Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Kisah 325 Calon Yang Terlantar

Calon jemaah haji yayasan dana tabungan haji dan pembangunan, gagal berangkat tahun 1976, akibat perubahan sistem tabungan menjadi sistem asuransi dan kenaikan onh. presiden turut mengatasinya. (ag)

20 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAGI Syafruddin Prawiranegara masih dalam masa mencicil rumah -- yang digadai akibat peristiwa kapal haji Gambela enam tahun lalu musibah baru datang menimpa. Sebanyak 325 calon jemaah haji dari Yayasan Dana Tabungan Haji dan Pembangunan yang dipimpinnya gagal menunaikan ibadah haji tahun ini. Kisahnya begini: Tanggal 9 Oktober 1970 didirikan YDTHP dengan ketua Syafruddin Prawiranegara sendiri. Yayasan bertujuan membantu pemberangkatan haji lewat sistim tabungan. Setahun kemudian, yakni musim haji 1971, yayasan berhasil memberangkatkan 2 orang penabung naik haji. Menyusul musim haji 1971 dan 1973 masing-masing sembilan dan tiga puluh orang. Angka ini terus meningkat dua tahun terakhir ini masing-masing 150 orang pada musim haji 1974 dan 381 orang tahun lalu. Yang terakhir ini gejala yang kurang beres mulai nampak, ketika 125 calon haji penabung hampir saja tidak jadi diberangkatkan. Mujur karena masa setoran ONH diperpanjang dari tanggal 31 Juli hingga 31 Agustus 1975. Syafruddin terkejut, RHK, orang yang diserahi tugas selaku wakil ketua merangkap sekretaris yayasan, telah bertindak gegabah merobah kebijaksanaan sistim tabungan menjadi sistim asuransi. Kepada penabung dijanjikan bahwa dalam masa tertentu penabung dijamin memperoleh jumlah ONH dari tabungannya. "Sistim ini bisa berhasil kalau ONH tidak naik. Atau naik menurut tingkat yang bisa diduga", kata Syafruddin yang makin memutih rambutnya. Kenaikan ONH ternyata di luar dugaan. ONH 1973 sebesar Rp 446 ribu naik 25,56 persen menjadi Rp 560 ribu di tahun 1974. Tahun berikutnya naik lagi menjadi Kp 690 ribu yang berarti 23,20 persen. Sedang ONH tahun ini sebesar Rp 890 ribu 29 persen di atas tahun 1975. Laju kenaikan ONH tersebut menyebabkan sekalipun sudah berkali-kali ONH berobah, namun kurs antara rupiah dan dollar tidak mengalami perobahan. Akibatnya jika penabung pada bulan Maret 1975 menyetor Rp 425 ribu menurut teori sang sekretaris -- sudah berhak naik haji bulan Nopember 1976 yang ONH-nya Rp 890 ribu. Berarti dalam masa 18 bulan yayasan harus menyediakan tambahan 109,5 persen atau rata-rata 6 persen sebulan. "Tingkat bunga setinggi itu mustahil diperoleh melalui deposito", sela Syafruddin. R.H.K., dengan terpaksa menempuh jalan gali lobang tutup lobang guna memenuhi jaminan yang pernah diberikan kepada calon jemaah haji penabung. Kekurangan ONH ditutup dengan menggunakan subsidi dari tabungan para penabung yang belum kena giliran. Musim haji tahun 1973 saja tercatat subsidi sebesar Rp 1,5 juta buat 30 jemaah. Dua tahun berikutnya subsidi makin menggelembung, yakni Rp 21,5 juta untuk ke 150 jemaah tahun 1974 serta Rp 123,7 juta kepada 381 jemaah tahun kemarin. Rencana tahun ini paling sedikit 500 penabung sudah kena giliran berangkat menurut perhitungan R.H.K. Ternyata yang bisa diberangkatkan lewat saluran pemerintah hanya 87 jemaah, sedang 106 jemaah umrah diberangkatkan lewat Husami. Maka terkatung-katunglah 325 jemaah karena dana yang diperlukan untuk itu berkisar Rp 267 juta. Pengurus pun segera bertindak. Namun sudah terlambat. "Inilah kekeliruan saya yang paling fatal dan kesalahan utama karena saya terlalu percaya pada R.H.K.", kata Syafruddin yang pernah menjabat gubernur Bank Indonesia. R.H.K. kemudian dibebas tugaskan sejak 14 Oktober yang lalu dan ternyata kas yang ditinggalkannnya hampir kosong sama sekali. Pemeriksaan keuangan menunjukkan pula bahwa ada selisih Rp 90 juta yang tidak dilaporkan. Karena itu pengurus yayasan mengadukan R.H.K. -- pensiunan Bank Indonesia dan pernah menjabat pimpinan cabang Bank Indonesia di Cirebon, Jambi dan Denpasar ke Kejaksaan Agung untuk mengambil tindakan menurut hukum yang berlaku. Masalahnya sekarang bagaimana dengan yang 325 orang itu? "Saya tidak melepaskan diri dari tanggung jawab moril. Kami tetap berusaha untuk memberangkatkan mereka di tahun depan" kata Syafruddin kepada TEMPO. Lewat Ketua Umum Majelis Ulama Syafruddin meminta agar Presiden membantu memberangkatkan calon-calon jemaah tersebut. Ketua YDTHP meminta bantuan itu karena menurut dia Presiden memegang hak penggunaan dana pembangunan Islam dari ONH. Menurut perkiraan sejak adanya pungutan dana pembangunan Islam sejak tahun 1969 hingga sekarang, paling sedikit sudah terkumpul Rp 8 milyar. "Kalau Presiden memberi bantuan kepada pondok-pondok pesantren, apa salahnya Rp 200 juta disedekahkan untuk membantu memberangkatkan jemaah itu", demikian Syafruddin. Kalau tidak, "pinjamkan uang sebesar itu, kami akan membayar kembali", tambahnya. Jaminan Presiden akhirnya diberikan menyusul permintaan ketua MU Hamka. Kepada pers Hamka mengetengahkan kesanggupan Presiden memberangkatkan jemaah tersebut tahun depan dengan syarat. Pertama yayasan sanggup melunasi apa yang telah dibayarkan calon jemaah. Sedang kekurangan setoran menjadi tanggungan setiap calon. Meskipun begitu kepanikan tak terhindarkan terjadi. Di Sumatera Barat di mana terdapat 257 calon jemaah kantor perwakilan yayasan ramai-ramai didatangi mereka. Kepanikan itu bukannya tanpa alasan. Tabungan yang diusahakan dengan jerih payah dan berdikit-dikit itu tiba-tiba dianggap hilang. Sementara itu tak sedikit di antara calon di sana sempat sudah mengadakan upacara selamatan melepas keberangkatan, yang kemudian hanya menjadi Haji Padang saja. Pihak perwakilan yayasan tentu saja tidak bisa berbuat banyak menghadapi calon-calon jemaah itu. "Yang jelas sepeser pun tidak ada uang itu di sini", tutur seorang staf administrasi kantor yayasan di Padang. Di Jakarta Syafruddin juga angkat bahu. "Sepeser pun saya tidak makan itu uang", katanya. Berkata begitu ketua YDTHP menyesalkan sikap calon-calon tersebut yang "katanya percaya hanya pada saya, tapi nyatanya mau menerima jaminan sekretaris". R.H.K. sendiri memborong pekerjaan pembukuan dana tabungan dan kantor berikut pegawai baru dipindahkan ke rumahnya. Betapapun bersikerasnya calon-calon menuntut keberangkatan tahun ini dengan mengirim utusan ke Jakarta, ternyata "Allah belum mengizinkan mereka".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus