisa memang di tanah Parahiyangan, itu lebih baik," kata Isnaeni mengutip Hartini. Tapi menurut Hartini, ketika bertemu dengan Ketua DPP PDI itu ia menyatakan keberatannya. "Kalau betul pak Isnaeni mengatakan begitu, saya sungguh menyesal," katanya. Sekarang pihak keluarga Almarhum di Jakarta sudah menulis surat pernyataan yang ditandatangani oleh 7 anak Bung Karno minus Kartika (anak dari Dewi Soekarno) yang berada di Paris. Isinya keberatan atas maksud pemugaran dan telah disampaikan kepada pemerintah lewat Bung Hatta. "Selain sebagai teman seperjuangan Almarhum, Bung Hatta juga tetua kami," tambah Hartini. Pokoknya Hartini setuju.dengan apa yang dinyatakan oleh Guntur dan Guruh (TEMPO, 4 Pebruari). Dan sebagaisalah seorang pengemban surat wasiat Almarhum (selain Guntur sebagai kepala keluarga), Hartini berkata: "Kami sudah menyanggupi memenuhi permintaan Almarhum sebelum Almarhum meninggal. Kita bisa salah nanti kalau melanggar janji. Tapi kalau pemerintah punya mau, apa kita bisa melarang?" Tapi ada cerita lain. Meski sudah ada wasiat, beberapa orang, antara lain Letjen (pensiun) Djatikusumo, menyuankan agar Bung Karno dimakamkan di Blitar . "Kan lahirnya di sana. Ibunyapun dimakamkan di sana. Dan Blitar itu di bawah candi Penataran," kata Djatikusumo yang kini komisaris PB Pepabri. Ia mengaku, pada saat Bung Karno meninggal, Presiden Soeharto pernah minta pertimbangan kepadanya. "Tapi menurut saya, sekarang ini belum perlu untuk memugar makam Bung Karno, sebab rakyat kita kan masih miskin. Kalau ada wasiat agar Almarhum dimakamkan di bawah pohon rindang, haruslah ditafsirkan sebagai rindangnya pohon Pancasila. Jadi yang penting bagaimana kita mengurus pengembangan Pancasila," kata Djatikusumo. Patung Soekarno-Hatta Adalah Isnaeni pula yang minggu lalu menyatakan gagasan untuk membikin patung proklamator Bung Karno dan Bung Hatta di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tempat proklamasi pertama kali diucapkan. Tapi menurut Soerowo Abdulmanap, sekjen Badan Penggerak dan Pengamal Pancasila (salah satu badan dari Dewan Harian Nasional Angkatan '45), gagasan seperti itu sudah timbul 3 tahun lalu. "alau Isnaeni menyatakan hal itu sekarang, itu mungkin sebagai konsumsi politik," kata Soerowo. Tapi Soerowo juga menyatakan, ketika akhir tahun 1974 delegasi Angkatan '45 yang dipimpin Jenderal Surono menemui Presiden menyatakan gagasan tersebut, Presiden minta agar ditunda untuk sementara waktu. Presiden sendiri ketika meresmikan Gedung Joang '45 di Menteng Raya 31 Jakarta, bulan Agustus 1974, juga menyatakan perlunya patung tersebut. Tokoh Angkatan '45 lainnya, Sudiro, yang kini memimpin Yayasan Gedung-gedung Bersejarah, membenarkan pernyataan Soerowo. Katanya, di tahun 1974 itu Angkatan '45 pernah mengirim surat kepada Presiden. Juga DPRD DKI dan bekas Gubernur DKI Ali Sadikin. "Tapi kemudian tak ada kabar beritanya lagi," kata pak Diro. Sementara itu 1. Wangsa Widjaja, sekretaris pribadi Bung Hatta, menyatakan belum dihubungi dan "baru mendengar tentang maksud membuat patung Bung Hatta itu dari koran." Tapi menurut pak Diro, yang mengaku pernah menghubungi Bung Hatta, "untuk kepentingan sejarah beliau tidak keberatan, meskipun harus sedikit menahan perasaan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus