Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kesadaran Harap Datang

Rektor UI Prof.Dr. Mahar Mardjono dalam pidato dies UI ke-29, mengatakan bahwa mahasiswa masih sangat minim dalam melakukan penelitian. Ini disebabkan oleh kurangnya biaya, waktu, kesadaran mahasiswa. (pdk)

24 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEGIATAN penelitian di Indonesia memang belum bangun. Universitas, yang seharusnya melakukan kegiatan itu secara intensif, belum bergerak seperti yang diinginkan. Paling tidak itu diakui Rektor UI Prof. Dr. Mahar Mardjono dalam pidato Dies UI ke 29 pekan lalu. Memang banyak kemajuan sudah dicatat UI selama ini. Jumlah doktornya sejak 1950 sampai sekarang sudah 136, di antaranya 10 doktor dihasilkan UI di tahun akademi lalu. Dan di Sabtu yang cerah itu, sebanyak 165 sarjana baru telah dilepas, hasil berbagai fakultasnya. Juga bisa dimengerti bila Prof. Mahar mengucap syukur, mahasiswa yang ditahan sejak awal 1978 kini sudah dilepaskan semua. "Hanya seorang dosen hingga kini masih dalam tahanan," katanya. Dibandingkan universitas lain angka-angka itu jelas prestasi. Tapi Mahar tak mau melaporkan yang baik-baik saja. Maka disebutlah beberapa kelemahan, antara lain yang menggambarkan kegiatan mahasiswa UI selama setahun 30% untuk istirahat dan tidur, 50% untuk kegiatan lain dan hanya 20% untuk kegiatan akademis. Bentuk kegiatan yang terakhir itu misalnya kuliah, membaca buku dan penelitian. Maka ketika membicarakan masalah penelitian itulah Prof. Mahar tidak gembira. "Masih sangat minim," katanya. "Mahasiswa terlalu santai." Tentu saja soal penelitian itu mengundang reaksi drs. Harsono Suwardi, MA, Pembantu Dekan bidang penelitian Fakultas llmu-llmu Sosial Ul mengatakan hal tersebut bukannya tanpa sebab. "Minat mahasiswa mengadakan penelitian cukup besar. Paling tidak di FIS UI. Tapi kita kekurangan biaya," kata pembantu dekan itu. Di FIS UI tiap semesternya tidak kurang 100 mahasiswa dikirim ke daerah untuk melakukan penelitian ilmiah. Dan untuk itu membutuhkan biaya tak kurang dari Rp 4 juta, yang sebagian besar diusahakan oleh fakultas sendiri. Himbauan Menyinggung soal biaya penelitian yang katanya tidak cukup itu, Mahar tidak percaya. Bukannya tidak percaya anggaran penelitian memang kurang, tapi tidak percaya kalau anggaran dicukupkan lalu penelitian meningkat. "Penelitian," kata Mahar, "tidak bisa diciptakan dalam waktu sekejap." Kepada TEMPO dijelaskannya, pidato pada Dies UI itu merupakan himbauan kepada seluruh masyarakat. "Kalau saya mengatakan mahasiswa, itu tidak hanya untuk mahasiswa. Juga tidak hanya untuk para pendidik. Tapi untuk kita semua sebagai bangsa." Cepat-cepat ditambahkannya kalau penelitian memang banyak dilakukan, tapi intensitasnya kurang. Dengan demikian hasilnya pun kurang bisa dimanfaatkan. Soal intensitas penelitian itu pun menjadi keprihatinan Lcmbaga llmu Pengetahuan Indonesia (LIPI. Dr. S. Sastrapradja, Kepala Deputy Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam LIPI, menunjuk sebabnya: "Penelitian seharusnya dilakukan full time. Sekarang ini, kecuali tenaga ahli sedikit, itu pun masih punya pekerjaan lain. Jadi perhatian terhadap penelitian yang dilakukan tldak sepenuhnya." Soal waktu yang tidak sepenuhnya itu pula yang ditunjuk Mahar sebagai penyebab mahasiswa lesu. Tapi ini soal waktu dosen ketemu mahasiswa. Praktis, paling banyak sesuai jam kuliah saja dosen ketemu mahasiswanya. Akibatnya, menurut Mahar, arahan terhadap mahasiswa kurang. Dan kenapa dosen tidak sepenuhnya mengabdi kepada anak didiknya, alasannya telah jadi klasik: mencari tambahan nafkah. Contoh bagaimana dosen bekerja sepenuhnya di fakultasnya, misalnya di Malaysia seorang dokter yang mengajar di universitas tidak diperbolehkan buka praktek, begitu cerita Mahar. Namun Menteri P & K Daoed Joesoef punya pendapat lain, meski ia membenarkan kata Mahar. "Tidak bisa hanya dengan alasan dosennya memberi kuliah ke sana ke mari lalu kegiatan akademis boleh lesu. Kesadaran harus datang dari si mahasiswa sendiri," kata Daoed. Nah, yang jadi soal kemudian ternyata kesadaran si mahasiswa sendiri. Hanya saja bagaimana mendatangkan kesadaran ini? Kecuali dari sang dosen memang masih bisa diajukan satu sumber lagi yang disebut kurikulum. Mahar mengakui kalau kurikulum memang belum mendorong mahasiswa untuk lebih berinisiatif sendiri, baik dalam proses belajar di bangku kuliah maupun agar mahasiswa mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus