ADALAH Waka Bakin Ali Murtopo yang pertama kali melontarkan
maksud pemerintah untuk memugar makam Bung Karno di Blitar. Itu
diucapkan depan massa PDI yang merayakan ulangtahun ke-5 partai
itu di Sala bulan lalu. Tapi sampai minggu kemarin, meski ada
pendapat bahwa "Bung Karno adalah milik rakyat," masih belum ada
persetujuan dari pihak keluarga Almarhum di Jakarta.
"Tapi rupanya pemugaran itu sudah dimulai," kata Nyonya
Hartini, salah seorang isteri bekas Presiden pertama RI itu.
Kabarnya sekarang sudah ada usaha pembongkaran kuburan bagian
luar-bawah sekitar makam Bung Karno di Taman Makam Pahlawan
Karangmulyo, desa Sentul, Blitar. Apalagi dari Blitar sudah
terdengar persetujuan dari nyonya Sukarmini Wardoyo, kakak Bung
Karno.
"Itu bu Wardoyo yang setuju. Kami di Jakarta tetap keberatan.
Tapi memang betul bu Wardoyo mengharap agar makam bapak Sukemi
Sosrodihardjo, ayahanda Bung Karno, yang selama ini di luar,
bisa masuk makam pahlawan dan dijejerkan dengan makam Bung Karno
dan ibu," kata Hartini.
Pak Isnaeni
Menurut harian Suara Merdeka Semarang, dalam suratnya 25 Januari
lalu nyonya Wardoyo menyatakan terimakasihnya kepada pemerintah
yang bermaksud memugar makam Bung Karno. Sekarang ini di dekat
makam Bung Karno, selain ada makam ibundanya juga terdapat makam
Almarhum Laksda Puguh, kemenakan Bung Karno yang meninggal bulan
Desember lalu.
Sementara itu Mh. Isnaeni menyatakan "pemugaran makam Bung Karno
itu sudah beres." Ia juga mengaku telah bertemu dengan Hartini
yang katanya tidak keberatan. "Kalau bisa memang di tanah
Parahiyangan, itu lebih baik," kata Isnaeni mengutip Hartini.
Tapi menurut Hartini, ketika bertemu dengan Ketua DPP PDI itu ia
menyatakan keberatannya. "Kalau betul pak Isnaeni mengatakan
begitu, saya sungguh menyesal," katanya.
Sekarang pihak keluarga Almarhum di Jakarta sudah menulis surat
pernyataan yang ditandatangani oleh 7 anak Bung Karno minus
Kartika (anak dari Dewi Soekarno) yang berada di Paris. Isinya
keberatan atas maksud pemugaran dan telah disampaikan kepada
pemerintah lewat Bung Hatta. "Selain sebagai teman seperjuangan
Almarhum, Bung Hatta juga tetua kami," tambah Hartini.
Pokoknya Hartini setuju.dengan apa yang dinyatakan oleh Guntur
dan Guruh (TEMPO, 4 Pebruari). Dan sebagaisalah seorang
pengemban surat wasiat Almarhum (selain Guntur sebagai kepala
keluarga), Hartini berkata: "Kami sudah menyanggupi memenuhi
permintaan Almarhum sebelum Almarhum meninggal. Kita bisa salah
nanti kalau melanggar janji. Tapi kalau pemerintah punya mau,
apa kita bisa melarang?"
Tapi ada cerita lain. Meski sudah ada wasiat, beberapa orang,
antara lain Letjen (pensiun) Djatikusumo, menyuankan agar Bung
Karno dimakamkan di Blitar . "Kan lahirnya di sana. Ibunyapun
dimakamkan di sana. Dan Blitar itu di bawah candi Penataran,"
kata Djatikusumo yang kini komisaris PB Pepabri. Ia mengaku,
pada saat Bung Karno meninggal, Presiden Soeharto pernah minta
pertimbangan kepadanya.
"Tapi menurut saya, sekarang ini belum perlu untuk memugar makam
Bung Karno, sebab rakyat kita kan masih miskin. Kalau ada wasiat
agar Almarhum dimakamkan di bawah pohon rindang, haruslah
ditafsirkan sebagai rindangnya pohon Pancasila. Jadi yang
penting bagaimana kita mengurus pengembangan Pancasila," kata
Djatikusumo.
Patung Soekarno-Hatta
Adalah Isnaeni pula yang minggu lalu menyatakan gagasan untuk
membikin patung proklamator Bung Karno dan Bung Hatta di
Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tempat proklamasi pertama kali
diucapkan. Tapi menurut Soerowo Abdulmanap, sekjen Badan
Penggerak dan Pengamal Pancasila (salah satu badan dari Dewan
Harian Nasional Angkatan '45), gagasan seperti itu sudah timbul
3 tahun lalu. "alau Isnaeni menyatakan hal itu sekarang, itu
mungkin sebagai konsumsi politik," kata Soerowo.
Tapi Soerowo juga menyatakan, ketika akhir tahun 1974 delegasi
Angkatan '45 yang dipimpin Jenderal Surono menemui Presiden
menyatakan gagasan tersebut, Presiden minta agar ditunda untuk
sementara waktu. Presiden sendiri ketika meresmikan Gedung Joang
'45 di Menteng Raya 31 Jakarta, bulan Agustus 1974, juga
menyatakan perlunya patung tersebut.
Tokoh Angkatan '45 lainnya, Sudiro, yang kini memimpin Yayasan
Gedung-gedung Bersejarah, membenarkan pernyataan Soerowo.
Katanya, di tahun 1974 itu Angkatan '45 pernah mengirim surat
kepada Presiden. Juga DPRD DKI dan bekas Gubernur DKI Ali
Sadikin. "Tapi kemudian tak ada kabar beritanya lagi," kata pak
Diro.
Sementara itu 1. Wangsa Widjaja, sekretaris pribadi Bung Hatta,
menyatakan belum dihubungi dan "baru mendengar tentang maksud
membuat patung Bung Hatta itu dari koran." Tapi menurut pak
Diro, yang mengaku pernah menghubungi Bung Hatta, "untuk
kepentingan sejarah beliau tidak keberatan, meskipun harus
sedikit menahan perasaan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini