Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh Azharul Husna menyoroti rencana peresmian Memorial Living Park Rumoh Geudong di Pidie, Aceh oleh Kementerian Hak Asasi Manusia. Husna mengatakan, pembangunan ini harus dibarengi upaya memberikan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Status para korban yang belum jelas harus diperjelas usai peresmian. Termasuk status Memorial Living Park ini harus jelas pengelolaannya,” kata Husna ketika dihubungi Tempo, Senin, 13 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, Kementerian HAM juga perlu mendorong upaya-upaya yudisial dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Aceh. Selain itu, ia berharap sejumlah lembaga terkait juga terus menindaklanjuti upaya penyelesaian kasus. “Status nasib para korban yang belum di-BAP oleh Komnas HAM perlu ditindaklanjuti,” kata dia.
Husna juga berharap rekomendasi tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu (Tim PPHAM) perlu dijalankan secara menyeluruh. Tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022.
Adapun, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Mugiyanto berencana meresmikan Memorial Living Park Rumoh Geudong di Pidie, Aceh pada Februari 2025. Menurut Mugiyanto, Presiden Prabowo Subianto akan diminta kesediannya untuk meresmikan taman tersebut.
Mugiyanto mengatakan Memorial Living Park Rumoh Geudong sudah selesai dibangun sejak Mei 2024 silam. Taman itu mencakup beberapa bangunan seperti masjid, tempat bermain, ruang pertemuan, dan juga tempat edukasi untuk mengenang pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Aceh.
Selain itu, Mugiyanto juga mengklaim pihaknya tidak melakukan penghilangan aspek-aspek penting saat melakukan pemugaran Rumoh Geudong di Pidie, Aceh. “Ketika kita membangun, kita pastikan tidak menghilangkan jejak yang pernah ada di sana,” kata Mugiyanto saat ditemui di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Senin, 13 Januari 2025.
Selama proses pembangunan, Husna menyoroti sejumlah permasalahan seperti pengabaian atas desakan untuk menghentikan proses konstruksi karena ditemukan adanya tulang manusia di area tersebut. Husna menilai proses pembangunan tidak transparan.
Menurut dia, para keluarga korban berharap tempat itu bisa menjadi lokasi ziarah. “Harapan keluarga korban, Rumoh Geudong bisa menjadi tempat berdoa, tempat ziarah, dan mereka berharap bisa bebas mengakses ke dalam,” kata dia.