Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Abdulrachman Saleh merupakan pahlawan nasional yang dikenal multitalenta. Selain dikenal sebagai komandan angkatan udara, Abdulrachman juga seorang dokter dan pandai soal radio.
Seperti dilansir dari laman Tni-au.mil.id, Abdulrachman Saleh dilahirkan pada 1 Juli 1909 di Kampung Ketapang atau Kwitang Barat, yang terletak di Jakarta. Dilahirkan dari ayah bernama Mohammad Saleh dan ibu bernama Ismudiati. Mohammad, ayah Saleh adalah seorang dokter dari Salatiga, sementara istrinya, yakni Emma Naimah Saleh, merupakan wanita yang berasal dari Jakarta.
Sebagai seorang dokter, Mohammad Saleh cukup dikenal di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat Probolinggo. Mohammad lulus menjadi dokter seangkatan dengan dr. Sutomo, yang merupakan seorang tokoh nasional pendiri Budi Utomo.
Adapun Abdulrachman dilahirkan dengan 10 orang saudara lainnya, sehingga total anak Mohammad Saleh dan Ismudiati adalah 11, dengan 2 orang meninggal ketika masih berusia anak-anak. Dibesarkan oleh seorang ayah yang memiliki latar belakang sebagai dokter, Abdulrachman kecil ditekankan mengenai pentingnya kedisiplinan dan pengetahuan.
Masa kecil Abdulrachman selalu hidup berpindah-pindah karena keluarga Saleh yang mengabdikan dirinya untuk masyarakat. Awalnya keluarga Saleh tinggal di Jakarta, pindah ke Boyolali, setelah dari Boyolali pindah ke Kolonedale, berikutnya pindah ke Bondowoso, Pasuruan, dan terakhir Probolinggo.
Meskipun hidup berpindah dari satu kota ke kota lainnya, tetapi pria yang dijuluki karbol itu berhasil menamatkan pendidikannya hingga menjadi seorang dokter. Saleh memulai pendidikan dengan bersekolah di Holland Indische School atau HIS, lalu dilanjutkan ke Meer Urgebreid Lagere Onderwijs atau MULO, kemudian melanjutkan ke School Tot Opleding van Indische Artsen atau STOVIA yang berada di Jakarta.
Namun demikian, setelah beberapa bulan menempuh pendidikan, STOVIA dibubarkan oleh Belanda yang beralasan bahwa untuk menjadi dokter dibutuhkan dasar yang kuat dari Algemene Middelbare School atau AMS. Hal tersebut membuat Saleh dengan terpaksa melanjutkan pendidikannya ke AMS Malang.
Setelah berhasil menempuh pendidikan di AMS Malang, Saleh melanjutkan pendidikannya ke Geneeskundige Hooge School atau GHS yang berada di Jakarta. Tak hanya berkecimpung di dunia akademik, Abdulrachman mengisi waktu mudanya dengan berbagai kegiatan positif. Selama menjadi mahasiswa, Saleh aktif dalam berbagai organisasi termasuk Kepanduan Bangsa Indonesia atau KBI dan sebuah klub penerbangan yang terletak di Kemayoran, Jakarta.
Setelah memperoleh gelar dokter, Saleh mengambil spesialis ilmu Faal yang menjadikannya asisten dosen ilmu Faal pada NIAS yang terletak di Surabaya. Kemudian dilanjutkan dengan menjadi dosen pada Perguruan Tinggi Kedokteran Jakarta, dan menjadi Guru Besar di Klaten.
Pada 1934, Saleh mendirikan suatu perkumpulan yang bernama Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep atau VORO yang merupakan radio penyiar kesenian ketimuran pertama yang ada di Indonesia. Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, Saleh dengan keahliannya memiliki peran penting, saat pejuang secara sembunyi-sembunyi mendirikan tiang pemancar untuk menyiarkan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, Saleh juga memiliki peran penting dalam pendirian RRI atau Radio Republik Indonesia dengan ditetapkannya 11 September 1945 sebagai hari berdirinya RRI. Semboyan RRI, “Sekali di Udara Tetap di Udara”, berasal dari pidato Saleh yang juga merupakan Ketua Organisasi RRI pertama.
Saleh mengalihkan perjuangannya ke bidang kedirgantaraan dengan memilih AURI atau Angkatan Udara Republik Indonesia. Sosok Saleh dalam AU dikenal dekat dengan salah satu pimpinan AURI pada saat itu, yakni Adisutjipto.
Namun demikian, Saleh yang telah menikah dengan Ismudianti pada 1933, meninggal pada 29 Juli 1947 karena pesawat Dakota VT-CLA yang ditumpanginya ditembak jatuh oleh Belanda. Pesawat yang membawa obat-obatan sumbangan dari Palang Merah Malaya tersebut jatuh di Desa Tamanan, kecamatan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
Saleh yang meninggal pada saat usianya 38 tahun dianugerahi pangkat Laksamana Muda Udara Anumerta dan gelar pahlawan melalui Keputusan Presiden Nomor: 071/TK/1974 pada 9 November 1974. Selain itu, nama Abdulrachman Saleh juga diabadikan menjadi Pangkalan Udara berdasarkan Surat Penetapan Kasau nomor Kep/76/48/Pen.2/KS/1952 pada 17 Agustus 1952.
Pilihan Editor: Mengingat Tan Malaka, Pahlawan yang Terlupakan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini