Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PDI menampilkan calon orang beken. Ada Rendra, Loekman Soetrisno, Guruh, dan Kwik Kian Gie. Tapi ada yang menolaknya. BARU kali ini, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) punya waktu lebih longgar menyusun daftar calon anggota DPR/MPR. Sebab, pemimpin partai bersimbol kepala banteng itu punya masa jabatan lebih dari lima tahun untuk menyiapkan pemilihan calon dalam Pemilu 1992 nanti. Bahkan, dengan masa jabatan panjang DPP itu pula, PDI sempat menyeleksi calon lewat DPC dan DPD. Tampaknya, PDI yang menyebut diri sebagai "partai rakyat kecil" ini mulai serius memilih calon wakil-wakilnya yang akan dipamerkan kepada rakyat. Apalagi, menurut Sekretaris Jenderal DPP PDI Nico Daryanto, sering terlontar tudingan DPR kurang tanggap atas masalah yang dialami rakyat. Dan PDI mencoba menyiapkan calon yang berbobot dan mengerti kepentingan rakyat yang diwakili. Maka, untuk menaikkan citra dan tampil prima, PDI tak hanya memungut calon-calonnya dari dalam. Sebuah terobosan dilakukan, yakni mencari tokoh-tokoh populer di luar PDI. "Kalau ada tokoh yang berkualitas dan tak dimiliki PDI, apa salahnya dicalonkan? Yang penting, mereka berguna atau tidak bagi kepentingan nasional," kata Nico. Kiat "membajak" kader dari luar itu agaknya bukan tanpa dasar. Dalam rapat pimpinan PDI di Bali beberapa waktu lalu, memang diputuskan adanya tiga macam calon. Pertama, telah menjadi anggota aktif PDI minimal empat tahun. Kedua, anggota aktif kurang dari empat tahun yang disetujui instansi partai di atasnya. Misalnya, calon dari kalangan aktivis DPC yang belum empat tahun harus disetujui DPD. Ketiga, mereka yang bukan anggota PDI tetapi memperoleh rekomendasi dari DPP. "Jadi, bukan hanya anggota PDI yang bisa dicalonkan," kata Nico. Sejumlah nama calon -- yang sebelumnya tak pernah beredar di lingkungan PDI -- dimunculkan. Ada budayawan, pengusaha, purnawirawan ABRI, dosen, dan lain-lain. Disebut-sebut nama-nama dramawan W.S. Rendra, budayawan Romo Mangunwijaya, bekas kapten kesebelasan PSSI Sutjipto Suntoro, orang film Eros Djarot, anak Bung Karno Rachmawati Soekarnoputeri, Guruh Soekarnoputera, bankir Laksamana Sukardi, dan pengusaha Soegeng Sarjadi. Dari kalangan pengajar, muncul nama Dr. Loekman Soetrisno, dosen Fakultas Sastra UGM. Juga tokoh-tokoh yang diharap tangguh di kancah politik parlemen seperti Kwik Kian Gie dan V.B. da Costa. Beberapa di antara mereka menolaknya dengan berbagai alasan. Loekman Soetrisno mengaku tak bersedia dicalonkan. Dan Rachmawati Soekarnoputeri menolak tawaran itu karena ingin bersikap independen. "Saya ingin berdiri di atas semua golongan seperti Bung Karno," katanya. Dramawan W.S. Rendra pun tertawa terkekeh-kekeh ketika mendengar namanya dicalonkan PDI. Ia tak secara jelas menolaknya. "Waduh ... Ngaget-ngagetin saja. Saya ini nggak suka politik. Saya masih perlu berpikir," katanya. Begitu pula Eros Djarot, yang belum bisa mengambil keputusan. "Kita lihat nanti saja." Selain nama-nama beken yang muncul di daftar calon DPP PDI, pemimpin partai itu juga menyiang beberapa nama anggota DPR lama yang dianggap tak produktif lagi. Yang masuk kelompok ini, menurut sumber TEMPO di kantor pusat PDI, Teuku Muhammad Yusuf Ali (Aceh), Nikolaas H.E. (NTT), dan Frits Willem Karubaba (Irian Jaya). PDI juga akan mengganti wajah lama wakil-wakilnya di DPR, terutama mereka yang terkena peraturan tak bisa dicalonkan duduk di Senayan dua periode berturut-turut. Yang tercatat harus berhenti dari DPR adalah Adi Pranoto, Parulian Silalahi, dan Mulyadi. PDI, dalam menyeleksi calon wakilnya, tampak all out. Karena masa jabatan yang lebih panjang, DPP sempat menyaring usul dari bawah. Calon-calon DPR diusulkan oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) lalu diinventarisasi oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) untuk kemudian diseleksi dan ditetapkan Panitia Pemilihan Umum Pusat (Pappu). Karena ditampung nama-nama dari bawah, tak tertutup kemungkinan masuknya nama-nama tokoh terkenal seperti di atas. Namun, kata akhir pencalonan tetap di tangan DPP, termasuk penentuan urutan nomor basah atau gersangnya. "DPP bisa mengubah urutan daftar calon, menggugurkan calon yang dianggap kurang sesuai, dan menambah calon yang dianggap menguntungkan kepentingan partai," kata Nico. Untuk itu, DPC dan DPD tentunya harus ekstra hati-hati mengusulkan calon. Jangan sampai membeli kucing dalam karung. Si calon harus memikirkan kepentingan partai dan menyuarakan daerah yang diwakili. DPP pun, dalam menetapkan calon yang bakal beruntung, juga harus mempertimbangkan agar mereka bisa diterima daerah yang diwakili. "Karena akan mewakili daerah, maka calon yang diusulkan DPP juga harus dikenal di daerah," kata Soetardjo Soerjogoeritno, Penjabat Ketua DPD PDI Yogyakarta. Yang mungkin akan membuat kandang banteng itu tak tenang adalah goyangan "Kelompok 17" Marsoesi dkk. Goyangan akan semakin kencang setelah "Kelompok 17" tak masuk dalam daftar calon. Priyono B. Sumbogo, Sri Pudyastuti, Bambang Sujatmoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo