Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memilih kolonel dpr

Penyeleksian calon anggota dpr dari f-abri. sya- rat-syarat pencalonan. periode 1992-1997, anggota f-abri kemungkinan tak ada yang berstatus purnawi- rawan. mereka akan memperkuat fkp.

3 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WALAU sudah mendapat jatah 100 kursi DPR, tak berarti Markas Besar ABRI adem ayem dalam menyiapkan calon. Malah, mereka lebih sibuk dibandingkan dengan Golkar, PPP, dan PDI. Penyeleksian calon anggota Fraksi ABRI di DPR berlangsung tiap tahun, berbeda dengan tiga OPP yang melakukannya hanya lima tahun sekali. Calon anggota Fraksi ABRI -- disyaratkan lulus Sesko ABRI dan lulu psikotes -- pertama kali dibekali Kursus Sosial Politik, yang diselenggarakan selama 3-4 bulan di Bandung. Tapi tak berarti 60-70 perwira peserta kursus otomatis dipilih jadi anggota legislatif. Mereka sebagian bisa saja ditempatkan pada staf sosial politik Mabes ABRI atau Kodam. Biasanya mereka yang dicalonkan Dewan Sosial Politik Pusat, yang dipimpin langsung oleh Pangab, untuk jadi anggota DPR adalah lulusan yang dinilai berhasil dalam tugas. Itu pun kalau kepala staf angkatan dan Kapolri tak keberatan melepas mereka berkiprah di DPR. Mereka yang dicalonkan Pangab kepada atasan masing-masing biasanya untuk mengisi kursi yang lowong. "Calon baru umumnya 75 persen dari seluruh anggota, sisanya anggota lama yang diperpanjang," kata juru bicara F-ABRI di DPR, Laksamana Pertama Sundoro Syamsuri. Beda lain dengan pencalonan anggota F-ABRI pada 1987, perwira yang disiapkan menjadi anggota legislatif periode mendatang tidak lagi harus ikut Kursus Calon Anggota Legislatif. "Semua materi yang berhubungan dengan tugas di DPR sudah diberikan dalam Kursus Sosial Politik," ujar Sundoro. Pangkat: minimal kolonel. Mengapa kolonel? "Kematangan pengalaman seorang anggota F-ABRI akan membuatnya peka dalam menyerap aspirasi masyarakat," tambahnya. Anggota Fraksi ABRI periode 1992-1997 kemungkinan juga tak akan ada lagi yang berstatus purnawirawan. Pada periode 1982-1987 tercatat 21 purnawirawan yang mendapat keppres perpanjangan dinas aktif selama bertugas di DPR. Perubahan ini sekaligus memupus anggapan bahwa DPR merupakan tempat buangan purnawirawan. Dengan pengangkatan 30 anggota baru awal Februari lalu, komposisi F-ABRI saat ini berubah jadi 35 perwira aktif dan 13 purnawirawan (sampai pekan lalu dua kursi F-ABRI masih lowong). Sebagian dari purnawirawan yang tak lagi bergabung dalam F-ABRI tampaknya belum akan angkat kaki dari gedung DPR/MPR. Mereka ditugasi memperkuat Fraksi Karya Pembangunan. Menurut Sundoro, sudah lebih dari 30 anggota F-ABRI periode 1987-1992 mengantongi Nomor Pokok Anggota Golkar (NPAG), yang merupakan karcis masuk dalam jajaran F-KP. Tapi tidak berarti semua NPAG tersebut baru. Sundoro, misalnya, sudah mengantungi kartu keanggotaan Golkar sejak 1986, tidak lama sesudah pensiun. Hanya saja, Sundoro belum jodoh masuk F-KP. Tenaganya masih diperlukan F-ABRI, entah tahun ini. Wakil Ketua DPR Saiful Sulun, Ketua F-ABRI Soebijono, dan anggota Komisi II Roekmini Koesoemo Astuti, terpampang dalam daftar 2.000 calon Golkar untuk Pemilu 1992. Diah Purnomowati dan Dwi S. Irawanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus