Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Hansip Kampus

Rektor UI Mahar Mardjono, inspektur upacara, meresmikan pembentukan Resimen Mahasiswa Jakarta Raya Batalyon UI. Kegiatan Menwa tetap harus tergantung pada rektor, menomorsatukan kegiatan akademis. (pdk)

24 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM upacara Dies Natalis ke 29 UI di Balai Sidang Senayan Jakarta awal pekan lalu tampak pemandangan tidak biasa. Para Pembantu Dekan III (bidang kemahasiswaan dan alumni) hadir dengan seragam hijau militer. Ada apa? Beberapa jam kemudian, seusai upacara, mereka menghadiri acara lain. Siang itu, di halaman Balai Sidang, Rektor UI Mahar Mardjono yang juga bertindak selaku inspektur upacara, meresmikan pembentukan Resimen Mahasiswa Jakarta Raya Batalyon UI yang beranggotakan 300 orang -- 30 di antaranya puteri. Seragam mereka merupakan hadiah dari Pangdam V Jaya Mayjen Norman Sasono. Selama 3 minggu sejak 8 Januari lalu mereka mengikuti latihan dasar militer selama 100 jam. Sebagian besar mengambil tempat di kampus UI, meliputi pengetahuan dasar kemiliteran, pertahanan keamanan, perlindungan masyarakat. Selain itu, selama 5 hari, mereka tinggal di kompleks Kesatrian Kopassandha Cijantung, Jakarta Timur, berlatih non-stop sejak subuh sampai malam. Dalam pelajaran ketrampilan lapangan itu tercakup pelajaran menembak, meluncur dan merayap dengan tali, lintas medan, penyerangan pendadakan. Kemudian juga long march Jakarta-Bogor. Tapi mengapa UI baru sekarang membentuk Resimen Mahasiswa? Menurut Dan Yon Menwa UI, Zulfahmi Hasan dari FIS-UI, karena semula masih ada beda pendapat antara Satuan Tugas Mahasiswa UI dengan Resimen Mahasiswa Jakarta Raya. Ganjelan Dalam rapat kerja para Dan Yon Menwa se Jakarta di penghujung 1977 lalu, ganjelan itu belum semuanya terselesaikan. Misalnya atribut, baret dan nomor batalyon. "Kita minta atribut lama tidak dipakai lagi," kata Zulfahmi. Baret kuning yang selama ini dipakai Men Mahajaya juga ditolak. Mereka juga minta agar Menwa UI dijadikan Batalyon 1. "Di lain tempat, universitas negeri biasanya dijadikan Batalyon 1. Kenapa kita jadi Batalyon 6?" ujar Zulfahmi lagi. Sampai sekarang, Menwa UI tidak bersedia memakai baret kuning. "Kita menginginkan warna lain yang mencerminkan pengintegrasian dari tiga resimen sebelumnya," tambahnya. Meskipun akhirnya Gubernur DKI memutuskan baret kuning itu pula yang harus dipakai, Menwa UI tetap menolak. "Resminya kita harus tunduk pada keputusan itu. Tapi kita ingin menunjukkan bahwa dalam Menwa, wewenang komando tidak mungkin berjalan sepenuhnya seperti dalam ABRI. Kita ini kan mahasiswa," kata Benny S. Guntur, mahasiswa FIS-UI yang jadi ketua Kvrps Senior Menwa UI dan yang bertugas mendampingi Dan Yon Menwa UI. Tapi bagaimana pun, sejak 1976 lalu, Satgasma UI itu pun bergabung juga dalam Resimen Mahasiswa Jakarta Raya. Dua resimen lainnya adalah Mahajaya (resimen dari mahasiswa perguruan tinggi swasta) dan Mahatirta (resimen mahasiswa perguruan tinggi yang bidang studinya nasalah bahari, misalnya Akademi Ilmu Pelayaran). Penggabungan tersebut diadakan setelah keluar SK 3 Menteri -- Hankam, P&K serta Dalam Negeri -- yang antara lain menyebut: Setiap propinsi hanya dibenarkan ada satu Menwa. Di balik semua itu ada cerita panjang. Tahun 1962, seperti halnya di perguruan tinggi lain, di UI dibentul satu Batalyon Men Mahajaya. Lima tahun kemudian, Departemen Hankam memperkenalkan proyek Wajib Latih Mahasiswa alias Walawa. Hanya dibentuk di beberapa perguruan tinggi negeri, tahun 1972 Walawa dibekukan, sementara Men Mahajaya dan Mahatirta di Jakarta jalan terus. Tidak seperti Sat Walawa di kota-kota lain yang begitu dibekukan lantas bergabung dengan resimen induknya, Sat Walawa UI enggan kembali masuk dalam Men Mahajaya -- yang memang merupakan induknya sebelum ada Walawa. "Sampai 1974, struktur staf Walawa masih tetap kita pertahankan," tutur Benny S. Guntur. Tapi kemudian Sat Walawa UI dilikwidir lalu dibentuklah Satgasma UI atau Satuan Tugas Mahasiswa UI. "Berbeda dari Men Mahajaya dan Sat Walawa, Satgasma UI tidak punya hubungan koordinatif maupun komando dengan pihak luar. Tapi langsung di bawah komando Rektor UI sendiri," ucap Benny lagi. Nah, Satgasma UI inilah yang akhirnya bergabung dengan Men Mahajaya dan Mahatirta itu. Timtim Di antara Menwa-Menwa, tampaknya Men Mahawarman di Jawa Barat yang tertua. Bibitnya tumbuh dari FK-Unpad, Bandung. Ketika itu, 1959. ABRI sedang giat-giatnya menumpas DI/TII Kartosuwiryo. Tim medis FK-Unpad yang terjun ke medan operasi mendapat tanggapan positif Pangdarn VI/Siliwangi, Kolonel Kosasih. Maka 13 Juni 1959, dibentuklah Menwa di sana. Apa sih perlunya Menwa? Menurut Kepala Biro Pembinaan Kekuatan Rakyat Kodam V/Jaya Letkol Soetjipto, Menwa merupakan salah satu unsur pertahanan sipil alias Hansip. Unsur lainnya: keamanan rakyat (Kamra) dan perlawanan rakyat (Wanra). Pernah diikutsertakan dalam Latihan Gabungan Brigade ABRI di Sukabumi 1977, ada pula beberapa orang yang bertugas ke Timor Timur. Tapi di garis belakang. Belum lama ini malah 50 anggota Menwa dari seluruh Indonesia diikutsertakan dalam Kontingen Garuda ke Timur Tengah. Mereka diberi pangkat Sersan Dua. Selain Menwa, di kalangan mahasiswa juga ada Perwira Cadangan atau Pacad yang beranggotakan minimal sarjana muda. Setelah lulus latihan kemiliteran 6 bulan, mereka mendapat pangkat Letnan Dua Cadangan. "Kalau negara memerlukan, mereka bisa ditarik dalam wajib militer," ujar Soetjipto. Di seluruh Indonesia kini baru ada 18 Pacad dari berbagai perguruan tinggi, di samping 9 Pacad yang terdiri dari pegawai negeri atau Camat. Para Pacad ini kelak merupakan komandan pasukan yang beranggotakan Cadangan Nasional Tamtama, yaitu pasukan cadangan yang direkrut dari Wanra. Mereka dimanfaatkan bila negara dalam keadaan perang. Dan semuanya tentu sudah diatur dalam lRUU tentang Bela Negara yang awal bulan ini disampaikan oleh Menhankam M. Jusuf kepada Presiden. Berbeda dengan Menwa yang ekstra kurikuler, mata kuliah kewiraan yang hltra kurikuler dan non-fisik selama ini masih ada, meskipun baru terbatas untuk perguruan tinggi negeri. Tapi bagaimana peranan Menwa itu sendiri, cerita l:.etkol Anas Malik menarik. Ketika masih berpangkat Mayor di awal 70-an Anas yang kini menjabat Kadis Pendam V/Jaya itu pernah menjadi Komandan Sat Walawa UI selama 2 tahun. "Saya dulu sering membawa mahasiswa berlatih kemiliteran ke gunung dan hutan. Tak ada perbedaan tingkat sosial di antara kita. Pakai seragam sama, tidur di tempat sama, makan sama-sama," Anas mengenang. Selain mengajak anak buahnya mengamankan ujian saringan masuk UI di Senayan, juga "membersihkan gelandangan di lingkungan kampus". Tapi itu dulu. Bagaimana dengan hlenwa yang sekarang? Bagi Rektor UI, Mahar Mardjono, kegiatan Menwa Yon Ul tetap harus tergantung padanya. "Sebab di sini sayalah yang berkuasa," katanya pekan lalu di kantornya. Maksudnya mereka harus tetap menomor-satukan kegiatan akademis. Atau memanfaatkan liburan untuk kegiatan Menwa. "Dan kalau sedang ada ujian, tentu saja mereka saya larang mengadakan latihan," tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus